0.6 Excuse

72 10 3
                                    

Jennie melarikan jari-jarinya diatas keyborad laptopnya dengan cepat. Ia mengetikan beberapa kalimat lalu terdiam membacanya kembali. Ia kemudian menghapus beberapa kalimat dan mencoba menambahkan kalimat lain. Begitu selama beberapa kali karena saat ini hanya jarinya lah yang bekerja untuk menyelesaikan tugas kuliah yang ia miliki. Sementara pikirannya terus terdistraksi oleh hal-hal lain. Terkadang melayang pada kejadian seminggu yang lalu, sesekali memikirkan bagaimana kabar seseorang yang sejak saat itu juga tidak lagi ia jumpai, atau mencoba membayangkan hubungan seperti apa yang rusak karena kehadirannya.

Ia menghela nafas panjang tidak ingin kembali meninggalkan tugasnya karena tidak berkonsentrasi. Ia kembali mencari berbagai artikel jurnal yang mungkin dapat membantu mencerahkan pikirannya yang buntu.

Jennie menoleh saat pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang pria dengan setelan rumahan yaitu kaos putih polos dan celana training keluar sambil membawa handuk dengan rambut yang basah. Pria itu tersenyum kepada Jennie lalu berjalan pada meja rias untuk mengeringkan rambutnya.

Jennie kembali berkonsentrasi penuh pada tugasnya walau sulit. Namun ia ingin menyelesaikannya secepat mungkin untuk memanfaatkan waktu selama kekasihnya masih sibuk dengan hairdryer disana. Ketika tidak lagi mendengar suara hairdryer Jennie segera meletakan laptopnya dan berdiri ke arah meja tempat kekasihnya mengeringkan rambut. Ia berjongkok membuka laci paling bawah untuk mengambil kotak berukuran lumayan besar berwarna putih.

Taehyung disana hanya memandang kekasihnya, tau akan apa yang ingin wanita itu lakukan. Ia segera mengikuti Jennie saat gadis itu berjalan menuju sofa di depan jendela yang cukup besar. Taehyung duduk di sampingnya lalu segera menghadap Jennie. Ia memberikan tangan kanannya yang dibalut perban pada wanita itu.

Jennie dengan telaten membuka perban tersebut dan mengolesi salep pada luka yang sudah terlihat mengering itu.

"Ekhem, berita hari ini. Ditemukan seorang dokter cantik yang sedang mengobati pasien super tampan dan baik hati namun tidak tersenyum sama sekali." Taehyung mengepalkan tangannya di depan mulut seolah itu adalah mic.

Jennie tertawa ringan tanpa mengalihkan pandangannya pada tangan yang sedang ia obati. "Untuk apa jika pasiennya nakal. Bertengkar sampai terluka."

Taehyung menyandarkan kepalanya pada kepalan tangan yang menyangga pada punggung sofa. "Tapi aku tidak melukai orang lain seonsaeng-nim."

Jennie melirik kekasihnya tajam. "Bukan berarti kau bisa melukai dirimu sendiri."

Jennie mengambil kain kasa namun tangan Taehyung lebih cepat mengambil plester berukuran besar dan memberikannya pada Jennie sambil tersenyum menampilkan gigi-giginya. Jennie menerima plester tersebut dan mulai memasangkannya.

"Tapi lebih baik dokter memarahiku seperti ini daripada menangis seperi tiga hari pertama." Jennie kembali tersenyum mengingat bagaimana ia sangat merasa sedih dan bersalah melihat kekasihnya terluka dan temannya juga tentu saja walau tidak secara fisik. Untungnya waktu itu Taehyung masih ingat bahwa adiknya itu idol dan tidak boleh terluka terutama wajahnya sehingga dibanding mendaratkan kepalan tangannya di wajah adiknya ia memilih menghajar cermin Jennie yang tergantung di dinding. Yang ia lupakan justru bahwa dirinya juga seorang idol yang tidak boleh terluka. Hal itu tentu menjadi beban pikiran Jennie selama beberapa hari. Sebenarnya sampai saat ini namun emosi yang ia rasakan lebih didominasi oleh perasaan bersalah bukan lagi sedih sehingga ia sudah tidak menangis setiap mengobati luka Taehyung.

"Kau melakukan itu lagi." Taehyung mengangkat wajah kekasihnya yang menunduk tanpa memiliki arah tatapan yang jelas. "Sungguh ini bukan pertengkaran pertama kami sayang."

"Pertama karena aku." Jennie mencebikkan bibirnya mendorong tangan Taehyung yang sudah selesai ia obati. Jennie menatap mata kekasihnya "Kau tau aku mencintaimu?"

Dangerous WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang