Mengenal Sydney dalam jarak dekat. Semula Orin mengemukakan keengganannya, tetapi karena dia melihat Ustazah Hanum telah meluangkan waktunya untuk mengantarkan dia menikmati udara Sydney, Orin akhirnya memilih untuk mengikuti jadwal yang sudah diberikan Ustaz Emil kepada mereka.
"Selamat menikmati udara Sydney, Mbak Orin."
Sebuah mobil mendekati tempat Orin berdiri bersama Ustazah Hanum. Rasanya belum lengkap jika pergi ke Sydney tidak menyaksikan Sydney Harbour Bridge yang bersebelahan dengan Opera House.
"Terkadang suatu tempat itu akan membawa kenangan tersendiri untuk seseorang. Mungkin juga untuk Mbak Orin, siapa tahu Sydney akan menggenapkan sebagian doa Mbak Orin untuk melaksanakan ibadah terpanjang dalam hidup."
Orin tersenyum tipis, mengartikan makna tersurat yang diucapkan dalam doa Ustazah Hanum. Jika nanti pada waktunya tiba, dia hanya ingin kejadian yang lalu tidak akan terulang lagi.
Kini pandangannya menyapu pemandangan yang bisa dia nikmati dari dalam mobil saat melaju. Dulu Orin hanya sanggup bermimpi, melihat betapa indahnya landmarknya Aussie ini. Sekarang mobil yang ditumpanginya sudah berhenti di jarak terdekat yang diperbolehkan untuk mencapai gedung yang terlihat seperti tumpukan piring putih di rak dapur itu.
"Mau masuk atau naik cruiser, mumpung sedang di sini kita nikmati. Tadi Ustaz Emil sudah titip pesan untuk menjamu dan mengenalkan Sydney kepada Mbak Orin."
"Waduh, Ustazah, saya jadi segan lo nanti kalau berkunjung ke Sydney lagi jika diistimewakan seperti ini." Orin tersipu tetapi mengikuti langkah Ustazah Hanum menuju ke dermaga. Sepertinya kali ini mereka akan mengelilingi teluk Sydney dengan cruiser.
Orin sudah memegang karcis untuk masuk ke cruiser yang sebentar lagi akan berlayar. Pengalaman pertama yang tidak akan dilupakan seumur hidupnya.
"Jangan takut, Mbak Orin, insya Allah aman," kata Ustazah Hanum ketika melihat raut kecemasan di wajah Orin.
"Saya tidak bisa berenang, Ustazah." Orin mencoba untuk tertawa kecil.
Percakapan ringan yang tersambung dengan percakapan lainnya hingga Orin lupa akan keresahannya. Sayangnya senyuman yang menghias bibirnya itu tidak bertahan lama saat kedua matanya menangkap bayangan yang sepertinya sudah sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya.
"Mbak Orin kenapa?" Melihat perubahan wajah Orin membuat Ustazah Hanum bertanya.
"Tidak ada apa-apa, Us." Tapi mata Ustazah Hanum lebih dulu menangkap sosok yang coba Orin hindari dari penglihatannya.
"Mbak Orin kenal dengan laki-laki yang sedang memandang ke arah kita itu?"
Orin bingung harus menjawab apa, jika dia menjawab iya pasti akan muncul pertanyaan lainnya. Sedangkan dia tidak ingin berbohong kepada siapa pun. Tetapi, mengakui bahwa laki-laki yang memandang mereka kepada Ustazah Hanum sebagai calon suami yang meninggalkannya karena pengkhianatan mualafnya dan wanita yang bersamanya itu adalah saudara sepupu yang hampir mengetahui semua cerita hidup Orin. Rasanya dia seperti menelanjangi diri sendiri di depan umum.
"Atau Mbak Orin mengenal wanita yang duduk di sebelahnya? Sepertinya sedari tadi mereka berdua melihat ke arah kita." Orin baru saja akan menjawab setelah berpikir lama. Tetapi suara mesin yang semakin menderu mengisyaratkan cruiser bersiap untuk memulai pelayarannya membuat Orin urung untuk bersuara.
Berusaha mengalihkan perhatiannya, meski sesungguhnya dalam hati Orin tidak bisa sepenuhnya menikmati perjalanan indah ini. Beberapa kali Ustazah Hanum menjelaskan apa dan bagaimana sejarah kota yang telah berusia ratusan tahun ini seolah menguap tidak satu pun yang masuk dalam ingatan Orin. Yang ada di otaknya sekarang adalah kapan perjalanan ini berakhir dan Orin memilih untuk menjauh dari Jimmy dan Dewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya SYDNEY [Terbit]
RomanceTidaklah mudah menjalaninya, sebagai kaum minoritas di tengah lautan kegalauan setelah semua harapan dipatahkan oleh pengkhianatan. Berada jauh dari orang tua dengan hati yang tercabik-cabik setelah gagalnya pernikahan yang dibatalkan sepihak setela...