Bab IX

890 28 0
                                    

Cavin melangkahkan kakinya keluar dari kamar Naura. Sudah dua hari ini mereka menginap di sana. Alasannya adalah mama Naura yang sedang merindukan putrinya. Cavin hendak menghanpiri Naura yang sedang duduk di ruang tamu bersama papa dan mamanya. Namun, ia menghentikan langkahnya saat mendengar samar-samar mereka sedang mengobrol tentang dirinya.

"Jangan gila Naura! Masa depan kamu masih panjang. Jangan korbanin masa depan kamu demi mengurus Cavin Nau."

Jantung Cavin berdetak tak karuan saat mendengar ucapan papa Naura. Ia menjadi merasa bersalah.

"Papa bener Nau. Coba kamu fikir sekali lagi. Apa kamu sanggup?"

Sekarang mama Naura yang berbicara. Cavin rasanya tidak kuat lagi. Ia memutuskan kembali ke kamar. Ucapan mama dan papa Naura itu benar. Tapi jujur saja, Naura adalah alasan Cavin masih bertahan. Apakah dia terlalu egois karena masih mengharapkan Naura untuk tetap.di sisinya.

❤ ❤ ❤

Setelah berdebat dan memberi pengertian kepada orang tuanya, Naura memutuskan untuk menghampiri Cavin di kamar. Pemuda itu belum juga keluar dari tadi pagi. Naura takut terjadi sesuatu yang buruk kepada suaminya itu.

"Cavin," Naura mengelus lembut rambut Cavin. Pemuda itu memejamkan matanya ketika mendengar pintu kamar dibuka.

"Makan dulu yuk?" ucapnya lembut.

Cavin tidak bergeming. Pemuda itu masih pada tetap bertahan seperti itu.

"Vin, kamu gak papa?" Naura memerikasa suhu tubuh Cavin. Semuanya normal.

"Vin, jangan bikin aku takut!" Naura menggoyangkan tubuh Cavin agak keras.

Tak tega, Cavin membuka matanya. Ia menatap Naura dengan tatapan datar. Tak ada senyum seperti biasanya.

"Kamu sakit?" tanya Naura khawatir.

Cavin menggeleng. Masih belum berbicara.

"Vin, kamu kenapa sih?" Naura mulai tidak sabar.

Melihat hal itu, Cavin lalu mengalihkan pandangannya. Ia tak sanggup menatap mata Naura.

"Aku bebasin kamu Nau. Kamu boleh nemilih pergi atau bertahan di sisi aku."

Naura tersentak. Kenapa Cavin berpikiran begitu? Naura yakin, mungkinkah Cavin mendengar pembicaraannya dengan Orang tua Naura tadi? Pasti Cavin salah paham.

"Vin, lihat aku!" Naura memegang kedua bahu Cavin. "Aku nggak akan ninggalin kamu Vin. Apapun yang terjadi!" ucapnya tegas.

"Tapi Nau? Kedepannya kamu akan dibikin repot. Aku nggak mau nyusahi  kamu!" Mata Cavin memerah. Pemuda itu terlalu emisional.

"Kamu denger pembicaraan aku sama papa mama?" tanya Naura akhirnya.

Cavin mengangguk. Memang benar semua karena itu.

"Kamu salah paham Vin. Pasti kamu mendengar setengah-setengah!"

"Maksud kamu?"

Naura tersenyun. Ia lalu ikutan duduk du samping Cavin yang sedang duduk di tepi ranjang. Kemudian Naura menyenderkan kepalanya pada bahu Cavin.

"Mama papa nguji keseriusan aku sama kamu. Papa bilang, kalau aku yakin, aku gak boleh nyerah. Aku harus dampingi kamu apapun yang terjadi. Tapi kalau aku gak yakin, aku harus tinggalin kamu sekarang. Biar nantinya tak terlalu sakit buat kamu."

Cavin memutar tubuhnya jadi berhadapan dengan Naura. Pemuda menatap Naura sendu.

"Kamu jawab apa?" tanya Cavin hati-hati.

"Apa ya?" Naura meletakkan tangannya di dagu.

"Naura!"

Naura terkekeh. Ia lalu menggenggam tangan Cavin .

I'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang