"Kita bisa keluar dari sini, tapi ga semuanya.""Maksud kakak?"
Perempuan yang memiliki nama Cindy itu mulai menghela nafasnya lagi, ia sudah malas menjelaskan. Namun ia tak bisa membiarkan adik kelasnya ini mati disini seperti kekasihnya pula.
"Ini pertama kali kalian ada disekolah sampe selarut ini, 'kan?" Tanya Cindy yang diangguki oleh semua adik kelasnya.
"Penunggu sekolah marah, dia marah karena murid SMA ini selalu berbuat kegaduhan dan mengeluarkan kata-kata tak pantas yang sangat mengusiknya. Dia selalu mencari mangsa pada petang hari, tetapi ini adalah pertama kalinya ada siswa dan siswi yang tetap tinggal disekolah hingga petang hari, dan kebetulan.. dia sedang mencari mangsanya." Jelas Cindy.
"Tapi, kenapa?"
"Balik ke awal, dia keganggu sama kita. Dia adalah manusia yang menjadi korban perundungan disekolah ini, tetapi.. pihak sekolah sama sekali tidak melanjutkan kasus tersebut hingga membuat dia marah dan dendam akan semua siswa dan siswi yang berisik, apalagi sambil mengumpat."
Semuanya mengangguk paham, dari mana Cindy tau semua ini? Ia sudah tahu dari sang kakak yang dahulunya bersekolah disini. Namun ia baru tau jika harus meninggalkan korban agar yang lainnya dapat keluar.
"Dia itu kesepian, dia ga punya temen bahkan sampe nafas terakhir yang dia hembuskan. Dia marah, dia pengen punya temen. Disaat dia pengen orang lain merasakan siksaan yang ia hadapi dulu, juga."
Cerita Cindy dengan berbisik, mereka paham jika ternyata makhluk itu adalah arwah yang belum tenang karena dendam yang belum terbalaskan.
"Kalian bisa pulang." Celetuk Andika seraya berdiri dan mendekati pintu, melihat itu mereka semua rasanya ingin mengumpat.
"MAKSUD LO APA?" Teriak Nayla nampak tak terima, ia memang tidak menyimpan perasaan dengan temannya ini. Namun ia tidak bisa membiarkan teman kecilnya itu mengorbankan segalanya, untuk dia.
Mengingat dari awal Andika yang memotivasi mereka, rasanya tidak enak jika laki-laki ini harus mengorbankan nyawanya pula.
"Gue gabisa ngbiarin kalian ga pulang, gua selalu ngdenger Keiza yang bilang pengen pulang." Jawabnya dengan nada datar. Ia berusaha tidak meninggikan suaranya.
"Terus apa kita ngbiarin lo ga pulang?! Kita kejebak bareng-bareng, dan kita harus pulang bareng-bareng juga." Jawab Keiza dengan setengah berteriak.
"Maaf, tapi kalau lu ga pulang. Gua juga ga akan pulang, gua juga gabisa ngbiarin yang lain untuk ga pulang. Bahkan ngdenger Amira nangis dengan tatapan kosong aja hati gua sakit." Timpal Jinandra yang nampaknya ingin bergabung dengan Andika.
"Kalian ga akan segila itu, 'kan?"
Mereka berdua diam, tak bergerak ketika mendengar perkataan Cindy.
"Maaf, kak. Ini tanggung jawab gua sebagai ketua yang harus berkorban."
"GAK! Kalau lu berdua ga pulang, gua juga ga akan pulang." Ucap Nayla menekankan setiap katanya. Ia tak mau berhutang budi dan seenaknya meninggalkan kedua temannya itu.
"Iya, Ji, Dik. Lu berdua ga mikir? Mama, Papa kalian nunggu. Walaupun waktu berhenti.. tetep mereka nunggu anak laki-lakinya pulang." Tambah Nara.
"TERUS LU MAU NUNGGU? NUNGGU SAMPAI MAKHLUK ITU MILIH SALAH SATU DARI KALIAN BUAT DIJADIKAN TUMBAL?!" Teriak Andika yang sudah tak bisa menahannya lagi.
"Dik, lo sadar ga sih?! Temen-temen lo nahan lo sama Jinandra biar ga keluar karena mereka sayang sama lo berdua. Mereka masih mikir tentang gimana perasaan kedua orang tua lo. Apa kalian ga mikir?! Emang kita gabisa nunggu, tapi kita bisa berusaha." Ujar Haksa yang mencoba menyadarkan kedua temannya itu. Mereka terlalu memikirkan orang lain tanpa sadar jika bisa saja keputusan mereka salah.
"Berusaha dan pada akhirnya ngbiarin kalian jadi korban? Sa, lu denger sendiri kan kaya gimana Amira nangis, Hiva pingsan, Nayla hilang, bahkan Nara yang sempet debat kecil sama Andika. Mereka pengen pulang, dan gua ga sejahat itu buat ngbiarin mereka jadi korban." Jawab Jinandra tak mau kalah.
Cindy sudah pusing, dari semua orang.. hanya dia yang menerima akibat dari perbuatannya.
"Terus? Lo pengen buat gua ngerasa jadi orang jahat karena ngbiarin lo ngorbanin diri sendiri? Ji, sadar. Kita semua mau pulang dengan jumlah awal." Jinandra diam dan akhirnya dia kembali duduk, ia memang tidak bisa melawan ucapan perempuan.
"Maaf, tapi apa kalian juga kasian sama gua? Soalnya gua ga denger nama gua disebut, kalau kaga.. ya udah gua kasiani diri sendiri," Celetuk Zikra memecah keheningan, dan sedikit mencairkan suasana yang awalnya mencekam itu.
Jinandra dan Andika akhirnya bisa menjernihkan pikiran, benar. Mereka memang tidak bisa langsung mengambil keputusan.
"Gimana cara kita keluar, kak?" Tanya Nara ketika suasana sudah mulai tenang.
"Minta maaf, kita harus minta maaf sama dia. Tapi ya itu, bisa aja salah satu dari kita diminta jadi temannya." Jelas Cindy, Nara mengangguk dan menoleh ke arah semua temannya.
"Kalau mereka berdua siap, kita juga harus siap. Kita gatau siapa yang bakalan dipilih buat jadi tumbal dikejadian aneh ini," Ujar Nara yang mulai berdiri dan menyusul keberadaan Andika dibelakang pintu itu.
"Kalau misalnya lu ga pulang, gue minta maaf. Tapi kalau gue yang ga pulang.. sampein maaf gue ke yang lain, dan maafin gue." Bisik Nara sembari menjulurkan tangan kanannya, Andika hanya menerima uluran tangan tersebut dan menjabatkannya.
Ia tak mau membalas perkataan Nara, karena ia rasa.. yang lain tidak mendengarnya.
"AYO KITA PULANG!" Pekik Nara yang menyemangati teman-temannya itu, ia harus bisa membuat mereka semua percaya. Jika usaha tidak akan mengkhianati hasil, sekecil apapun itu hasilnya.
.
.
.
𝐭𝐛𝐜
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐆𝐞𝐧𝐠 ✓
AcakKisah pertemanan tak biasa yang diisi oleh orang-orang aneh. Pendiam, cerewet, emosian, lemot, pintar. Semuanya menjadi satu. Berusaha membangun suasana harmonis ditengah-tengah bahaya. Tanpa mereka tahu, mereka mengundang sesuatu. Bagaimana cara...