Bab III

1.2K 52 0
                                    

Seminggu sudah mereka berdua menikah. Dan sekarang Naura dan Cavin tinggal di sebuah apartemen yang dihadiahkan oleh orang tua Cavin. Setelah libur satu minggu, akhirnya mereka berdua kembali ke dalam rutinitas mereka sehari-hari. Naura sudah mulai bekerja sedangkan Cavin sudah mulai kuliah.

Naura bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak dibidang perdagangan dengan posisi yang bisa dibilang lumayan. Diusianya yang sudah menginjak 26 tahun, ia sudah bisa menghasilkan uang lebih dari cukup untuk dirinya sendiri.

Karena itulah Naura sangat ragu saat ia menikah dengan Cavin. Walaupun ia tahu Cavin dari keluarga berada sama seperti dirinya, tapi Cavin belum bekerja. Pemuda itu masih mahasiswa  semester empat, yang setahu Naura masih mengandalkan orang tua untuk kebutuhannya. Tapi kenapa orang tua Naura tega menyuruh Naura menikah dengan cowok yang masih minim dalam pengalaman hidup. Mau makan apa Naura nanti.

Naura mengambil laptopnya, setelah itu ia bergegas keluar kamar. Ini hari pertamanya bekerja kembali. Dan ia hampir terlambat sampai ke kantor. Begitu keluar dari kamar, Naura mencium bau masakan yang sukses membuat cacing di perutnya berbunyi. Ia melihar ke arah dapur, ternyata Cavin sedang memasak. Pemuda itu tanpak serius saat mengaduk makanan yang sedang dibuatnya. Ia bahkan tak menyadari Naura yang sudah berada di dekatnya.

"Gue berangkat ya Cav," ucapnya berjalan terburu-buru.

"Mbak, makan dulu!"

"Nggak, ntar aja. Udah telat!"

Cavin terdiam. Ia bahkan bela-belain bangun pagi demi membuatkan Naura sarapan. Namun gadis itu tak mau memakan masakannya, bahkan menengokpun tidak.

Cavin tersenyum. Ia memasukkan nasi goreng buatannya itu ke dalam tempat makan dan ia berniat akan mengirimnya ke kantor Naura. Ia harus sabar. Mereka bukan siapa-siapa kalau bukan karena perjodohan ini. Sekali lagi Cavin harus sabar. Naura pasti sangat terkejut karena harus hidup dengannya secara tiba-tiba. Dan itu semua pasti sangat sulit untuknya.

❤ ❤ ❤

Suasana di kantor Naura sangat heboh. Itu semua karena kantor mereka tiba-tiba dikirimi makanan yang banyak oleh Cavin. Tak tanggung-tanggung mereka semua jadi kenyang dan tak perlu lagi makan siang di luar.

"Ini ada tulisannya," teriak Inggit, salah satu rekan Naura di kantor. "Makan yang banyak ya, istriku," baca Inggit lantang.

"Cie ...," sorak teman sekantor Naura.

"Hmm, ternyata walaupum brondong, suami lo romantis ya Nau," Inggit meledek lagi.

"Apaan sih, Nggit!" Naura merebut bekal buatan Cavin dari Inggit dan pergi meninggalkan semua rekannya. Naura malu. Pasti setelah ini ia akan jadi ledekan seluruh kantor gara-gara menikah dengan lelaki yang jauh lebih muda darinya. Terlebih, suaminya itu mulai mendekatkan dirinya dengan lingkungan Naura.

Karena buru-buru, tak sengaja Naura bertabrakan dengan seseorang. Membuat bekal yang tadi dibawanya menjadi jatuh dan berserakan.

"Maaf," ucap orang itu. Suaranya tak asing.

Naura yang tadinya membereskan bekalnya lalu mendongak. Jantungnya berdegup kencang.

"Ba ... bara?" Naura tergugup.

"Hai Nau," Bara tersenyum. "Hmm, selamat atas peenikahannya." Bara mengulurkan tangannya.

Hati Naura hancur. Jujur saja, sampai detik ini hatinya masih milik Bara, dan mungkin Naura tidak akan melupakan lelaki itu. Bara lelaki terbaik yang pernah Naura kenal setelah ayahnya dan mereka sudah berpacaran sangat lama..

"Makasih Bara!" Mata Naura berkaca-kaca. Ingin rasanya ia berhamburan ke pelukan cowok itu. Tapi sekarang ia tak lagi mempunya hak atas Bara.

"Aku permisi," Bara lalu berlalu meninggalkan Naura.

I'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang