Berhenti Melangkah Bersamamu (VinShan)

2.7K 177 15
                                    

Sebuah awal yang manis dengan jutaan kata yang manis pula. Cinta menutup mata hingga tak mampu melihat setitik dusta yang terselip. Menjalani penuh tulus dan ikhlas, namun berbalas luka yang dalam. Mungkinkah ini dapat di sembuhkan? Entahlah. Cinta yang tumbuh melupakan kita jika rasa manis mampu berubah menjadi rasa yang pahit. Bahkan amat sangat pahit. Meski di beri madu dengan takaran banyak, semua itu akan sia-sia. Dan mungkin... rasa pahit itu berubah menjadi rasa hambar.

Tetesan embun pagi menyejukan udara. Kicauan burung menyapa dalam telinga. Sinar mentari perlahan masuk di sela-sela jendela. Menembus kaca dan membuat seorang bidadari perlahan mengernyitkan mata. Setengah terbuka sembari mengulurkan tangan ke atas nakas sampir ranjang. Mata sipit itu melirik ponsel juga jam wekernya. Memastikan kalau apa yang matanya lihat tidak salah.

"WHAT?! AKU TELAT!" Seruannya terdengar sangat keras. Segera dia turun dari atas ranjangnya dan berlari kecil namun cepat, menuju kamar mandi di pojok kamarnya.

Bersih-bersih dan bersiap. Meski tak 100% rapi, dia akan tetap terlihat manis berkat lesung pipi yang akan terbentuk jika bibirnya bergerak. Melangkah menuju bawah untuk segera pergi. Namun, baru akan melewati ruang makan kakinya berhenti dan menoleh.

"Jam berapa ini, Shan? Tumben bangun telat. Yuk makan dulu!" Seorang wanita cantik menatapnya dengan penuh kasih sayang. Sementara gadis yang di panggil "Shan" itu hanya mampu menyengir dan melangkah pelan menuju wanita tersebut.

"Maaf ya, Ma? Hari ini Shani nggak sarapan dulu, telat. Shani berangkat dulu ya, Ma? Muuach! Sayang Mama!" Serunya berbalik dan melangkah menuju ke pintu luar. Tapi suara sang Mama kembali membuatnya berhenti.

"Kamu berangkat naik apa?" Shani menoleh pelan ke arah Mamanya. Menyengir dan menatap pria yang semakin berusia yang sedang duduk di kursi ruang makan. "Pa, anterin Shani dong, Shani nggak pesen taksi online." Katanya tersenyum sangat manis.

Papanya meliriknya sebentar dan tersenyum lebar. "Baik! Papa anter kamu sekarang dari pada anak cantik Papa ini terlambat." Ucapan sang Papa membuat Shani semakin melebarkan senyumnya. Ia berjalan mendekati Papanya dan mengecup pipi Papanya dengan sayang. "Makasih, Pa."

*****

Keseharian yang amat sangat melelahkan namun menyenangkan. Pagi kuliah, siang biasanya sudah pergi menuju theater JKT48 untuk persiapan theater malam nantinya. Aku terlahir sebagai gadis biasa. Organ tubuhku lengkap, dua mata yang beralis tebal, hidung satu dengan dua lubang, mulut dengan gigi yang rapi juga lidah, dua telinga, dua kaki, dua tangan serta semuanya memiliki jari yang lengkap dan bonus lesung pipi yang membuatku tampak manis. Itu kata orang, bukan kataku.

Seorang gadis biasa yang memiliki keberuntungan berbeda dari gadis-gadis lainnya. Aku berhasil menjadi seorang idol di sebuah idol group nomor satu di Indonesia. Yap! JKT48. Menjadi member itu susah-susah gampang. Aturan pertama yang harus aku taati ialah "Dilarang berpacaran selama menjadi member JKT48."

Menggapai mimpiku benar-benar dari nol. Berhasil masuk team T dan berpindah menjadi team K3. Sangat beruntung bukan? Bahkan tahun ini aku di percaya oleh banyak fans sebagai center di sebuah single. Senang? Tentu! Aku senang namun juga sedih. Why? Karena seseorang yang sangat aku cintai tidak bisa membawakan lagu yang sama denganku. Tapi membawakan lagu lainnya. Katanya, "Gapapa beda, yang penting masih satu team dan bisa jalan diem-diem kan?" Menyebalkan memang, tapi aku suka.

Ingat! Peraturan yang harus aku taati itu hanya tidak boleh berpacaran, 'kan? Tapi di sana tidak ada penjelasan tidak boleh berpacaran dengan siapa. Jadi, aku bisa berpacaran dengan sesamaku, 'kan?

Mungkin ini terdengar aneh. Menyukai sesama? Itu ditentang! Aku tahu. Aku tahu segala resiko yang akan aku hadapi jika aku ketahuan oleh orang di luar group kami dan bahkan oleh keluargaku. Tapi apakah kalian tahu? Cinta tumbuh tidak tahu diri. Sesuka hati datang dan seenak jidatnya pergi. Melukai dengan sadar dan meminta maaf dengan gampang. Begitulah cinta.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang