Bab XIII

631 21 2
                                    

"Maaf,"

Naura meremas tangan ayahnya. Takut dengan kalimat yang akan disampaikan dokter. Ayahnya yang tahu dengan ketakutan sang putri lalu membawa Naura ke dalam pelukannya. Biar bagaimanapun, Naura adalah putri satu-satunya. Walaupun sudah menikah, bagi ayah Naura ia tetaplah putri kecilnya. Ia ikut sakit jika Naura sakit begitupun sebaliknya.

"Maaf, tadi pasien sempat kehilangan detak jantung. Namun sekarang sudah kembali normal."

Tubuh Naura meluruh. Perasaan lega menyelimuti hatinya. Tuhan menjawab doanya. Ia bersyukur operasi yang dijalani Cavin berjalan dengan lancar.

"Saat ini pasien masih tak sadarkan diri. Kemungkinan besok baru bangun. Saya harap keluarga harus siap dengan efek samping yang mungkin akan dialami pasien. Saya akan resepkan obat anti kejang bila saja pasien mengalami kejang saat bangun nanti."

Baru saja tenang, sekarang Naura dilanda gelisah mendengar pernyataan dokter. Ternyata perjuangan Cavin belum selesai. Naura harus siap menerima apapun resikonya nanti.

"Itu tidak membahayakan anak saya kan Dok?" tanya mama Cavin.

"Kita doakan saja yang terbaik!"

Semuanya mengangguk. Naura lalu dibawa mama dan papanya ke sebuah bangku tak jauh dari sana. Mereka tahu pasti kalau saat ini tubuh putrinya itu sangat lemah. Mereka paham dengan apa yang dirasakan Naura.

"Jangan terlalu difikirkan Nau, ingat anak dikandungan kamu." Ibunya memperingatkan.

"Lebih baik kamu ikut papa sama mama pulang dulu. Kamu juga harus istirahat!" ucap papa.

Naura menggeleng, "Aku mau nunggu Cavin Pa. Nantu Cavin bangun aku ga ada. Cavin pasti cariin aku."

"Naura, denger mama. Dokter bilang Cavin gak akan bangun sekarang. Jadi kalaupun kamu disini gak ada bedanya. Nurut Naura. Cavin pasti gak mau kamu kenapa-napa."

"Tapi Ma?"

"Naura, nurut!" Papa tegas.

Akhirnya, mau tidak mau Naura ikut orang tuanya pulang ke rumah. Ia juga harus memikirkan anaknya. Kasihan kalau  bayi di kandungannya sampai kenapa-napa karena keegoisan Naura.

❤ ❤ ❤

Pagi-pagi buta, di saat semua orang belum datang, Tasya lalu menyusup masuk ke ruangan Cavin. Gadis itu sangat merindukan pria yang sudah disukainya  sejak lama itu. Tasya terenyuh melihat keadaan Cavin. Tapi juga ikut senang karena operasi Cavin berjalan lancar. Ia juga senang bisa melihat pria idamannya itu tanpa diusik Naura. Baginya itu cukup.

Namun, baru beberapa saat di sana, tiba-tiba saja Cavin membuka matanya. Tasya kaget bukan main. Ia ingin pergi, namun Cavin menahan tangannya.

"Sya, gue kenapa?" ucapnya heran.

Cavin mencoba menggerakkan tubuhnya. Namun kaku, ia tidak bisa bergerak.

"Sya, tolong gue?" ucapnya panik.

Ia mencoba sekuat tenaga, namun tiba-tiba tubunya mengejang. Melihat hal itu, Tasya sangat panik. Ia lalu menekan tompol darurat.

Tak lama, ayahnya dan tim datang. Tasya disuruh keluar dari ruangan.  Tasya sangat takut terjadi sesuatu yang buruk pada Cavin. Ini bukan maunya. Ia tidak tega melihat Cavin seperti ini.

"Ini kenapa?" Fania dan keluarganya yang baru datang ikut panik melihat dokter beserta tim terlihat panik saat memasuki ruangan Cavin.

Tasya menceritakan semua tanpa terkecuali. Fania menatapnya tak suka. Ia mengenal gadis ini. Gadis ini menyukai Cavin seperti yang diceritakan Naura. Ia tak mau kalau Tasya sampai memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Cavin.

I'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang