Bab V

1K 40 0
                                    

Naura sedang memoleskan lipstik pada bibirnya. Ia sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Setelah dua hari izin karena merawat Cavin, akhirnya cewek itu melanjutkan rutinitasnya sehari-hari. Setelas selesai urusan perbedakan, pada sentuhan terakhir Naura menyeprotkan parfum pada setelan kerjanya. Namun, ketika hendak berdiri, tiba-tiba saja Cavin masuk ke dalam kamar juga dengan setelan yang biasa ia pakai kuliah.

"Wangi banget istriku," pujinya tulus.

Naura tersenyum, ia lalu bangkit dari duduknya hendak berangkat. Namun Cavin menahan tangannya.

"Tunggu Mbak!" Cavin mengeluarkan sebuah amplop coklat yang cukup tebal dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Naura.

"Ini apa Vin?" Naura sedikit bingung.

"Karena sekarang kamu udah jadi istri aku, jadi urusan nafkah dan kebutuhan sehari-hari kamu aku yang nanggung."

Naura terdiam. Ia terpaku melihat isi dari amplop yang tadi diberikan oleh Cavin.

"Ini terlalu banyak Vin. Gue nggak bisa terima." Naura menyerahkan kembali amplop berisi uang yang diberi Cavin itu.

"Naura, itu halal, oke. Aku kasih ini semua dari hasil kerja keras aku selama ini. Jadi kamu terima ya?" Cavin memberikan lagi amplop tersebut ke tangan Naura.

"Vin, tapi lo ...?"

"Udah, kalau kamu gak percaya, minggu besok ikut aku. Aku akan nunjukin ke kamu biar gak ada salah paham lagi."

"Vin ...."

"Satu lagi, mulai sekarang kalau bisa kamu jangan panggil lo-gue lagi ya. Gak enak didenger. Aku juga akan manggil kamu Naura. Boleh kan?"

Naura mengangguk. Hatinya menghangat. Ternyata Cavin lebih dewasa dari kelihatannya.

"Ayok aku anterin." Cavin menggenggam telapak tangan Naura dan dan menarik lembut tangan Naura.

Naura yang diperlakukan seperti itu hanya menurut. Rasanya perut Naura seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu. Perlakuan Cavin seperti ini bisa-bisa membuat jantung Naura berhenti berdetak. Kalau seperti ini terus, Naura tidak kuat. Cavin terlalu manis.

Setibanya di kantor, Cavin lalu membukan pintu mobil untuk Naura. Naura yang hampir telat langsung keluar dari mobil. Ketika ia hendak melangkah, tiba-tiba Cavin menahan tangannya.

"Gak salim sama suami?"

Pipi Naura memerah. Dengan malu-malu, ia mengambil tangan Cavin dan mencium punggung tangan suaminya itu sekilas. Menyadari hal itu, Cavin lalu menarik pelan tangan Naura dan menyium kening gadis itu. Naura tak menduga Cavin akan melakukan itu. Bukannya tidak suka. Tapi di sini banyak orang. Naura masih belum terbiasa.

"Hati-hati ya, Nanti sore aku jemput!"

Naura hanya mengangguk. Ia lalu berjalan ke arah sahabatnya yang dari tadi sudah menunggu Naura tak jauh dari mobil Cavin.

"Cie ... pagi-pagi udah bikin jomblo iri aja nih." Lita, nama sahabat Naura di kantor menggandeng tangan Naura.

"Apaan sih, Lit. Lo tahu kan, gue tuh gak suka sama dia. Masih bocah ini." Naura membantah. Namun, ia sedikit ragu dengan jawabannya.

"Tapi kalau dilihat-lihat, dia orangnya bertanggung jawab. Dari tatapannya, dia tulus sama lo. Kalau gue jadi lo sih, gue meleleh kali diperlakuin kaya gitu."

Naura terdiam. Perkataan Lita ada benarnya. Semenjak menikah, Naura belum melihat sisi jelek Cavin. Bahkan Cavin itu terlalu manis untuk anak seusianya.

"Nau, lo dengerin gue nggak sih?" Lita cemberut.

"Apa sih, Lit?" tanya Naura gemas.

"Itu?" Lita menunjuk seseorang. Itu Bara.

Naura sedikit kaget. Kenapa Bara ada di meja kantornya. Dan sepertinya dia memang menunggu Naura.

"Hai Bara," Naura berusaha ramah. Lalu ia meletakkan tasnya di atas meja.

"Naura, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Bara tiba-tiba saja menarik tangan Naura. Membuat gadis itu terkejut.

"Bara, please. Jangan kaya gini." Naura menarik tangannya. Membuat Bara kecewa.

"Nau, aku baru aja dipromosiin buat naik jabatan. Gaji aku juga bakal naik Nau. Untuk itu aku mau kita bersama lagi."  Bara bersungguh-sungguh.

"Bar, kamu tahukan, aku itu udah nikah Bar. Dan pernikahan itu bukan untuk main-main."

"Tapi Nau, mau makan apa kamu kalau nikah sama bocah kaya gitu. Jangan munafik deh Nau, semua itu butuh uang. Aku gak yakin dia mampu nafkahin kamu. Untuk itu, kamu balik sama aku ya Nau. Aku janji akan bahagiain kamu."

Naura terdiam. Ia tak menyangka Bara akan berubah seperti ini. Setahu Naura Bara itu tidak seperti ini. Bara itu dewasa. Bara selalu berfikir positif dan tidak pernah menjelekkan orang lain.

"Bara, aku gak nyangka ya, kamu bisa kaya gini. Mana bara yang dulu?"

"Nau, aku begini karena kamu Nau. Aku sayang sama kamu." Bara memegang tangan Naura namun ditepis oleh Naura.

"Cukup Bara! Kita udah selesai. Jadi jangan cari gue lagi. Dan jangan pernah hina suami gue!"

Bara menjanbak rambutnya kasar. Ia lalu menatap Naura kejam.

"Oke Nau. Tapi jangan salahin gue kalau lo gak bakal tenang di kantor ini." Bara meninggalkan meja Naura.

Naura terduduk lemas. Lita yang melihat hal itu langsung menghampirinya dan mengusap pelan punggung Naura.

"Sabat Nau, jangan terlalu dipikirkan."

Naura mengangguk. Ia tak menyangka hidupnya akan jadi seperti ini. Orang yang ia sayang bisa berkata seperti kepadanya. Naura pusing dan ia ingin segera pulang.

❤ ❤ ❤

Sesuai janji, Cavin akan menjemput Naura di kantornya lagi. Untuk itu, ia segera saja mematikan laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas. Membuat Tasya, temannya menjadi heran.

"Kita belum selesai Cav," cegat Tasya.

"Sorry Sya, gue mau jemput Istri gue kerja. Lo sama Adit dulu ya. Lo mau kan Dit?" Cavin mengangguk ke arab temannya yang satu lagi.

"Santai," ucap Adit semangat. Karena ini kesempatan untuknya berduaan dengan Tasya. Walaupun Tasya maunya sama Cavin. Cowok yang ditaksirnya sejak SMA. Itulah sebabnya Tasya masuk ke Universitas yang sama dengan Cavin. Tapi kenyataannya, Cavin malah menikah dengan orang lain. Membuat gadis itu jadi patah hati.

Cavin tersenyum, ia lalu berjalan cepat menuju parkiran. Cavin tak mau Naura menunggu lama.

Setibanya di kantor Naura, ia lalu menghubungi gadis itu. Ternyata Naura sedang lembur. Untuk itu, Cavin memutuskan menunggu istrinya itu di dalam mobil.

❤ ❤ ❤

Naura menggerutu. Ternyata Bara benar-benar membuktikan ucapannya tadi. Buktinya, ia memaksa Naura untuk lembur. Alasannya, client mereka mempercepat pertemuan. Jadilah pekerjaan yang harusnya selesai minggu depan harus selesai hari ini.

Naura begitu kesal. Pasti Cavin bosan menunggunya. Buktinya sudah dua jam. Dan pekerjaan Naura belum selesai.

"Ini tolong dicek lagi." Bara meletakkan setumpuk berkas yang harus diperiksa Naura lagi.

"Lo gila ya Bar, kalau begini bisa-bisa tengah malam baru selesai!" ucap Naura emosi.

"Ingat Naura, kita di kantor. Tolong sopan!"

Naura geleng-geleng kepala. Emosinya benar-benar diuji sekarang. Untung saja Naura sangat menyukai peekerjaannya disini. Kalau tidak mungkin dia sudah menjambak rambut Bara sampai botak.

Di parkiran, Cavin sudah mulai gelisah. Sudah jam delapan malam, tapi Naura belum juga keluar. Bos macam apa yang tega mempekerjakan kariawannya sampai malam seperti ini.  Ditambah Naura pasti belum makan malam.

Cavin lalu mencoba menelpon Naura, namun ponsel istrinya itu tidak aktif. Cavin benar-benar khawatir dengan istrinya itu. Untuk itu, ia memutuskan untuk menyusul Naura ke dalam kantor. Sekalian membawakan makanan untuk istrinya itu.

Begitu sampai di ruangan Naura, Cavin begitu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia mengepalkan tangannya. Ini benar-benar keterlaluan.

I'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang