Salju Pertama

169 37 23
                                    

Bukan hal yang menyenangkan berjalan di tengah udara dingin yang hampir menyentuh suhu nol derajat Celsius. Pada minggu kedua bulan Desember belum menunjukkan tanda-tanda turunnya salju pertama di musim dingin. Kendati demikian kepulan asap putih yang keluar dari mulut dan hidung saat bernafas merupakan pertanda adanya perbedaan drastis antara suhu tubuh manusia yang hangat dengan temperatur ruangan yang dingin.

"Aku tidak mengerti mengapa kamu selalu menyempatkan waktu untuk datang ke sini setiap pagi padahal kamu sama sekali tidak meminum kopi" tanpa basa basi Jessica langsung mengeluarkan omelan ketika melihat pria yang berdiri di luar kedai kopi.

Awalnya Jessica menduga bahwa pertemuan mereka kala itu hanya kebetulan yang tidak disengaja. Namun pada keesokan harinya dia melihat pria yang sama berdiri di sana, menunggu dan terus menunggu di setiap pergantian hari.

"Aku juga membeli minuman di sini" Taeyeon membuka daun pintu dan menahannya, mempersilakan wanita tersebut melangkah lebih dulu menuju antrean.

"Kamu bisa memilih tempat lain yang lebih dekat. Kamu tahu kan 200 meter ke kanan dari kantormu juga terdapat kedai kopi?" Jessica yang bekerja lebih dari lima tahun di kawasan Yongsan mengetahui seluk beluk area tersebut di luar kepala. Siapa sangka mereka berdua bekerja di lingkungan yang berdekatan.

"Ya tapi minuman di sini lebih enak daripada yang dijual di tempat itu" ucapnya berbohong. Taeyeon bahkan tidak tahu nama tempat yang dimaksud karena belum pernah berkunjung.

"Apa kamu sudah mencoba minum kopi andalan mereka?"

"Aku akan minum apa pun selain kopi"

"Dasar orang aneh, apa gunanya datang ke coffee shop jika tidak memesan kopi" Jessica menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan tawa.

"Agar aku bisa menghabiskan waktu 10 menit di setiap pagi untuk berbicara denganmu" Taeyeon membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung, menatap bayangan dirinya yang terperangkap dalam bola mata kristal.

"Selamat pagi, selamat datang di toko kami" suara pelayan dari belakang mesin kasir menyadarkan keduanya untuk kembali ke dunia nyata.

"Satu green tea latte dan satu vanilla latte" dia membuat pesanan tanpa bertanya lebih dahulu. Tanpa disadari memorinya mencatat hal-hal kecil yang disukai gadis itu.

"Aku saja yang membayar" Jessica buru-buru mengeluarkan dompet dari dalam tas tetapi Kim Taeyeon tidak pernah membiarkan seorang wanita membayar barang belanjaan.

"Terima kasih, nomor Anda akan dipanggil jika pesanan telah siap" pelayan mengembalikan kartu kredit beserta potongan kertas dari mesin kasir yang bertuliskan angka 05 sebagai nomor urut antrean.

"Kamu menyebalkan Taeyeon"

"Hm?" dia membuka lipatan dompet lalu menyimpan kartu berwarna emas.

"Biarkan aku membayar juga" Jessica mendengus kesal.

"Nah, ini tidak seberapa"

"Tapi kamu membayarnya setiap hari" Taeyeon hanya tersenyum menanggapi ocehan Jessica yang kerap kali dia dengar.

"Mau makan jjampong malam ini?" dia memilih salah satu masakan berkuah dengan cita rasa pedas yang cocok untuk menghangatkan perut.

"Boleh, asalkan aku yang traktir" Jessica menutup ruang diskusi, menyudutkan Taeyeon tanpa pilihan.

Dengan segelas minuman hangat di tangan mereka jalan beriringan meninggalkan kedai kopi. Jessica berbelok ke samping menuju gedung bertingkat di sebelah kanan yang merupakan kantor dia bekerja.

"Sampai jumpa nanti malam" dia memutar tubuh seperempat lingkaran menghadap temannya.

"Hm.. masuklah" Taeyeon melihat punggung gadis itu yang terus menjauh di setiap langkah kaki. Dengan seulas senyum dan lambaian tangan mereka menutup perjumpaan hanya untuk mengawali pertemuan lainnya yang akan terjadi di penghujung hari.

Love Letter (Taengsic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang