Keberanian

164 37 26
                                    

"Kamu ingin pergi ke Paris?"

Taeyeon nyaris menjatuhkan ponselnya setelah tertangkap basah melakukan penelusuran harga tiket pesawat ke luar negeri.

"Cuma iseng" jawab Taeyeon dengan senyum kaku.

"Kebetulan yang terjadi berulang kali, itu konyol" Hyoyeon memutar bola matanya.

"Kamu yakin bisa pergi ke luar negeri?"

"Manajemen keuanganku cukup baik. Menabung untuk masa depan dan menyisihkan seperlima bagian sebagai bentuk penghargaan pada diri sendiri. Meski aku mempunyai anggaran untuk kegiatan travelling, tapi itu pasti membutuhkan biaya yang sangat besar"

"Aku tidak meragukan pengaturan keuangan yang baik secara alami mengalir dalam silsilah keluarga besar kita. Ayahmu mendirikan toko kacamata sedangkan ibuku mengelola bisnis kedai makanan. Kita adalah keturunan dari keluarga wirausaha, sudah sepatutnya kita pandai dalam menjaga keuangan. Kamu bahkan terjun ke dalam pasar modal. Berapa keuntungan yang kamu dapatkan?"

"Minus 5%"

"Yah, Kim Taeyeon!" seandainya tidak ada meja yang memisahkan tempat duduk mereka, bisa dipastikan nyawa lelaki itu dalam bahaya.

"Kamu lihat sendiri pemberitaan di media, ekonomi negara tidak stabil sehingga sektor perbankan mengalami penurunan. Tapi tenang saja, meski sedang terguncang, itu akan segera pulih. Kerugianku berangsur-angsur mulai berkurang"

"Berhati-hatilah. Jangan sampai uangmu hilang semua"

"Semoga saja tidak terjadi. Aku berinvestasi saham pada bank terbesar di Korea"

"Apabila kamu memerlukan uang lebih untuk liburan, aku bisa meminjamkannya"

"Tanpa bunga pinjaman?" sorot mata Taeyeon bersinar terang.

"Ya, kecuali kamu sengaja mengembalikan dengan nominal yang lebih besar, aku tidak boleh menolak niat baik tersebut"

"Tidak masalah asalkan aku boleh mencicil sebanyak 60 kali"

"Kamu pikir ini cicilan mobil. Sebenarnya aku lebih khawatir dengan kemampuan bahasamu"

"Nilai TOEFL ku sempurna" ucap Taeyeon dengan sebelah sudut bibir yang tertarik ke atas memamerkan senyum kemenangan.

"Tapi nada bicaramu sangat lucu" Hyoyeon menertawakan kelemahan sepupunya.

"Itu karena dialek bahasa daerahku yang kuat. Namun semenjak aku pindah ke Seoul, lama kelamaan nada bicaraku terdengar netral"

"Hm, berarti tinggal satu hal lagi yang perlu dikhawatirkan"

"Apalagi sekarang?" perasaan Taeyeon tidak tenang menebak hal bodoh yang ada di pikiran sahabatnya.

"Tinggi badanmu tidak cocok untuk berbaur dengan orang-orang tinggi di sana. Coba bayangkan, ketika kamu berbicara dengan salah satu gadis Eropa maka kamu akan dianggap melakukan pelecehan seksual"

"Hah, kenapa demikian?"

"Karena level mata kamu sejajar dengan payudara mereka"

Benar saja dugaan Taeyeon, isi kepala gadis itu dipenuhi dengan gagasan aneh di luar nalar. Dia menyesal telah membuang waktu untuk mendengarkan perkataan yang tidak berguna.

"Kenapa memilih kota Paris?"

"Kan aku sudah bilang, itu cuma main-main"

"Katakan saja yang sejujurnya. Kamu merindukan Jessica, benar?"

Taeyeon menegakkan punggung pada sandaran kursi, memperbaiki letak bingkai kacamata yang sedikit turun. Tidak mudah bagi dia untuk berbagi cerita karena kecenderungan menutup diri. Meski sudah satu tahun sejak kepergian gadis itu, nama Jessica masih sering dihindari dalam obrolan terbuka, terlebih saat Yuri bersama mereka.

Love Letter (Taengsic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang