Kenzo POV.
Sepertinya si kacang baik-baik saja. Aku sengaja mampir ke toko untuk memastikan keadaan si kacang. Setelah melihatnya langsung, aku merasa lega. Berarti pria brengsek bernama Daniel itu sungguh menepati janjinya untuk berhenti mengganggu si kacang.
Sepertinya tampang berandalanku cukup membuat pria berengsek itu cemas, apalagi saat aku menyebut diri sebagai anggota geng yang bahkan tidak pernah ada. Saat itu aku tidak menyangka akan semudah itu membodohinya. Tubuhnya memang besar, namun dia kelewat tolol untuk menyadari tipu muslihatku.
Aku merogoh saku, berniat mengeluarkan handphone dari sana. Ada sebuah pesan masuk dari mama, dia memintaku untuk segera pulang karena hari ini adalah hari peringatan kematian papa.
"Sudah tujuh tahun berlalu rupanya" gumamku sambil melanjutkan langkah.
*****
Petra POV
Mama menatapku bingung ketika aku minta disiapkan bekal makan siang sebanyak dua porsi.
"Mulai hari ini dan seterusnya, aku cuma mau makan masakan mama"
"Tumben sekali. Lalu kenapa harus dua porsi?"
"Aku.. aku bisa kelaparan jika hanya makan satu. Belajar di sekolah benar-benar melelahkan" ucapku mengada-ada.
Mama merespon ucapanku dengan senyuman kecut, tapi aku tahu mama sedang berusaha menyiapkan apa yang aku minta.
Dalam hati aku memohon maaf sejadi-jadinya. Aku terpaksa berbohong pada mama. Faktanya aku berencana menyerahkan porsi satunya lagi pada Jozi.
Ya, rencananya aku akan mengajaknya makan siang bersama.
*****
Jozi POV
Aku menguap. Jarum jam berjalan lambat sekali, rasanya aku ingin segera memejamkan mata dan menikmati waktu istirahat makan siang dengan tidur.
Beginilah jadinya kalau harus sekolah sambil bekerja. Mau tak mau aku harus begadang dan menyelesaikan tugas-tugas sekolahku yang menumpuk di malam hari. Hasilnya sudah jelas, aku menjadi monster panda yang selalu terkantuk-kantuk di kelas.
Aku menghela napas lega begitu mendengar bel istirahat berbunyi. Dengan sigap kumasukkan buku-buku pelajaran ke dalam laci, lalu menenggelamkan kepala di meja.
Baru saja aku menutup mata, ada seseorang yang mencolek bahuku. Aku mendesah kesal, siapa gerangan yang berusaha menggangguku?
Rupanya Kenzo. Dia menatapku datar dengan membawa kotak makan siang. Tanpa kata, dia meletakkan kotak makan siang itu di mejaku dan pergi begitu saja.
Apa maksudnya? Kenapa dia melakukan ini lagi?
Aku terdiam beberapa saat, memikirkan alasan yang mungkin membuatnya melakukan hal ini, karena jujur saja, akhir-akhir ini sikap Kenzo menjadi aneh. Dulu laki-laki itu sering mencibir, mengejek, atau bahkan merendahkanku. Hobinya bertengger di kursiku pun sudah jarang ia lakoni, malahan aku tak pernah melihatnya melakukan itu lagi.
Tunggu dulu. Apa dia menyukaiku?
Noooo! Aku menggelengkan kepala merasa jijik. Tidak, tidak mungkin begitu. Bagaimana bisa aku memikirkan hal bodoh seperti itu? Cinta? Yang benar saja! Aku hampir mual dibuatnya.
Di tengah pergulatanku dengan batin, seseorang mendekat dari sebelah kananku. Aku masih belum melihat wajahnya, tapi tangannya menyodorkan kotak makan siang berwarna biru padaku.
"Aku sengaja membawa dua bekal, satu untukku dan satunya lagi untukmu. Supaya lebih menyenangkan, ayo kita makan bersama" ajak Petra dengan semangat.
Sebelum aku berhasil menolaknya, laki-laki itu telah lebih dulu memutar kursi di hadapanku. Kini aku berhadapan wajah dengannya.
"Oh, kau membawa bekal?" tanya Petra sambil menunjuk kotak makan siang pemberian Kenzo.
Aku menggeleng. "Itu bukan milikku." jawabku singkat.
Seperti kataku sebelumnya, lagi-lagi aku kesulitan menolak tawaran Petra. Rasanya kejam sekali untuk memadamkan sinar di wajahnya.
Saat itu aku masih belum sadar kalau pribadi keras dan ketusku lambat laun meleleh.
*****
Kenzo POV
Aku kembali ke kelas dan mendapati si kacang makan siang bersama si anak baru. Perhatianku langsung tertuju pada kotak makan siang si kacang dan menyadari kalau itu bukan makan siang pemberianku.
Aku bisa langsung tahu kalau ini semua ulah si anak baru, Petra.
Aku mendekat kepada mereka, kemudian sengaja berdeham.
Bukan main. Entah mereka berpura-pura tidak menyadari keberadaanku atau malah sengaja mengolokku dengan cara seperti ini, tetap saja ini menyebalkan.
Aku berdeham lebih keras.
Si kacang menoleh dan menatapku penuh tanda tanya. Aku berdecak sebal, tanpa disuruh, aku langsung menyambar kursi dan duduk di antara si kacang dan anak baru.
Bekal yang tadi kuberikan pada si kacang kuambil dan kumakan dengan lahap. Si kacang dan anak baru terdiam, menatapku kebingungan. Sekali lagi, aku tidak menghiraukannya.
"Sedang apa kalian? Jam istirahat hampir habis." seruku agar mereka berdua berhenti menatapku.
Sebetulnya aku sudah makan siang di kantin tadi, tapi apa boleh buat, amarah membuatku menyantap hidangan ini. Semoga saja aku tidak sakit perut.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM ME, TO YOU
General Fiction'Masih adakah tempat untukku di sini?' -Jozi Askara Ini adalah kisah yang teramat biasa, tentang seorang gadis berusia 17 tahun dan 'musuh' terbesar dalam hidupnya.