Bab VII

953 37 0
                                    

Naura melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia begitu terkejut ketika Fania memberitahunya kalau sekarang Cavin sedang bersama dengannya. Untuk itu, tanpa pikir panjang, Naura langsung berangkat ke tempat yang diberitahukan Fania itu.

Setibanya di tempat parkir, Naura langsung berlari. Ia segera masuk ke gedung yang paling tidak diingini semua orang itu.

Naura menelusuri lorong dimana Fania tengah menunggunya. Tak lama, ia melihat sahabatnya itu tengah dudud di sebuah bangku. Fania tak menyadari kehadirannya.

"Fan," Naura menepuk pelan bahu Fania. Membuat Fania menyadari kehadirannya.

"Nau, kok cepet banget," ucap Fania tenang.

"Mana Cavin!" Naura tidak melihat kehadiran suaminya di sana.

"Kita ke kantin yuk," ajak Fania. Namun ditolak Naura.

"Cavin mana Fan. Kenapa lo ngajak gue ke sini?" Naura mulai kesal.

"Nau, gue kasih tahu Cavin dimana. Tapi lo jangan syok, oke?"

Dada Naura bergemuruh. Perasaannya tidak enak. Gadis itu lalu memutuskan duduk di samping Fania.

"Cavin di dalam!"

Tubuh Naura melemah. Ternyata fikirannya benar. Terjadi sesuatu yang tidak baik dengan suaminya.

"Tapi lo tenang. Ini udah biasa kok," ucap Fania enteng.

"Maksud lo?" Naura tidak mengerti arah lembicaran Fania.

Ikut gue ke kantin yuk?" Fania menarik pelan tangan Naura dan membawa gadis itu ke kantin bersamanya.

Naura yang ingin kejelasan hanya mengikuti sahabatnya tersebut. Pikirannya kalut. Takut sesuatu yang buruk menimpa Cavin.

Flashback

Cavin terbangun dari tidurnya. Ia merasakan sakit kepala yang hebat. Ia mencoba tenang dengan memejamkan matanya. Namun, sakitnya tak kunjung hilang. Cavin lalu melepaskan genggamannya dari Naura saat merasakan tangan kanannya itu mulai bergetar. Cavin mencoba menghentikannya dengan menggenggam tangannya itu dengan tangan kiri. Namun nihil, getaran tangannya semakin kuat. Karena tak mau membangunkan Naura, akhirya Cavin mencoba keluar dari kamar.

Pandangan matanya membayang. Cavin benar-benar merasa kesusahan. Akhirnya karena tak tahan lagi, Cavin lalu menelponn suami Fania agar menjemputnya. Pemuda itu memutuskan keluar dari apartemen karena takut akan membangunkan Naura.

Naura begitu terkejut. Ia tak menyangka Cavin akan mengalami hal yang mengerikan itu dan ia tak tahu sana sekali.

"Terus kenapa dia masih di dalam?" Naura sedikit emosi. Ia merasa mereka semua keterlaluan menyembunyikan ini darinya.

"Karena waktu Rei nemuin dia. Cavin sudah tak sadarkan diri."

Tangis Naura pecah. Ia merasa seperti orang bodoh sekarang. Bisa-bisanya ia enak-enakan tidur saat suaminya berjuang untuk hidup. Bisa-bisanya ia tak tahu apa-apa. Naura mentapa Fania dengan tatapan tajam.

"Sebenarnya Cavin kenapa? Ini bukan kali pertama dia seperti ini!"

Fania terkejut. Walaupu ia sudah mempersiapkan semuanya untuk memberitahu Naura. Naman ia tetap takut. Takut Naura malah meninggalkan Cavin saat tahu semuanya.

"Nau, gue akan cerita semuanya. Tapi lo janji jangan tinggalin Cavin, oke." Egois mungkin. Tapi Fania tak mau kalau Cavin lebih menderita lagi.

"Ya lo bilang Fan. Kalo nggak gue mana ngerti masalahnya apa!"

"Oke gue cerita. Sebenarnya Cavin itu," Fania menghela Nafas. Semuanya terlalu berat.

"Fania cepat!"

"Oke, jadi sebenarnya Cavin kena kanker. Kanker otak stadium 3." Fania memejamkan matanya. Ia takut melihat reaksi Naura.

I'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang