"Sepatu gue, lo sembunyiin ya, Nal?! Kinal!! Banguuun!! Lo mau sampe kapan tidur?!" Gadis cantik bak bidadari itu tak hentinya memukuli teman sekamarnya. Pemandangan yang sudah biasa terjadi di setiap paginya."Bawel deh. Siapa juga yang sembunyiin sepatu lo. Liat noh, lo kan taruhnya di bawah meja belajar lo." Ucap gadis yang masih terus memeluk gulingnya.
"Elo kan, yang sembunyiin? ngaku nggak lo?!"
"Apa sih, Ve? Gue ngantuk, gue mau tidur. Kalo lo mau kuliah, ya kuliah sono. Jangan bikin kepala gue pusing pagi-pagi."
"Heh! katanya lo kelas pagi, sekarang nggak mau bangun. Lo mau jadi apa kalo kayak gini? Hah?!"
Kinal menutup matanya sembari memposisikan tubuhnya menjadi duduk. Dia mulai jengah dengan kelakuan Veranda yang tidak ada habisnya. Gadis bak bidadari itu sering sekali membuatnya kesal di pagi hari.
"Keluar." Kata Kinal dengan nada datarnya. Veranda yang sedang merapikan pakaiannya langsung menoleh ke arah tempat tidur.
"Apa lo bilang? keluar? yang harusnya keluar itu kan lo." Ucap Veranda sengit. Kinal membuka matanya dan mengambil satu bantal dan satu guling. Di bawanya keluar kamar sesuai ucapan Veranda.
"Lah? beneran keluar?" Tanya Veranda sendiri. Dia mengikuti kemana Kinal pergi. Terlihat gadis bergingsul itu mendaratkan tubuhnya di atas karpet yang ada di depan TV.
"Ngapain tidur di sini?" Tanya Veranda mendekati Kinal yang kembali menutup matanya.
"Ish! di kamar, disuruh keluar. Di sini, di tanyain ngapain. Lo maunya apa sih, Ve?!" Seru Kinal menatap Veranda tajam.
"Maunya gue? gue mau, lo keluar dari apartemen gue. Karena lo, gue nggak bisa bebas kemana-mana. Dikit-dikit lo aduin ke Mama, dikit-dikit ngancem lah, apa lah. Gue nggak bisa bebas! Ngerti lo?!" Kinal menghela nafasnya kasar. Ini sudah ke sekian kalinya Veranda mengungkit tentang ini.
Memang Kinal bisa tinggal di apartemen mewah ini karena permintaan Mama Veranda. Sebenarnya dia tinggal di sebuah kamar kost yang menurutnya sangat nyaman daripada tinggal bersama bidadari macam devil.
Keduanya bersahabat sejak kecil. Tapi perusahaan mereka bukanlah persahabatan yang manis. Melainkan seringnya bertengkar, membuat keduanya terlihat unik di mata keluarga mereka. Sejak kecil, Veranda dan Kinal selalu saja bertengkar hanya karena masalah sepele. Tapi selalu Kinal yang mengalah, padahal Kinal lebih muda satu tahun dari Veranda.
"Ya udah." Lirih Kinal berdiri. Gadis bertubuh tegap itu perlahan berjalan melewati Veranda yang terdiam karena ucapannya sendiri. Dia sadar akan apa yang baru saja dia ucapkan. Kakinya langsung mengikuti Kinal yang berjalan menuju kamar.
Di depan pintu, dia bisa melihat Kinal mengambil tas koper berwarna hijau muda di atas lemari dan mulai memasukan pakaiannya yang ada dalam lemari. Veranda menggigit bibir bawahnya. Kejadian ini kembali terulang. Memang dia pernah mengusir Kinal karena dia merasa cemburu atas ke dekatan Kinal dengan seorang pria. Dia terbawa emosi dan mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya dia ucapkan.
Dan kini kembali terulang. Dia terlalu emosi karena mengingat bagaimana kemarin Kinal merangkul juniornya di kampus tanpa peduli apa yang dia rasakan. Kinal memang tidak tahu tentang perasaannya dan sebaliknya. Veranda juga tidak tahu apa yang Kinal rasakan padanya. Mereka mencintai dan merasa tersakiti hanya dalam diam.
"Nal, gue..." Veranda kembali diam. Dia bingung harus mengucapkan apa kepada Kinal.
"Gue... gue nggak maksud bilang gitu, Nal. Please, lo tetep di sini, Nal. Ayolah, nal! jangan kayak anak kecil!!" Kinal berhenti memasukan pakaiannya. Dia menoleh ke sampingnya, menatap Veranda yang tiba-tiba saja membentaknya begitu keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RandomSekumpulan imajinasi yang terlintas di dalam otakku, dan aku rangkai dalam sebuah kata demi kata yang membentuk cerita. Hanya ingin menghibur, bukan mengajak untuk melakukan hal yang sama dengan semua ceritaku. Semoga menghibur dan selamat masuk ke...