11. Watermelon Milk

4 0 0
                                    

Petra POV

Aku senang. Memang Jozi sangat sulit didekati, namun akhir-akhir ini dia tidak menolak keberadaanku seperti biasanya.

Aku sengaja berceloteh panjang lebar untuk membuatnya bicara, namun sepertinya aku masih harus berusaha lebih keras, gadis itu memang tidak mengusirku, namun dia masih tidak mau bicara. Melelahkan memang, tapi ini adalah sebuah kemajuan.

Aku sengaja membeli dua susu kotak rasa semangka. Kalau dipikir-pikir, hubunganku dengan Jozi semakin membaik setelah aku memberinya susu kotak ini tempo hari. Kepercayaan diriku meningkat, aneh, tapi aku merasa cara ini akan berhasil (lagi).

Aku tiba di kelas, suasana lengang, belum ada banyak orang. Sepertinya aku terlalu bersemangat, mulai dari bangun lebih awal dan bersiap-siap ke sekolah demi meletakkan susu kotak ini di meja Jozi.

Sekitar dua puluh menit kemudian Jozi datang, dia terheran menatap susu kotak di atas mejanya. Dia melirikku sekilas, aku bersikap seolah tidak tahu apa-apa sambil menggulirkan layar handphone.

Jozi tidak bicara apa pun. Dia langsung duduk, meletakkan kepalanya di atas meja dan menatap keluar jendela. Selalu begitu. Jozi tidak pernah berbicara pada siapapun di kelas ini kecuali urgensi. Gadis itu banyak diam di tempat, merenung, hingga memejamkan mata di tempat duduknya.

Jozi adalah gadis yang penuh misteri. Layaknya puzzle, aku sangat bersemangat mengumpulkan kepingan informasi tentangnya, aku menantikan saat di mana puzzle itu lengkap hingga akhirnya bisa kupahami.

Lima menit kemudian, datang seseorang. Dia menyenggol sikut Jozi hingga gadis itu terpaksa mengangkat kepalanya.

"Apa aku boleh meminta ini?" Tanyanya selagi mengambil susu kotak yang masih ada di meja Jozi.

*****

Kenzo POV

Hari ini, di gerbang sekolah, aku melihat si anak baru tampak riang gembira. Dua buah susu kotak dia genggam masing-masing di tangan. Anehnya, ingatanku langsung kembali ke saat itu. Saat di mana anak baru menyodorkan susu kotak semangka pada si kacang.

Meskipun aku bukan perempuan, nyatanya instingku cukup bagus untuk mengetahui kalau si anak baru berniat melakukan hal yang sama lagi.

Aku melihat semuanya. Ketika anak baru meletakkan susu kotak itu di atas meja si kacang, hingga akhirnya si kacang yang baru saja datang tampak kebingungan. Kukira si kacang akan menolak pemberian itu, nyatanya dia memilih diam dan membiarkan susu kotak itu bertengger di atas mejanya.

Ini aneh sekali, tidak biasanya seperti ini. Sesuatu dalam diriku mendorong untuk melakukannya. Aku sempat bergelut dengan batin, namun kakiku lebih cepat bekerja daripada otak.

Aku mendekati si kacang yang sedang memejamkan mata. Dasar, ini masih pagi, namun dia sama sekali tidak bersemangat. Dia sudah seperti koala yang malas.

Aku menyenggol sikutnya. Si kacang mengangkat kepala, menatapku datar.

"Apa aku boleh meminta ini?" ucapku pada akhirnya.

Si kacang melirik Petra sesaat, namun ia segera mengangguk tanpa sepatah kata. Aku menyeringai puas, lalu kembali ke tempat dudukku untuk menikmati susu kotak yang rasanya sangat aneh ini.

Apa anak baru itu tidak bisa membeli rasa yang lebih familiar di lidah? Kenapa harus semangka?

Tapi biarlah. Aku sudah cukup puas melihat wajah Petra barusan. Dia melongo tak percaya sekaligus kecewa. Sepertinya dia tidak menyangka kalau si kacang akan semudah itu memberikan susu kotak ini kepada orang lain.

*****

JOZI POV

Aku berjalan pelan di pinggiran lapangan. Kali ini aku cukup lega karena tidak diburu-buru waktu. Hari ini sekolah memulangkan siswa-siswinya lebih awal karena ada festival daerah yang berlangsung.

Sudah agenda tiap tahun kota Prasva menyelenggarakan festival seni besar-besaran. Festival itu berisikan pameran seni, penampilan musik, dan ditutup dengan pesta kembang api di malam hari. Jalanan raya menjadi padat, stand makanan bisa ditemui di pinggir jalan.

Namun, ditengah hiruk pikuk yang menyenangkan itu, aku harus bekerja. Sudah dua tahun terakhir aku melewatkan festival Prasva begitu saja.

Saat aku asik melamun, sebuah bola melesat cepat ke arahku. Detik berikutnya, bola itu menghantam dadaku, lebih tepatnya mengenai payudaraku. Rasanya luar biasa nyeri.

Aku terjongkok, merintih kesakitan.

Samar-samar aku mendengar cekikikan tawa. Aku tidak mengerti, bisa-bisanya mereka tertawa di atas penderitaan orang lain? Mereka sungguh berpikir ini lucu? Melihat seseorang kesakitan?

"Hei.. kau.. baik-baik saja?" Sebuah suara berat terdengar di telingaku. Aku tahu pemilik suara ini, Kenzo.

Aku berdiri selagi menahan rasa sakit. Salah satu tanganku masih berada di dada.

"A-aku sungguh tidak sengaja.. bagaimana ini.." Tidak garang seperti biasa, laki-laki maniak bola ini tampak kikuk dan kebingungan.

"Bukankah kau harusnya meminta maaf terlebih dahulu?" sahutku tidak terima. Dengan wajah kesal aku meninggalkannya begitu saja.

Sial. Semua orang memuakkan!
*****

KENZO POV

Aku menggiring bola dengan cepat. Sebelum lawan berhasil merebutnya, aku sudah mengoper bola itu lebih dahulu ke pemain gelandang dari timku. Naas, operanku meleset. Lebih naasnya lagi, bola itu mengenai dada seorang gadis!

Gadis itu terjongkok menahan sakit. Aku belum menyadari siapa gadis itu hingga akhirnya pada jarak lima meter aku bisa melihat wajahnya. Lagi-lagi dia. Jozi si kacang.

Gadis itu merintih kesakitan, satu tangannya ia silangkan di depan dada. Sial. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi ini. Mulai dari si kacang, hingga fakta bahwa bola itu mengenai dadanya membuatku canggung. Aku gelagapan seperti orang bodoh.

"Hei.. kau.. baik-baik saja?" tanyaku memberanikan diri.

Konyol. Entah kenapa jantungku berdetak lebih cepat.

"A-aku sungguh tidak sengaja.. bagaimana ini.." ucapku kikuk sambil menatap ke bawah. Entah apa yang terjadi, aku merasa malu hingga tidak berani menatap wajah si kacang.

"Bukankah kau harusnya meminta maaf terlebih dahulu?" sahut si kacang jutek.

Selanjutnya si kacang pergi begitu saja tanpa menberiku kesempatan untuk mengucapkan kalimat maaf. Dasar. Dia selalu begitu, pergi ketika aku bahkan belum selesai bicara.

Aku memperhatikan langkahnya yang semakin jauh. Diam-diam, aku menggigit bibir bawahku. Merasa ngilu ketika membayangkan apa yang gadis itu rasakan. Bola yang kuoper cukup keras, pasti rasanya sangat menyakitkan.

Karena merasa tak enak hati, aku memutuskan untuk keluar dari pertandingan dan berjalan menyusul si kacang.

*****

FROM ME, TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang