Cinta Ankara ber-Muara

24 2 0
                                    

Di kantor polisi, didampingi Syam. Ankara menjelaskan kronologi sebelum dan setelah kejadian. Dia hanya menjelaskan apa saja yang dia ketahui, untuk siapa pelakunya, dia tak mengetahui karena dia hanya tahu Muara jatuh karena didorong seseorang, itu saja.

"Lalu, untuk apa malam-malam kau pergi ke rumah Tuan Imran? Kau kekasih putrinya?" tanya seorang inspektur kepolisian yang menginterogasinya.

Ankara menggeleng. Dia tidak mungkin menjelaskan bahwa dia berniat mengutarakan isi hatinya, sedang ada Syam di sampingnya. Ankara bingung sekarang.

Akhirnya, Ankara mengatakan bahwa dia hendak mengucapkan selamat tinggal karena dia mengira Muara akan turut serta pergi ke kota.

"Kau yakin, hanya itu?"

Ankara mengangguk. Sungguh, ini kali pertama dia diinterogasi, rasanya sedikit saja kebohongan disembunyikan polisi itu pasti akan tahu dari gerak-geriknya.

"Pak, untuk apa kau mencurigai temanku. Kau tahu sendiri, Ankara itu anak yang baik, tidak mungkin dia mencelakai Muara. Kami berteman baik dengan Muara. Sebelum ini kami juga tak pernah punya masalah satu sama lain," jelas Syam tak ingin sahabatnya terseret masalah.

"Tenang saja, kami hanya menjadikan Ankara sebagai saksi karena dia ada di TKP saat kejadian itu terjadi. Kalian boleh pulang, jika ada keterangan yang kami perlukan, kami akan memanggilmu kembali, hati-hati di jalan."

Ankara dan Syam keluar dari kantor ruang interogasi dan disambut Anita juga kedua orang tua Syam yang mendampingi.

"Bagaimana, Ankara tidak ditanya macam-macam, kan, dia tidak bersalah, kan?" tanya Anita bertubi-tubi.

"Tenang saja, bibi. Ankara tidak salah, dia hanya salah waktu saja di kejadian itu," tukas Syam menenangkan semuanya yang tampak gelisah.

"Syukurlah."

"Syam. Bisa kau mengantarku menemui Muara? Sejak semalam aku belum tahu kabarnya bagaimana," tutur Ankara meminta.

Syam mengangguk. "Yah, bisa kita ke rumah sakit menjenguk Muara?"

Sahil mengiyakan permintaan anaknya. "Kita berangkat sekarang."

☆☆☆

Muara koma. Pihak keluarga akhirnya membuat keputusan untuk membawa Muara ke kota agar mendapat perawatan terbaik.

Sementara pelaku percobaan pembunuhan Muara telah di tangkap atas kesaksian Imran yang melacak nomor orang tersebut. Pelakunya tak lain ialah ayah Ritika. Beliau membalas dendam atas kematian putrinya yang ditinggalkan oleh Fathur begitu saja setelah Fathur melecehkannya. Ritika hanya meminta Fathur bertanggungjawab, namun dia malah memilih lari dari tanggung jawab itu. Akhirnya, Ritika depresi dan mengakhiri hidupnya. Itu sangat membuat Sadam marah kepada keluarga Imran. Dari keterangannya di depan polisi, dia diam-diam datang ke desa, ketika datang, dia yang melihat Muara bersepeda di jalan hendak menabraknya, namun gadis itu menghindar. Dia juga yang menaruh ular hari itu dan hampir mendorong Muara dari tangga karena gadis itu merusak rencananya.

Sementara Ankara. Dia ikut ke kota, meneruskan semangat Muara agar dia bisa menjadi penulis hebat yang Muara katakan. Lulus SMA, Ankara mengambil fakultas Sastra di sebuah perguruan tinggi ternama di kota dengan beasiswa penuh.

Setiap pulang kuliah, dia selalu menyempatkan diri mengunjungi Muara, berharap gadis itu segera membuka mata dan dirinya menjadi orang pertama yang dia lihat.

"Aku akan menunggumu. Kau lihat, aku sudah membukukan novel lagi, bangunlah, dan baca novelku. "

Ankara meletakkan novel berjudul "Menuju Muara" di meja samping tempat tidur Muara.

"Aku mencintaimu, Muara. Kepadamulah cinta Ankara akan bermuara."

☆☆☆

Ankara Muara [NOVELET]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang