Aster melihat satu persatu foto sahabatnya di galeri handphone. Foto-foto diambil saat mereka pergi bersama, sebelum ujian semester, Aster memilih dress ungu pastel serta high heels silver untuk acara tahunan nanti, menggunakan traktiran Ara. Seorang laki-laki berumur lebih tua satu tahun dari Aster membuka pintu kamar Aster tanpa permisi. Aster menoleh, melihat sang empu yang tak punya sopan santun."Bang, kalo masuk ketok dulu kek." ucap Aster kesal, setiap kali orang yang dipanggilnya "abang" masuk ke kamarnya tak pernah mengetuk pintu, padahal berulang kali Aster mengingatkan. Sang empu tidak menjawab, ia malah berbaring di samping Aster. Melihat seseorang di sampingnya, emosi Aster menumpuk.
"Abang, tutup pintunya! Ngapain deket-deket gue?! Tidur di kamar sendiri aja sana!"
"Nggak mau." dua kata itu membuat Aster bangkit, memilih mengusir orang di sampingnya.
"Abang Nakula Sadewa yang terhormat, ganteng, baik, serta penyayang. Angkat kaki lo dari kamar gue!" usir Aster. Orang di samping Aster adalah Nakula Sadewa. Kakak satu-satunya Aster, cowok dengan rahang tegas, mata indah, dan wajah yang kearab-araban turunan kakeknya menjadi pesona tersendiri dalam dirinya. Salah satu dari personel sebuah geng terkenal di Jakarta.
"Nggak mau."
"Kenapa nggak keluar aja sih? Balik ke Jakarta, nongki kek, balap kek, jangan ganggu gue!"
"Oh, lo ngga suka gue di rumah?" tanya Nakula dengan nada menantang.
"Iya! Kenapa?!" jawab Aster menantang balik.
"Mau gue mati aja gitu?!" bentak Nakula.
Deg!
Bukan, bukan itu maksud Aster. Sudah cukup kenangan ketika ia hampir kehilangan Nakula karena tusukan di perutnya, hingga koma selama setengah tahun, dilanjutkan masuk ke rumah sakit jiwa karena depresi parah. Ia tidak mau kejadian itu terputar lagi. Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Aster, kedua insan di ruang itu terdiam, tenggelam dalam memori kelam. Nakula mendekap adiknya."M..ma..maafin gue, bang." lirih Aster.
"Bukan lo yang salah, ngga usah minta maaf." Nakula mengusap punggung Aster, menenangkan adiknya.
"Bang, jangan bilang gitu lagi. Gue nggak mau kehilangan lo kedua kalinya, udah cukup."
"Iya, lo jangan nangis, ntar muka adek gue nambah jeleknya."
"Dasar! Bangsat lo!" Aster melepas dekapan Nakula, menggantinya dengan sebuah tonjokkan pada perut kakaknya.
"Duh sakit! Haha." Aster terdiam melihat Nakula tertawa, Nakula berhasil menjahilinya.
"Woi!" panggil Nakula.
"Apa ha?!"
"Buset dah galak bener."
"Mau bilang apa?!"
"Gue mau bilang, kalo gue pindah ke sekolah lo semester depan, selesai ujian."
"Lo pasti becanda kan? Ngga lucu."
"Emang tampang gue kayak badut, orang ganteng gini kok."
"Gede pala, lu bang!"
"Nakula suka-suka dong."
"Nakula kalo ngomong nggak pernah bener." timpal Aster.
"Lo serius nggak sih? Kenapa nggak nunggu pas kenaikan kelas?"
"Serius Aster, besok gue pindah ke SMA Ben."
"dan..gue udah dapet kelas." sambung Nakula.
"Njir, cepet amat! Gue aja yang uda mau dua tahun sekolah masih dipindah-pindah kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Michella [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM BACA] tenang bakal difolback kok hihi saat membaca jangan lupa vote! up minimal seminggu sekali jangan ditungguin endingnya, ntar nyesel wkwk Raka dan Michel disatukan oleh sebuah kejadian tak disengaja, hingga perasaan mereka...