9. Rumah sakit

10 4 2
                                    

Ambulan berjalan cepat menyalip kendaraan yang berada disampingnya hujan deras tak henti-henti mengguyur ibukota Surabaya hingga menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan.

"Pak bisa lebih cepet gak bawa mobil nya. Temen saya sekarat pak! dia kehilangan banyak darah." kata Reno ikut masuk ke mobil mendampingi Aska.

"Saya tau perasaan adek-adek semua. Di depan macet dek sabar ya, lagi di usahain bentar lagi kita sampai Rumah Sakit."

Aska masih berada di samping Atama ia tidak ingin lepas se inci pun dari sahabat karibnya ketulusan jadi pengukur dari berapa banyak pengorbanan yang sudah Ata lakukan untuk Aska. Air mata yang sudah terkuras habis sampai ia hampir pingsan karena terlalu lama melihat darah bekas tusukan pisau di baju Ata.

Tempat kejadian tadi sudah di beri gasis polisi dan mereka masih berjaga memeriksa apakah penjagat tadi masih di sekitar mereka? atau masih bersembunyi di tempat lain untuk menghilangkan jejak. Polisi juga sudah menemukan barang bukti seperti bola basket dan pisau tumpul di pinggir lapangan untuk menikam korban.

"Ayok, kita bawa barang bukti ini ke kantor secepatnya."

"Siap ndan."

"Iptu Gilang tolong awasi gerak-gerik mencurigakan disini dan Iptu Nasrun bisa ikut saya ke kantor sekarang."

"Baik, laksanakan."

°°°
Sampai Rumah Sakit Ata langsung di tangani doker di ruang IGD untuk penanganan lebih lanjut sementara Aska dan Reno duduk di kursi tunggu. Aska masih ingat jelas perkataan Ata sebelum pingsan tak sadarkan diri, "kalo gue sembuh jangan pernah nangis di depan gue." Aska mengacak rambutnya frustasi.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan mengabarkan bawa Ata kekurangan banyak darah stok di rumah sakit menipis tidak ada yang cocok golongan darah Ata O satu-satunya cara menghubugi orang tuanya.

Aska sudah lemas wajah anak itu pucat rambut yang berantakan tidak terurus ia juga tidak mau makan jika Ata belum sadarkan diri.

"G-gak c-cocok."

"Dengerin gue Ata pasti sembuh lo makan ya, dikit aja biar ada tenaga." bujuk Reno tak kehabisan cara.

Reno sudah memberi kabar orang rumah Ata dan Aska masuk Rumah Sakit keluarga mereka langsung menuju kesana. Santika menutup warung dagangan nya sampai ada pelanggan yang ingin beli tidak jadi karena buru-buru.

"Loh, mbak Santika mau kemana buru-buru?" tanya pelanggan.

"Rumah sakit mbak, Anak saya sakit."

"Oiya, semoga lekas sembuh anak nya mbak."

"Makasih."

°°°

Telfon rumah Mita berdering berkali-kali entah kenapa perasaanya dari tadi tidak enak ia takut terjadi sesuatu dengan buah hatinya. Gelas yang ia pegang langsung pecah mendapat kabar dari Santika sang putra di rawat di Sumah Sakit.

Prangg!

"Aduh, perih-perih." kata Mita mengibas tanganya kena pecahan kaca gelas.

"Darah." ucap Lala ia lari keruang tamu menghampiri Evan sambil teriak sepupu laknat Ata yang sempet-sempetnya makan ciki di saat genting begini.

"Abanggg ada darah."

Evan terlonjak dari sofa kaget reflek berdiri di depan Lala.

"Kenapa cil?" tanya Evan berjongkok mensejajarkan tinggi badan nya dengan Lala.

Anak kecil itu mengusap hidungnya gatal, "Abang, tangan mama darahan. Lala takut darah." adunya.

"Ya Allah tante Mita, kenapa bisa sampe luka gini." tanya Evan melilitkan hansaflas ke tangan Mita.

"Evan, ayok sekarang kita kerumah sakit. A-ta dirawat."

"I-iya tan, bentar Ata ngambil kunci mobil dulu.

Di mobil tidak ada percakapan sama sekali Lala yang biasa nya cerewet tidak bisa diam malah tidur sepanjang perjalanan.

Dokter keluar dari ruangan. "Sudah ada yang bersedia mendonorkan darah untuk pasien?"

"Oh, saya pamanya dok." jawab Raden.

"Oke." Langsung ikuti suster ini keruangan.

"Dok tunggu."

Dokter Ibrahim berhenti sejenak, "Ada yang bisa saya bantu? tanya nya, "Dok apa betul golongan darah pasien O biar saya aja Dok. Ambil darah saya secukupnya untuk kesembuhan pasien."

"Tunggu sebentar ya, Sudah selesai Alhadulilah cocok."

Tangan Raden masih setia menyentuh pergelangan tangan lalu duduk di samping Evan.

"Tangan om sakit ya? sini Lala tiupin." ucap lala polos."

"Makasih Lala."

Lala menampilkan gigi susunya. "Sama-sama om aden, Lala sayang deh." ucapnya malu malu kucing.

"Heh, anak kecil gak boleh gitu."

"Maafin anak tante ya. Den."

"Ah, iya gak papa. Nama nya juga anak kecil maklum."

Lala tidak tau jika sang kakak yang di rawat di dalam ruangan jika sampai tau ia akan memakasa masuk supaya bisa bertemu Ata sang kakak.

Bersambung.

-ATASKA-

ATASKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang