Ayah

10 2 0
                                    

"Kemarin, aku bertemu dengan seorang gadis."

Belum selesai menjelaskan, Muara menepuk lengan kakaknya.

"Gadis siapa? Kau ingin berpaling dari Kak Ritika?"

Fathur menatap adiknya jengah. "Dengarkan aku dulu. Ya ... aku akui, aku masih mencintai Ritika. Tapi, gadis itu, dia ... dia aneh."

"Aneh?"

"Entahlah. Aku merasa terkoneksi dengannya. Cara dia menyapaku, memberikan senyuman singkat, semuanya."

"Gadis mana yang kau ceritakan? Dia tinggal di desa ini juga?" tanya Muara.

"Aku juga tak tahu, aku baru melihatnya kemarin saat aku jogging."

"Kakak tahu namanya?"

"Vidya. Temannya memanggil dia dengan nama itu."

"Vidya? Bukankah itu nama kakaknya Sonya?"

Fathur memasang wajah bertanya.

"Iya. Kak Vidya itu kakaknya Sonya. Aku dengar dari Sonya, kakaknya itu sedang libur kuliah, jadi dia pulang sebentar ke desa."

"Benarkah? Artinya, dia calon sarjana?"

"Lebih tepatnya, sarjana kedokteran."

"Kedokteran?" Fathur terkejut.

☆☆☆

Tangan Ankara sibuk memasang umpan ke kail pancing, sementara Syam yang sejak mereka mulai memancing tak juga dapat tangkapan bersemedi di atas batu besar sambil sesekali menguap lebar.

"Ikan oh ikan, dimana kau? Kenapa tak memakan umpanku?"

Ankara menepuk punggung Syam, menyuruhnya melempar pancingnya yang sudah diberi umpan. Kini, keduanya duduk bersebelahan menunggu ikan.

"O iya, aku sudah lama ingin menanyakan hal ini padamu."

"Apa?" tanya Ankara menggunakan isyarat.

"Kau tidak sedang menyukai Muara, kan?"

Ankara memundurkan wajahnya beberapa centi. Dia menujuk dirinya sendiri. "Kau sendiri?"

Syam diam sesaat. "Sepertinya aku menyukai Muara. Tidak, tidak hanya menyukainya, tapi sangat menyukainya. Apa aku dan Muara cocok?"

Benar dugaanku. Syam menyukai Muara.

Dua jempol Ankara acungkan kepada Syam. Ankara menambahi. "Aku akan sangat mendukung kalian. Kulihat, Muara juga menyukaimu."

"Kau juga merasa begitu? Aku juga. Tapi, benar, kau tak menyukai Muara? Aku tak ingin, hanya karena menyukai satu gadis yang sama persahabatan kita hancur."

Ankara melambaikan tangannya. "Itu tidak akan terjadi. Aku tak menyukai Muara."

"Lalu, siapa yang kau sukai? Oh, Sonya? Kau menyukai gadis itu, kan? Kulihat kalian sering bersama."

Ankara cukup terkejut akan anggapan Syam itu. Tapi tak apa, biarlah Syam beranggapan demikian, agar dia tak curiga bahwa sebenarnya dirinya menyukai satu gadis yang sama, yaitu Muara Kalani. Ankara merasa, Syam lebih pantas untuk Muara daripada dirinya yang tak punya apa-apa.

"Ya, aku menyukai gadis itu. Lucu sekali, kenapa aku bisa menyukainya," balas Ankara.

Diam sesaat sebelum sebuah ikan memakan umpan di pancing milik Ankara. Cepat-cepat Syam terjun ke sungai menangkap ikan itu dengan jaring yang dia bawa.

"Akhirnya! Dapat juga, mantap!" teriak Syam girang bukan main. Syam naik lagi membawa ikan tangkapan mereka. Setelah memasukkan ikan tersebut ke wadah khusus, Syam kembali ke tempat semula.

Ankara Muara [NOVELET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang