Jinan menghela napas saat membaca chat permintaan Cindy. Gadis itu selalu ada saja yang diminta. Dan lebih bodohnya lagi, selalu ia turuti karena tak tega.
Taksi online sudah menunggu di depan rumahnya, ia segera turun sembari menenteng tas serta topi. Ketika sampai di depan pintu, ia segera mengenakan topinya ke kepala.
Selama perjalanan, ia hanya menatap jendela. Pikirannya tertuju pada isi grup chat tadi, dimana Cindy tiba-tiba mengirim chat yang di luar dugaannya. Kesal? Tentu. Cemburu? Jangan ditanya lagi. Hanya saja ia gengsi mengakui kalau dirinya cemburu.
Di sebuah rumah, gadis berwajah manis yang sedari tadi menangis terus mengusap pipinya. Berharap air matanya berhenti keluar.
Pikiran tentang Jinan yang tidak lagi menyayanginya terus berputar di kepala. Ia juga bingung pada Jinan yang tidak memperlihatkan kecemburuannya sampai ia berpikir kalau Jinan tidak lagi atau bahkan tidak pernah menyayanginya.
Dering ponsel yang tergeletak di samping tubuhnya membuat ia menoleh. Pesan dari Jinan Ternyata.
"Aku udah di depan."
Segera ia turun dari ranjang dan berjalan ke depan meja rias. Ia rapikan rambutnya yang sedikit berantakan dengan sisir, mengusap air matanya sebentar lalu mengecek matanya. Dalam hati ia berharap Jinan tidak menyadari matanya yang sedikit bengkak akibat terlalu lama menangis.
Sebelum pergi ke pintu rumah, tangannya meraih kacamata yang tergeletak di atas meja dan segera ia pakai. Ada rasa senang Jinan mau menemuinya, tapi ada rasa kesal juga karena gadis itu hampir selalu menemuinya di saat seperti ini.
Ketika pintu pagar terbuka, ia menemukan Jinan yang sedang asyik menyedot minuman. Ada keheningan antar keduanya dengan Jinan yang masih minum dan Cindy yang menatap Jinan.
"Bagi," gumam Cindy melirik minuman Jinan.
Mendengar itu mata Jinan menatap pada minumannya lalu kembali pada Cindy. "Mau?" tanya Jinan yang diangguki Cindy.
"Beli sendiri." Seketika Jinan langsung menghindar ketika Cindy akan memukulnya. "BECANDA! Iya, ini aku beliin buat kamu juga. Jangan apa-apa mukul," ujar Jinan menyodorkan kresek yang ia bawa.
Cindy tersenyum lebar lalu mengambil kresek itu dari Jinan. "Ini pasti makanan buat aku," kata Cindy menarik kresek lainnya.
"Bukan sih," gumam Jinan.
"Kok bukan tapi kamu bawa ke aku?"
"Soalnya itu buat kucing kamu."
Tatapan kesal Cindy layangkan pada Jinan yang kini tampak santai-santai saja seperti orang tidak bersalah. Dengan cukup keras ia menutup pintu pagar hingga Jinan terlonjak kaget.
"TIDUR DI LUAR!" teriak Cindy.
"Ya, Cin, masa aku harus tidur di luar, sih. CINDY! Buka atau aku pulang-"
Pintu pagar terbuka dan kepala Cindy menyembul dari sana. "Tinggal dibuka, orang nggak dikunci. Nggak usah manja harus dibukain!" serunya yang kembali masuk.
Jinan mengerjapkan matanya beberapa kali dan segera masuk saat ia sudah sadar. Saat masuk ke dalam rumah Cindy, rumah itu tampak sepi.
"Orang rumah pada kemana?" tanya Jinan pelan.
"Pada di kamar, kamu nggak liat ini jam berapa? Jam segini udah pada di kamar, pada tidur," jawab Cindy.
"Terus kamu kenapa nggak tidur?" tanya Jinan lagi.
"Ya, nungguin elu lah, Jinan Safa!" kesal Cindy menjambak sedikit rambut Jinan. "Gitu aja nggak ngerti," gumam Cindy berjalan ke dapur.
"Udah makan belum?" Jinan mengangguk sembari duduk di kursi makan. "Siapa suruh duduk?" Mendadak ia segera berdiri dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RandomSekumpulan imajinasi yang terlintas di dalam otakku, dan aku rangkai dalam sebuah kata demi kata yang membentuk cerita. Hanya ingin menghibur, bukan mengajak untuk melakukan hal yang sama dengan semua ceritaku. Semoga menghibur dan selamat masuk ke...