13

3K 167 1
                                    

Clara masuk ke dalam kelas dan duduk di jejeran orang-orang kaya lainnya. Padahal ini hanya pengambilan rapot tapi entah kenapa semua wali murid menggunakan baju yang glamor.

"Suasananya" gumam Amanda yang menyadari jika atmosfer kelas terasa suram. Mereka semua hanya diam, tidak ada senyum atau sapaan seperti orang-orang kebanyakan.  Rasanya seperti ada di arena gulat dengan harapan anak mereka sebagai pemenangnya.

Bu Angel selaku wali kelas masuk ke dalam dengan beberapa anak OSIS yang membawa tumpukan rapot. Dengan senyum yang terus terpancar di wajahnya dia menatap selembar kertas berisi daftar siswa yang ada di kelas.

Sebelum sang guru berbicara, Amanda pergi keluar menuju papan pengumuman sekolah. Walau terkesan tidak sopan dia tak perduli.  Sebelum orang-orang berkumpul di sana lebih baik dia melihatnya terlebih dahulu peringkat umum yang baru ditempel oleh anggota OSIS.

Benar saja. Sesampainya di sana Amanda hanya melihat dua anak OSIS yang sibuk menempelkan Lembaran kertas di papan pengumuman.

Kedua orang itu menatap Amanda dengan senyum ramah lalu bergegas pergi.

"Sebenarnya orang-orang kerasukan apa sih" ucap Amanda heran. Pasalnya suasananya menjadi menakutkan karena senyuman mereka.

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menatap jejeran nama murid seangkatannya. Dia mulai melihat dari peringkat sepuluh lalu naik sampai berhenti di urutan pertama.

"Owh... Peringkat dua ya. Kayaknya gue terlalu meremehkan Tasya" Amanda menatap nilainya dan Tasya yang tak jauh berbeda. "Jaraknya cuma tiga angka ... Yah mungkin semester depan" .

Dia membalikkan badannya dan tersentak ketika melihat Angga sudah berdiri tepat di depannya.

"Selamat, nama lo masuk tiga besar" .

Amanda memutar matanya malas. Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia pergi meninggalkan Angga namun dengan cepat Angga meraih lengannya. Dia menatap Amanda dengan serius. "Suatu hari nanti, lo bakal jadi milik gue".

Amanda menepis tangan Angga lalu buru-buru pergi dari tempat itu. Dan berhenti tepat di depan kelasnya.

Terlihat dari jendela  Clara dan bu Angel sedang berbicara entah dengan apa. Namun tampak jelas senyuman tipis terukir di bibir Clara. Yah lebih tepatnya senyuman yang penuh dengan kesombongan.

Mereka berdua berjabat tangan lalu Clara dengan anggun keluar dari kelas. 

Amanda tersenyum ketika melihat Clara dan begitu  juga sebaliknya. "Peringatan satu di kelas, peringkat dua seangkatan. Wah kelihatannya uang saku Rasta benar-benar akan naik".

Clara membelai pipi Amanda dengan lembut. "Semester depan kamu bisa lebih baik kan daripada ini".  Tangan Clara berpindah ke pundak Amanda lalu meremasnya. "Hanya tiga digit Rasta" ucapnya dengan suara tertahan.

"Sekarang ikut mama" Clara berjalan mendahului Amanda.

"Dasar sinting"  ucap Amanda kesal.

*****

"Nilai kamu naik. Itu bagus" ucap Andi ketika melihat rapot anaknya.

"Uang jajan Rasta. Harus naik" ucap Amanda tanpa menginginkan yang lain.

Andi menyeruput kopinya lalu menatap Amanda. "Itu sudah janji papa".

Amanda tersenyum puas. Akhirnya misi mengurangi kemiskinan berhasil diatasi. Sekarang tinggal masalah Clara yang masih tak terima dengan pencapaian Amanda.

"Tiga digit lagi dan kamu akan jadi juara umum.  Sebenarnya kamu becus gak sih" ucapnya dengan suara yang meninggi.

"Jangan berkhayal Clara. Dari peringkat sepuluh kebawah menjadi peringatan dua itu sudah hal yang bagus. Akan aneh jika tiba-tiba anak ini menjadi seorang jenius".

CRAZY GIRL (transmigrasi) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang