Prolog

1.7K 362 67
                                    

Senja datang menyapa,
sama seperti janjiku pada kalian,
Etapi, sudah buka mushafnya atau belum hari ini? 😍😍
Doa penjagaan sore hari dulu yuk....baru kenalan deh sama Orin. 😘😘

Selamat membaca

Kata orang jatuh cinta itu adalah sebuah pilihan. Tapi bagi seorang Orinda Cyra, jatuh cinta itu tidak akan pernah menyisakan satu pilihan kecuali untuk memiliki. Cinta itu ibarat bilangan ganjil, yang tak menciptakan ruang untuk memilih, satu dan menyatu.

Tidak pernah melabuhkan hati kepada sosok lain selain Jeremy Maltha, laki-laki yang membuat Orin mengenal bagaimana cinta itu hadir secara sempurna. Jimmy, demikianlah Orin memanggilnya. Teman sejak SMA yang diyakini dihadirkan Allah sebagai jodohnya. Meski semua terasa sulit karena jalan mereka berbeda, toh akhirnya Orin bisa bernapas lega saat Jimmy memilih untuk mengalah. Orin berpikir itu adalah bukti keseriusan seorang laki-laki. Bukti cinta yang akhirnya mengerucutkan kesepakatan untuk bisa mengarungi bahtera rumah tangga bersama.

"Rin, sejauh ini aku berusaha untuk mengalah. Bahkan kamu tahu sendiri. Demi kamu, untuk kita bisa menikah aku merelakan apa yang selama ini aku yakini." Orin memandang Jimmy dengan tatapan memuja.

"Karena aku pikir, pelaku rumah tangga itu harus berada dalam satu atap yang sama," tambah Jimmy.

Orin kembali menatap Jimmy. Hatinya selalu berdesir kencang. Tidak pernah ada kata bosan. Terlebih karena Jimmy menunjukkan keseriusannya sejak dia memutuskan untuk mengucap dua kalimat syahadat sebagaimana iman yang diyakini Orinda Cyra dan keluarganya selama ini.

Tidak lagi ada perbedaan jalan, Orin yakin bahwa Jimmy adalah laki-laki yang akan melengkapkan setengah agamanya. Menyempurnakan cintanya dan membuat dia menjadi seorang wanita seutuhnya dengan sebutan istri.

Segala persiapan pernikahan membuat bibir Orin selalu berhias senyuman. Dia bahkan orang yang paling aktif mengarahkan, seolah menginginkan sesuatu tanpa cela di hari bahagianya nanti.

"Kamu sudah yakin dengan pilihanmu?" Orin langsung mengangguk.

"Kami mengenal sudah cukup lama, Abi. Jimmy tahu benar bagaimana sifat Orin, demikian juga sebaliknya. Orin cukup mengenal Jimmy. Kami bersahabat sejak SMA bukan? Jadi sepertinya tidak lagi ada masalah."

"Abi hanya mengingatkan, biar bagaimanapun Jimmy adalah orang baru di keluarga kita. Terlebih, dulunya kalian berbeda prinsip. Tidak mudah tapi bukan berarti sulit. Kamu harus bisa menjadi contoh untuknya nanti."

"Siap, Abi. Toleransi kami solid kok. Abi tidak perlu khawatir yang berlebihan ya."

"Abi percaya sama kamu, Rin."

Ayah, cinta pertama bagi anak perempuannya. Mutlak, valid dan tak terbantahkan. Orin menatap punggung kokoh yang sebentar lagi akan dia rindukan saat mereka mulai berjauhan. Meski tidak akan tergantikan, tapi Orin tahu bahwa bakti utamanya sebentar lagi harus beralih dari kedua orang tuanya kepada suami tercinta.

Demikianlah kiranya, Orinda Cyra memang terlahir dari keluarga dengan basic agama yang sangat kuat. Ayahnya seorang pengasuh pondok pesantren di salah satu kota yang ada di Indonesia. Meski banyak santri abinya yang mengantri untuk bisa menaklukkan hatinya, Orin memilih untuk mengikuti kata hati. Yang terpenting baginya Jimmy telah berjanji untuk membangun rumah di surga yang sama seperti yang Orin yakini selama ini.

Semua persiapan pernikahan Orin telah selesai. Hari yang bahagia itu akhirnya datang juga. Orin juga telah bersiap mengenakan gamis terindah dengan beberapa payet di dada juga jilbab yang menjuntai menutup rambut di kepalanya. Seorang penghulu dan dua saksi juga telah bersiap di tempat duduk mereka. Semua yang ada di ruangan tampak menunjukkan wajah semringah, tetapi rombongan calon mempelai pria yang datang justru menampilkan wajah yang bertolak belakang.

Cahaya SYDNEY [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang