Muara asyik membaca novel di perpustakaan, saking asyiknya, dia tak mengetahui ada Ankara yang diam-diam memperhatikan dari seberang rak buku.
Sewaktu mendapati bagian lucu di novel yang dibaca, Muara tertawa lepas dan seketika itu menyadari Ankara yang duduk di lantai seperti yang dia lakukan.
"Ankara? Sejak tadi kau di situ?"
Ankara yang kalang kabut karena ketahuan menoleh kanan kiri kebingungan.
"Kau mengintaiku sejak tadi, ya?"
Dengan isyarat, Ankara menjawab, "Aku tak sengaja. Baiklah, aku akan pergi sekarang."
Muara mengode agar Ankara tetap di tempatnya karena ada sesuatu yang ingin disampaikan.
"Malam nanti, ada pesta kecil-kecilan di rumahku. Kau datang, ya?"
Ankara melambaikan tangannya, menolak undangan Muara itu.
"Kenapa?"
Keluargamu tak menyukai kehadiranku, Muara, mengapa kau tak paham-paham juga? Batin Ankara.
Hanya gelengan kepala yang Ankara layangkan.
"Aku mengundangmu langsung, sebagai seorang teman. Please." Muara mengatupkan kedua telapak tangannya memohon. "Aku juga mengundang Syam."
Lagi-lagi, Syam.
"Datang, ya? Aku akan sangat sedih jika kau tak datang." Muara merayu.
Ankara mengangguk kecil.
☆☆☆
Rupa-rupanya, kedatangan Ankara lebih awal dari dugaan Muara. Mendapat ajakan Sonya, Ankara dan Syam ikut membantu menyiapkan acara pesta nanti malam. Muara yang mengetahui itu turun dan menghampiri ketiganya.
Ankara yang tengah sibuk memasang lampu gantung di panggung kecil tertegun melihat kehadiran Muara dari dalam rumah.
"Sonya, mau kuajak ke dalam? Kita berkeliling rumah."
Sonya tersenyum ramah. "Tidak, Muara. Di sini aku sedang membantu Ayahku."
"Kalau begitu, aku boleh membantu?"
Sonya berkacak pinggang, menepuk kedua pundak Muara dan mendorongnya untuk duduk saja di kursi tamu.
"Eh, jangan. Tanganmu nanti bisa kotor, kau diam saja di situ."
Muara menolak keras, dia bangkit dari kursi. "Tidak apa." Dia beralih menghampiri Ankara yang turun dari panggung. "Ada yang bisa kubantu, Ankara?"
"Tidak ada pekerjaan untukmu, Muara. Benar yang dikatakan Sonya, lebih baik kau duduk saja," ujar Ankara.
"Kau dan Sonya selalu kompak. Tidak, pokoknya aku harus membantu kalian juga."
"Jangan."
"Aku mohon." Muara melayangkan wajah memelasnya. Ankara yang tak tega akhirnya mengiyakan permintaan tuan putri di keluarga Imran itu. Muara ber-hore ria. "Aku harus membantu apa?"
"Bantu aku menata bunga, kau tidak keberatan, kan?"
"Itu mudah."
Bukannya menata pot-pot bunga mawar ke tempatnya. Muara malah memetik kelopak bunga mawar merah itu dari tangkainya, bukan hanya satu batang, tapi banyak. Setelah kelopak bunga mawar merah itu berada di tangannya, dengan iseng dia taburkan ke atas kepala Ankara sambil merapalkan mantra asal-asalan. Ankara diam di tempat, memasang wajah datar.
Ankara menunjuk-nujuk Muara yang nakal. Bukannya jera, Muara malah melempari wajah Ankara kelopak mawar.
"Kau senang?" tanya Ankara dengan isyarat tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Muara [NOVELET]
Подростковая литература[END] Teenfiction-Religi ○○○ Ankara jatuh hati pada sosok Muara Kalani, gadis dengan senyuman memikat. Namun, Ankara sadar, dia hanyalah seorang pemuda yang penuh kekurangan, ditambah dia tuna wicara. Ajaibnya, Muara Kalani justru menjadi penggemar...