Seisi rumah digemparkan dengan datangnya ular yang entah dari mana. Iyem dan dua asisten di rumah Muara menjerit-jerit sambil melarikan diri dari dapur.
Tak hanya dari dapur saja, Heni yang baru bangun tidur juga dikejutkan ular yang berada di tempat tidurnya. Heni keluar dari kamarnya.
Muara yang tengah menikmati secangkir teh sambil menonton TV dibuat tercengang akan kegaduhan yang terjadi. Dia menghampiri Ibunya yang berlarian dari lantai atas.
"Ibu, ada apa?"
"Di kamar Ibu ada ular, Nak."
Iyem dan dua asisten lainnya menuju ruang tengah untuk melapor pada nyonya mereka.
"Nyonya, di dapur ada ular," ucap Aminah yang seluruh tubuhnya bergemetar ketakutan.
"Iya, Nyonya. Saya takut," imbuh Iyem.
"Kalian juga menemukan ular? Di kamar saya juga ada ular. Astagfirullah. I-Iyem, panggil Amran, suruh dia untuk memanggil pawang ular."
"B-baik, Nyonya."
"Kenapa bisa ada ular masuk rumah, Ibu? Apa ada yang sengaja memasukkan ular itu ke rumah?"
"Entahlah, Nak. Ibu juga tidak tahu. Perasaan Ibu menjadi tak enak setelah tinggal di sini, pertama kau diserempet mobil, sekarang ada ular masuk. Besok apa lagi?"
Muara memeluk Heni erat, berusaha memberi ketenangan pada Ibunya. "Mungkin, itu hanya perasaan Ibu saja. Istighfar. Itu hanya kebetulan saja. Ibu tenang, ya?"
"Terima kasih putriku."
Amran datang menghadap dan mendapat perintah dari Heni untuk memanggil pawang ular. Amran mengiyakan perintah atasannya itu.
"Aku tak sekolah dulu, ya? Sepertinya Ibu belum tenang."
"Jangan. Kau harus tetap sekolah. Fathur, di mana kakakmu? Dia belum bangun?"
Muara menggeleng. "Belum. Mau kupanggilkan?"
"Jangan ke atas, Ibu lupa belum menutup pintu kamar Ibu. Ibu takut, ular itu keluar."
"Astaga, Nyonya belum menutup pintu?" tanya Aminah.
"Aku panik Aminah. Jadi aku langsung lari kemari."
Fathur yang pulang jogging merasa ada yang aneh dari raut wajah orang rumah. Dia mengelap wajahnya yang berkeringat dengan handuk kecil di lehernya.
"Ada apa? Kenapa kalian terlihat panik begini?"
"Tu-Tuan Muda, a-ada ular di rumah ini. Di dapur dan di kamar Nyonya," jelas Iyem.
"Ular?" Fathur memandang Ibunya.
"Ibu, benar yang dikatakan Bi Iyem?"
"Benar. Dan Ibu lupa menutup pintu kamar Ibu, takutnya ular itu keluar. Sudah, tenang saja, Ibu sudah menyuruh Amran untuk memanggil pawang ular."
"Astaga. Ada-ada saja." Geram Fathur.
☆☆☆
"Entahlah, Nak. Ibu juga tidak tahu. Perasaan Ibu menjadi tak enak setelah tinggal di sini, pertama kau diserempet mobil, sekarang ada ular masuk. Besok apa lagi?"
Muara teringat perkataan Ibunya pagi tadi. Sebenarnya, dia juga berpikiran yang sama.
Aku harap, itu hanya pikiran Ibu saja. Tenang, Muara. Tidak akan terjadi apa-apa. Semua akan baik-baik saja.
Gadis itu merasakan kepalanya dihantam benda kecil, yang tak lain sebuah bolpoin.
"Muara! Kau tidak dengar Ibu memanggilmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Muara [NOVELET]
Fiksi Remaja[END] Teenfiction-Religi ○○○ Ankara jatuh hati pada sosok Muara Kalani, gadis dengan senyuman memikat. Namun, Ankara sadar, dia hanyalah seorang pemuda yang penuh kekurangan, ditambah dia tuna wicara. Ajaibnya, Muara Kalani justru menjadi penggemar...