Sebuah Surat

297 46 19
                                    

Kesepuluh jari melompat ke sana kemari mengikuti deretan huruf dan angka yang tersusun rapi pada keyboard hitam di atas meja. Sesekali telapak tangan kanannya bergeser ke samping mengarahkan kursor untuk memilih menu perintah yang ditampilkan pada layar monitor. Sebagai pegawai yang baru bekerja selama satu minggu di kantor Taeyeon sudah mendapatkan banyak tugas untuk menghitung rencana anggaran biaya dalam sebuah proyek pembangunan berskala besar. Pekerjaan yang terkesan sepele mengingat dia adalah salah satu lulusan terbaik pada jurusan architectural engineering di Universitas Yonsei.

“Taeyeon” seorang lelaki berkaca mata tebal memanggil dari sudut ruangan. Partisi meja yang cukup tinggi menutupi sebagian wajahnya.

“Ya?” Taeyeon berjalan mendekat dengan perasaan cemas, khawatir jika dia ada melakukan kesalahan dalam pekerjaan.

“Tolong belikan aku sebungkus rokok dan kopi instan kaleng di mini market seberang jalan. Kalian ada yang mau kopi?” tanya Choi Seunghyun, kepala bagian dari departemen teknik. Dia mengambil beberapa lembar uang kertas dari dalam dompet.

Hampir semua orang yang berada di sana mengangkat tangan ke atas kecuali dua wanita yang duduk bersebelahan. Kim Seolhyun dan Seo Juhyun, dua orang perempuan di antara lautan pria. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan rata-rata didominasi oleh pekerja laki-laki, terlebih departemen teknik yang banyak menghabiskan waktu di lapangan. Namun demikian untuk urusan administrasi wanita dinilai lebih unggul.

“Taeyeon-ssi, biar aku saja yang berbelanja” Seolhyun terengah-engah mengejar langkah Taeyeon yang begitu cepat.

“Eh, tidak apa-apa. Aku juga butuh sedikit udara segar di luar”

“Biasanya untuk urusan berbelanja seperti ini Tuan Choi menyerahkannya kepadaku. Di pantry juga tersedia kopi kemasan sachet tapi bos kita selalu mengeluh tentang rasanya tidak sesuai selera. Dia orang yang pemilih” alih-alih kembali ke dalam gedung perusahaan, Seolhyun justru memilih berjalan bersama rekan kerjanya memasuki area perbelanjaan.

“Kopi jenis apa yang mereka suka?” Taeyeon nampak bingung melihat barisan minuman kaleng yang terpampang di atas rak besi.

“Pilih yang ini untuk mereka. Khusus untuk Tuan Choi diambil dari lemari penghangat” lima kaleng kopi instan berpindah ke dalam keranjang belanja.

“Tunggu, kamu belum mengambil milikmu”

“Ah itu.. aku tidak terlalu suka dengan rasa pahit” Taeyeon tertawa canggung, sedikit malu atas pengakuannya. Dia bertanya-tanya apa yang membuat kopi terasa nikmat? Karena rasanya yang pahit? Itu aneh.

“Kamu mau coba minuman ini?” Seolhyun mengangkat dua kaleng minuman berwarna merah muda. Satu miliknya dan yang lain untuk Seo Juhyun atau biasa dipanggil Seohyun.

“Ini sedang populer karena diiklankan oleh penyanyi Tiffany Hwang” tambahnya antusias.

“Hm ya, tambahkan satu untukku”

“Mau keripik singkong atau kentang?” tanya gadis itu.

“Tuan Choi hanya meminta kopi”

“Tenang saja, aku yang traktir. Selain minuman kita juga perlu camilan. Kamu tidak berpikir pulang cepat kan?” pada akhirnya Seolhyun mengambil kedua camilan tersebut dalam jumlah banyak.

“Aku merasa tidak enak hati jika pulang mendahului para senior. Departemen kita pulang dua atau tiga jam lebih lambat”

“Itu karena waktu penawaran proyek sudah semakin dekat. Kami hampir kewalahan dengan adanya kekosongan anggota di dalam tim. Kamu bergabung di saat yang tepat”

“Tolong berikan satu bungkus rokok seperti ini” Taeyeon mengeluarkan bungkus rokok yang sudah kosong di atas meja kasir.

“Pembayaran tunai atau kartu?”

Love Letter (Taengsic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang