12. Bertahan sedikit lagi, Ya.

6 3 0
                                    

"Aduh, maaf ya mbak. Saya gak sengaja," ucap Santika membantu sang empu berdiri dan membereskan buah jeruk yang menggelinding bersekaran di lorong rumah sakit.

Kejadian itu seakan pernah terjadi  Deja'vu tapi aku lupa dimana tempatnya kata Suci melamun ia baru sadar jika tidak di tepuk oleh Santika.

"Eh,iya mbak."

"Mbak, gak papa kan. Lain kali-"

"Santika." sentaknya kaget.

Mereka berdua saling berpelukan bagai teletubbies sangking rindunya mungkin. Mereka sudah bertahun-tahun tidak berjumpa, Suci masih tidak percaya bisa beremu kembali untuk pertama kalinya dengan Santika setelah mereka sama-sama punya kehidupan masing-masing.

"Ya Allah mbak, kita udah lama banget
gak ketemu. Gimana kabar keluarga sehat? Terus Mas Derma-"

"Mas Dermawan udah tenang di alam sana sama Abah," sela Santika "Dia tega ninggalin aku sama buah hati yang udah kami tunggu-tunggu selama kurang lebih satu tahun malah dia pergi ninggalin aku untuk selama-lamanya pada saat Aska masih di  kandungan.

"Aska?" kaget suci.

"Mbak jadi kamu Ibunya Aska?" tebak Suci lirih.

Santika mengganguk pelan, "Iya."

°°°

Suci membekap mulut rapat-rapat di belakangnya ada Arga menatap mereka bingung.

"Loh, kalian saling kenal?" tanya Arga pangling.

Suci meggeser badanya ke dekat Arga duduk, Suci langsung berbisik di kuping suaminya. "Mas, dia itu Santika istrinya Dermawan kakak kelas kita dulu pas SMK masa gak inget.".

"Ohya, kamu beneran Santika. Saya gak salah liat. Tambah cantik aja." kata Arga tersenyum jail.

Ia memang sengaja membuat Suci cemburu tapi waktunya tidak tepat mana di rumah sakit lagi, Arga-Arga kalo istri nya tidak mau di bujuk bagaimana? Pasti sudah suruh tidur di luar dia malam ini.

"Terus ya, kalo liat cewe cantik dikit lansung nempel. Dasar playboy cap kaki badak!" hardik Suci berjalan mendahului Santika dan juga Arga.

"Kalian gak berubah-berubah ya. Dari zaman masih Smk sampe sekarang tetep kaya kucing sama tikus tiap hari berantem mulu,"  kekeh Sintia berjalan cepat menyusul mereka berdua.

"kebetulan banget ya kita bisa ketemu disini, siapa yang sakit?" tanya Santika.

"Temen anak saya yang sakit, Ka."

"Kamu sendiri kenapa bisa disini?"

"Anaku sakit. Abis oprasi kemarin."

"Semoga lekas sembuh. Ya."

"Aamiin.

"Boleh kami jenguk anak mu." kata Arga merangkul bahu Suci.

"Boleh banget, ayok."

°°°

Ruangan serba putih bau obat obatan menusuk hidung bersamaan dengan mata coklat indah itu perlahan terbuka lebar, mengedarkan pandangan kesana kemari mencari seseorang yang bisa membantunya duduk bersandar di kepala ranjang bankar.

"Eugh." leguhannya terdengar lirih Evan yang tidur di kursi panjang samping bankar terbangun menguap sesaat mengumpulkan nyawa malam ini dia bisa tidur nyenayak setelah di buat serangan jantung oleh Ata karena tiba-tiba kritis dua hari yang lalu.

"Ata, Are you okey?"

"Iya, Gue gak papa. Cuman sedikit pusing."

"Oke. Bentar ya gue panggilin dokter."

"Gak usah, mending bantuin gue senderan deh. Pegel."

Dokter Ibrahim masuk keruangan Ata bersama suster Devi membawa obat-obatan dan juga sarapan untuk Ata, dia sudah tau jika Ata sudah sadar sedari tadi malam tapi tidak ingin membangunkan nya.

Dokter Ibrahim mengecek keadaan anak itu perlahan mulai membaik dari kondisi yang sebelum nya hampir meregut nyawa Ata.

"Selamat pagi, Ata bagaimana hari ini udah enakan badanya." seru Dokter Ibrahim seraya mengganti botol  infus dengan yang baru.

"Alhamdulilah, lumayan baikan Dok.  tapi agak sedikit perih lukanya."

Memang luka Ata belum sepenuhnya mengering jadi masih terasa nyeri akibat obat biusnya habis. Dokter Ibrahim kembali tersenyum, "Sekarang waktunya ganti perban."

Evan yang mendengar langsung meneguk salifarinya, Ia ngeri dengan luka jahitan di perut Ata agak dalam. Evan tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Ata jika Reno dan Aska tidak singgap langsung membawanya ke rumah sakit.

"Dok, saya izin keluar dulu," pamit Evan bergidik ngeri cita-cita nya memang  ingin jadi dokter tapi masalahnya ia takut jarum suntik.

"Kenapa keluar, takut di suntik. Ya"

Dia sudah panas dingin dibuat nya langsung ngacir keluar ruangan hampir menabrak Daniya di koridor rumah sakit. Tapi tunggu mata Daniya sembab habis nangis? tapi kenapa.

"Daniya. Lo kenapa nangis? Cerita sama gue." bujuk Evan memapah gadis cantik itu  untuk duduk di kursi tunggu.

"Aka,Van. Di-dia gak bangun-bangun gue takut."

"Udah jangan nangis. Aska pasti sembuh, lo gak usah kawatir."

"GIMANA GUE GAK KAWATIR, Van. KALO ORANG YANG GUE SUKA---"

"Kamu suka sama anak saya?"

Deg.

"Mama, papa. K-kalian kenapa bisa ada disini?"  Daniya reflek mendorong Evan sedikit menjauh darinya.

Bersambung.

-ATASKA-

ATASKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang