1.3 Linked

104 10 3
                                    

Jennie melewati pintu otomatis sambil membawa sebuah tangga dan menggendong sebuah tas ransel besar berwarna hitam. Ia mengenakan pakaian serba hitam serta masker dan topi yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Dengan santai ia berjalan ke arah kerumunan di depannya dan mengambil tempat sedikit ke belakang. Jennie segera memasang tangganya lalu membuka tas ranselnya dan mengeluarkan beberapa alat berwarna hitam dan putih yang sebenarnya belum terlalu ia kuasai cara menggunakannya. Ia melihat ke sekelilingnya dan menemukan beberapa orang lain yang berpenampilan sama sepertinya serta membawa alat yang sama pula. Sesekali Jennie memperhatikan dan meniru bagaimana orang lain merakit alat tersebut sambil bersikap senatural mungkin. Setelah selesai Jennie mengalungkan tali yang terhubung dengan alat tersebut, ia kemudian berdiri dan naik ke atas tangga.

Jennie menyipitkan matanya untuk melihat bayangan yang terpantul dari lensa kamera yang ia pegang. Beberapa kali mengatur fokus dan kemudian mencoba mengambil gambar. Ia mengangguk saat melihat hasil yang didapat cukup jelas untuk jangkauan jarak yang jauh. Jennie lalu melihat jam yang ada di pergelangan kirinya, seharusnya tujuh menit lagi mereka tiba. Ia lalu memperbaiki posisinya di atas tangga, sekali lagi meniru bagaimana para fotografer itu melakukannya agar terlihat natural.

"Aku tidak sabaaaar, tidak percaya aku masih dapat kesempatan ini... kau tau, aku rela bolos untuk melihat mereka."

"Aku juga akan melakukan hal yang sama bila jadi dirimu. Ini adalah moment yang harus kita syukuri karena kita hidup di masa yang sama dengan mereka."

"Benarkannnn, aku juga berpikiran begituuu."

Jennie memandang kedua gadis yang ada di sebelah tangganya. Mereka saling berpegangan tangan sambil melompat-lompat kecil terlampau senang.  Jennie kemudian memandang sepatunya sendiri, memikirkan bahwa ia dan kedua gadis itu berada di tempat yang sama. Mereka menunggu kedatangan orang-orang yang sama, namun dengan niat dan tujuan yang jauh berbeda. Bukan Jennie ingin menertawai atau iri pada dua gadis yang dapat menikmati masa muda mereka itu. Jennie hanya mengingat-ingat apa yang ia lakukan di umur mereka dulu,

Fikiran Jennie kembali terfokus pada saat telinganya mendengar gemuruh langkah kaki dari kejauhan yang kemudian disusul oleh teriakan dari orang-orang di sekitarnya. Itu dia, mereka datang. Jennie segera mengangkat kameranya dan membidik ke arah orang-orang tersebut. Ia memfokuskan lensanya saat menemukan orang yang ia cari. Ia segera memotretnya seiring dengan setiap langkah orang tersebut. Jennie benar-benar memfokuskan lensa kameranya seperti saat ia memegang senapan dan fokus pada sasarannya, itu yang Jennie bayangkan saat ini walau alat yang ia pegang sangat jauh berbeda. Jennie bergegas turun dari tangganya dan berlari membawa tangga tersebut ke dekat pintu masuk. Ia memotret tiap gerak-gerik orang yang sudah ia hapal betul wajahnya itu. Tidak lama kemudian mobil-mobil yang membawa mereka pergi dari bandara jalan beriringin. Jennie segera memotret plat nomer masing-masing mobil dan memastikan ia menangkapnya dengan jelas.

Jennie baru menghela nafas saat mobil terakhir hilang dari pandangannya ketika berbelok di depan sana. Ia kemudian tersenyum tipis lalu mengarahkan tangannya ke belakang telinga, menekannya sekali dan dengan tenang turun dari tangga. Ia merapikan tangganya dan ketika selesai, mobil hitam dengan kaca yang sama sekali tidak tembus cahaya sudah terparkir di depannya. Sedikit menarik perhatian terutama orang-orang yang berbaju dan memegang alat yang sama dengannya saat Jennie naik ke kursi penumpang mobil tersebut. Jennie tidak mempedulikan tatapan dari orang-orang itu, ia cukup puas dengan apa yang ia dapat hari ini.

Saat mendudukan dirinya pada bangku penumpang, Jennie menoleh ke arah pengemudi dan tersenyum sekali lagi di balik maskernya. Ia akan memastikan menyelesaikan pekerjaannya besok. Targetnya telah terkunci.



DANGEROUS WOMAN
linked



Yoongi mengambil sebuah jaket yang tersampir pada bangku di depannya setelah membungkuk pada salah satu staff acara televisi yang baru saja menampilkan wawancara grupnya. Mereka saat ini sedang berada di LA. Untuk jadwal konser berikutnya kota ini cukup membuaat mereka sibuk karena ada beberapa jadwal lain selain konser seperti acara televisi ini.

"Hyung, kau tidak perlu melakukan ini, sungguh." Jimin memegang lengan Yoongi yang hendak memakai jaket tersebut. Jaket miliknya yang ia kenakan untuk berangkat ke acara televisi ini.

"Jangan khawatir, warna rambut kita berbeda Jim dan ini hanya jaket. Tujuannya hanya untuk membuatnya bingung." Yoongi balik menepuk pelan lengan Jimin

"Tidak tidak, kita tidak bisa mengambil resiko seperti itu." Jimin menahan jaketnya yang sudah separuh Yoongi kenakan.

"Justru kita sedang berusaha menghilangkan resiko Jim." Jimin masih menatap Yoongi dengan alis bertaut dan gelengan pelan. "Jangan khawatir, kita saling melindungi bukan?"

Yoongi menepis pelan tangan Jimin yang masih menggenggam tangannya. Ia memakai jaket tersebut sambil menatap pada cermin di depannya. Menata rambutnya sedikit tidak menghiraukan adiknya yang masih setiap menatapnya. Ia kemudian berbalik, mengangguk mantap pada Jimin sambil memegang belakang leher adiknya dan kemudian menepuk punggungnya pelan. Berjalan meninggalkan Jimin yang memang sedari awal yakin ia tak akan mampu melawan keinginan Yoongi meskipun itu menyangkut keselamatan mereka berdua.

Jimin menunduk sambil menghela nafas berat mengingat sekali lagi mereka mendapatkan pesan misterius. Pesan itu pernah ia dapatkan dahulu sekali saat mereka belum sebesar sekarang. Pesan mengancam akan keselamatan nyawanya yang membuat agensinya merekrut bodyguard secara besar-besaran. Tidak hanya agensinya, tentu ke-enam teman-temannya juga bertindak. Mereka setuju saat Yoongi bersikeras akan memakai pakaian yang sama dengannya untuk beberapa waktu ke depan. Mereka memiliki postur tubuh yang sama, hanya berbeda di warna rambut yang mencolok namun justru Yoongi melihat itu sebagai peluang untuk mengecoh dan membuat bingung pelaku. Jimin tentu tak bisa melakukan banyak hal karena ia sendiri perhatiannya terbagi pada rasa takut yang memang ia rasakan.

Jimin mengangkat wajahnya saat ia rasakan sentuhan pada pundaknya. Ia menemukan Taehyung di belakangnya tersenyum tipis terlihat sedikit dipaksakan. Tak heran karena senyum inilah yang Jimin lihat darinya selama dua tahun ke belakang. Taehyung maju untuk mengambil sebuah waist bag yang ada di meja rias di depan mereka. Ia kemudian merangkul Jimin dan mendorongnya sedikit untuk berjalan bersama. Mereka memang berada di mobil yang sama sehingga Jimin mengikuti saja saat temannya membimbingnya sampai ke mobil.

Perjalanan mereka dipenuhi oleh keheningan. Sepasang sahabat tersebut sedang mengalami masalah yang sama-sama berat. Salah satunya sedang memikirkan keselamatan jiwanya dan yang satu lagi selalu memikirkan keselamatan belahan jiwanya yang ia tak tau berada di mana saat ini. Namun mereka saling mengerti bahwa yang satu sama lain butuhkan hanya kehadiran masing-masing dan kesunyian bukan hal yang buruk saat ini. Oleh karena itu sejauh ini Jimin juga merupakan sosok yang masih Taehyung biarkan berada di sekelilingnya. Karena ia tau kapan Taehyung butuh didengar dan kapan ia hanya menemani.

Jalanan LA malam ini tidak begitu padat. Perjalanan mereka hanya membutuhkan waktu 15 menit sampai ke-tiga mobil yang membawa mereka terparkir sempurna di depan hotel tempat mereka menginap. Jimin melirik pada Taehyung sambil menepuk paha pria itu pelan saat seorang bodyguard membuka pintu untuknya. Taehyung mengangguk singkat sambil membuka waist bag yang ia pakai karena ia mendengar bunyi notifikasi disana. Taehyung mengambil ponsel yang ada di sana dengan cepat lalu mengernyit saat membaca isi pesan yang tertera. Ia kemudian sadar bahwa waist bag itu bukan miliknya melainkan milik Jimin yang memang tadi ia bawakan. Ia kemudian menoleh pada Jimin yang sudah berjalan mendahuluinya menuju pintu utama hotel dimana di sana juga ada mobil terparkir milik Yoongi dan Hoseok. Taehyung kemudian keluar dari mobil, ia membungkuk singkat pada bodyguard yang membukakan pintu untuknya.

"Jimin-a...."

DORRR

Taehyung terpaku pada pemandangan yang baru saja ia saksikan di depan pintu utama hotel. Tangannya yang semula berada di udara mengangkat ponsel milik temannya terjatuh begitu saja ke samping tubuhnya. Di waktu yang sama saat ia merasakan getaran pada ponsel di genggamannya itu, ia berlari cepat melihat tubuh temannya yang terduduk di tanah.










Author's note: Adakah yang udah punya teori tentang Jennie sejauh ini?

Dangerous WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang