Cerita itu mengalir dari bibir Matthew dengan lancar. Tidak satu pun terlewat sampai dia tidak sadarkan diri setelah peristiwa kecelakaan itu terjadi. Semua masih terbilang masuk akal, dan Matthew mempersilakan polisi yang mengintrogasinya mencocokan data dengan CCTV atau apa pun yang bisa mendukung keterangannya.
"I'm sorry to make you worried, Mom."
"I never taught you to do things that endanger yourself even for others too."
"I'm really sorry, Mom," kata Matt.
Kebodohan yang harus dibayar mahal oleh Matthew, air mata ibunya. Kekhawatiran dan lelah yang tampak dari raut wajah wanita yang melahirkannya ke dunia seolah memberinya cerita bahwa dia telah melewatkan banyak mimpi dalam tidur malamnya.
"There are two people who are also struggling like you. This stupid act of yours really embarrasses me."
"Ya, Mom. Matt keliru, harusnya malam itu Matt meninggalkan mereka dulu. Tapi justru Matt ditinggalkan dan pulang sendiri dengan keadaan yang seharusnya tidak mungkin mengendarai kendaraan sendiri."
"Bersyukurlah Matt, Tuhan masih memberimu kesempatan untuk memperbaiki hidup. Apa kamu masih belum percaya atas keagungan-Nya?" Matt hanya terdiam. Badannya masih sulit untuk digerakkan. Beberapa kasa masih membebat erat tubuhnya. Ada beberapa luka yang masih belum mengering.
"Mom, apakah orang yang aku tabrak menuntutku balik?"
"Jangan pikirkan itu, yang terpenting sekarang adalah kamu sembuh, dan bisa beraktivitas seperti semula. Melbourne menunggu keahlianmu, Sayang."
Meski meluapkan sedikit rasa kecewanya, Bu Alyne tetap menunjukkan betapa dia menyayangi putranya dan percaya apa yang diceritakan Matt adalah suatu kebenaran.
"Kapan aku bisa pulang, Mom?" tanya Matt lirih.
"Did I hear wrong? Are you delirious now?"
"No, Mom. I'm tired of being here." Bu Alyne menatap putranya dengan tatapan penuh cinta. Dia bahkan baru tersadar tidak kurang dari 24 jam dan sudah berkata bosan. Bagaimana rasanya menjadi Orin dan sopir taksi yang masih harus dirawat karena lukanya lebih serius daripada Orin?
"Matt, listen to me. Di dunia ini, ada hal-hal yang harus kita percaya meskipun itu sangat sulit diterima oleh logika. Karena kebesarannya yang merubah sesuatu yang bagi kita tidak mungkin menjadi mungkin." Matt kembali diam. Jika sudah berbicara seserius ini, ibunya akan semakin panjang bercerita ketika dia menanggapinya dengan bersuara.
"Jika melihat seberapa parah kondisimu kemarin? Rasanya sulit untuk berada di titik sekarang. Bahkan dokter pun menyerah ketika kondisimu turun drastis satu hari sebelum kamu tersadar. Namun, Mommy percaya bukan manusia yang menentukan umur sesamanya. Ada Allah yang selalu menjaga doa yang setiap saat Mommy panjatkan untuk kesembuhanmu." Matt menghela napasnya pelan.
"Dan doa Mommy terkabul, the miracle of love. Cinta yang pada akhirnya membuatmu bisa bertahan dan kuat. Cinta Mommy dan cinta Allah yang ingin memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri. Apa kamu belum bisa menerima itu sebagai hadiah terindah?"
"Mom--"
"Mommy tidak akan memaksamu, karena kamu sudah cukup dewasa. Tapi apa yang kamu kejar di dunia ini? Karir yang cukup gemilang? Allah sudah memberikannya padamu. Mommy yakin, ada kekosongan tempat di hatimu yang kamu sendiri tidak pernah tahu karena apa itu."
"Karena apa?" tanya Matthew.
Bu Alyne menggeleng. Berbicara dengan putranya tentang makna kehidupan ini memang butuh tenaga ekstra. Mengembalikan kepercayaan bahwa semua yang mereka jalani sekarang adalah ketetapan Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya SYDNEY [Terbit]
RomanceTidaklah mudah menjalaninya, sebagai kaum minoritas di tengah lautan kegalauan setelah semua harapan dipatahkan oleh pengkhianatan. Berada jauh dari orang tua dengan hati yang tercabik-cabik setelah gagalnya pernikahan yang dibatalkan sepihak setela...