Deg-degan, kan, siapa sih sebenarnya suami Orin...lebih ganteng, lebih perhatian daripada Matthew atau Jimmy nggak?
Mau tauuuuuuuu
Baca yuuukkkkk.....keep smile 😍😍
Sesayang itu memang aku kepada kalian.Ada yang nungguin aku ???? #eh Orin ya 😂
💍💍
Sydney dengan perubahan cuaca yang ekstrim adalah hal yang biasa. Seperti pagi ini, saat Orin berniat mengunjungi Bu Alyne sebelum acara kajian dimulai masih terlihat begitu terang, tapi tidak lama berselang mendung menyapa dan hujan turun deras membasahi bumi.
"Ibu di rumah saja ya, tidak usah ikut, jalanan pasti becek. Orin takut kalau licin nanti." Bu Alyne tersenyum setuju. Setelah sekian lama menjauh, Orin akhirnya bisa kembali dekat dengannya.
"Salam untuk Matthew ya Bu, semoga selalu sehat di mana pun dia berada."
"Jadi kalian benar-benar tidak pernah bertukar kabar sampai sekarang?" Orin menggeleng.
Bu Alyne mengusap punggung Orin. Rasanya masih sama seperti dulu. Sayang, rindu dan cinta perempuan paruh baya itu masih sama untuk Orin.
"Orin sayang Ibu, tapi maaf, Bu. Jika Orin harus menentukan pilihan. Sama seperti yang Ibu lakukan, Orin tidak mungkin menggadaikan akhirat untuk--" Bu Alyne menarik Orin ke dalam pelukannya. Keduanya luruh dalam tangis atas sebuah takdir yang tertulis seakan tidak berpihak untuk menyatukan mereka menjadi satu keluarga.
"Kamu tetap anak Ibu, Rin. Apa pun itu, meski Ibu bukan orang yang melahirkanmu ke dunia, tapi akan selamanya menjadi Ibu untuk kamu. Yang mencintai dan menyayangi kamu," kata Bu Alyne setelah tangis mereka mereda.
"Terima kasih, Bu. Orin kembali ke masjid dulu, ini sudah terlalu mepet waktunya, takut nanti terlambat malah tidak mendapatkan ilmunya. Ibu sehat-sehat di sini. Insya Allah, Orin pasti akan mengenalkan suami Orin kepada Ibu--" Bu Alyne merangkum wajah Orin kemudian menghujaninya dengan ciuman sebelum mereka berpisah.
"Katakan kepada suamimu, Ibu pasti akan menyayangi kalian." Orin berlalu. Menyewa sebuah taksi menuju Punchbowl di tengah rintik gerimis dan jalanan basah Sydney siang ini.
Sambil mengangkat sedikit gamisnya supaya tidak mengenai genangan air, dia berjalan cepat. Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan lima menit dari keterlambatannya masuk ke masjid untuk mengikuti kajian.
Saat melewati batas halaman parkir dan halaman masjid tanpa sengaja Orin membaca banner yang bertuliskan nama seseorang yang selama ini ada dalam setiap bait doanya. Achmad Ismail, bukankah itu nama suaminya. Mengapa harus ditulis sebagai dai yang mengisi kajian siang hari ini?
Ingatan Orin langsung berlari menuju percakapan terakhirnya dengan sang abi yang mengatakan bahwa suaminya baru akan tiba di Sydney sore hari ini. Rasanya tidak mungkin orang yang sama, mungkin hanya kebetulan sama namanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya SYDNEY [Terbit]
RomanceTidaklah mudah menjalaninya, sebagai kaum minoritas di tengah lautan kegalauan setelah semua harapan dipatahkan oleh pengkhianatan. Berada jauh dari orang tua dengan hati yang tercabik-cabik setelah gagalnya pernikahan yang dibatalkan sepihak setela...