Pertemuan Kedua

175 36 31
                                    

Angin malam bertiup kencang seiring dengan pergantian musim yang cepat berlalu. Apa hari ini akan turun hujan? Awan mendung terlihat samar di balik kegelapan tetapi kilatan cahaya mempertegas pertanda alam. Taeyeon mengeratkan genggaman pada tas yang menggantung di bahu, memainkan ujung sepatu di permukaan lantai. Untuk kesekian kalinya dia melirik arloji di pergelangan tangan kemudian diakhiri dengan tarikan nafas panjang.

“Kamu masih belum pulang?”

“Hmm..” kepalanya menoleh mengikuti arah sumber suara.

“Mau ikut pulang bersamaku?” Seolhyun menawarkan dengan senyum seribu megawatt.

“Tidak, terima kasih. Aku ada janji di luar. Mereka dalam perjalanan ke sini” Taeyeon membalas dengan seulas senyum tipis, tidak membiarkan udara dingin mengeringkan deretan gigi putih.

Pupus sudah harapan gadis itu untuk pulang bersama orang yang disukai. Tunggu, sejak kapan Seolhyun menyimpan rasa terhadap rekan kerjanya?

Apa ketika mereka makan siang dengan tim untuk merayakan proyek besar yang didapat? Tidak, perasaan itu sudah muncul jauh sebelumnya.

Mungkin waktu mereka berbelanja bersama ke swalayan seberang jalan? Tidak juga, Seolhyun bahkan menggunakan kesempatan itu untuk lebih banyak menghabiskan waktu berduaan.

Lantas?

Itu bermula sejak pertama kali mereka berjabat tangan di mana Taeyeon memperkenalkan dirinya kepada satu per satu rekan kerja dalam ruangan yang sama.

“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok” meski sedikit kecewa Seolhyun masih berusaha terdengar ceria.

“Ya, hati-hati di jalan”

Tiin.. Tiiinn..

Suara klakson yang berbunyi menandakan keberadaan sebuah mobil yang muncul dari ujung jalan, berjalan semakin lambat hingga berhenti sempurna di depan pintu utama.

“Cepat masuk” teriak Kwon Yuri dari balik jendela kaca yang setengah terbuka.

“Woah, mobil baru?” Taeyeon mengambil tempat kosong di kursi paling depan.

“Yah! Apa yang kau lakukan?!” suara Yuri naik tujuh oktaf melihat kelakuan temannya.

“Apa kamu tidak malu mengendarai mobil dengan plastik yang masih menempel begini?” Taeyeon berhenti sejenak menahan aksinya untuk menarik plastik bening yang membungkus sandaran kursi.

“Aku akan melepasnya nanti tetapi tidak–yah! Apa kau sudah gila!” mata Yuri terbelalak lebar menyaksikan kebrutalan tangan sahabatnya yang merobek plastik dengan kasar.

“Telingaku risi mendengar suara berisik seperti ini” ucap Taeyeon tanpa rasa bersalah seraya menggoyangkan pantat pada bantalan kursi di bagian bawah yang masih tertutup pelindung.

“Kamu benar-benar menyebalkan pantas saja tidak punya pacar” cibir Yuri yang asal bicara. Dia merasa sangat kesal hingga tidak peduli dengan kata-kata yang dilontarkan.

“Eh, sebagai sesama pria single tidak boleh saling merendahkan”

“Setidaknya aku punya gebetan”

“Maksudmu Yoona yang kamu ajak ke mana-mana tapi tidak ada kejelasan status. Ngomong-ngomong, ke mana mereka?” Taeyeon menengok ke bagian belakang mobil yang kosong. Dia baru menyadari jika Yoona dan Hyoyeon tidak berada di dalam mobil.

“Mereka berangkat lebih dulu untuk mendapatkan meja” kakinya menginjak pedal rem secara perlahan ketika lampu di persimpangan jalan menunjukkan warna merah.

Love Letter (Taengsic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang