Bingkisan Masa Lalu

4 6 0
                                    

"Chel."

Michel keluar ruangan, ia mengabaikan panggilan Askar, dari pada ia mendengar lanjutkan cerita Raka yang berpura-pura melupakan dirinya. Untuk saat ini Michel tidak tau harus membenci dirinya atau Raka, perasaannya bercampur aduk,  antara benci, cinta, sedih, dan kesal menjadi satu. Ia menangis kencang di ranjangnya, ia tak lagi menutupi kesedihan yang di alami, menurutnya ini lebih menyedihkan ketimbang saat ditinggalkan mamanya. Ia tidak memperdulikan Vey yang bertanya, khawatir akannya. Pikirannya masih bertaut dengan apa yang dikatakan Zephyr sebelum ia pergi dari depan ruang rawat Raka.

"Lo, Michel  kan?"

"Iya. Lo siapa ya?"

"Oh, kenalin gue Zephyr. Mantannya pacar lo. Lo tau, kan? Kalo sekarang Raka lupa sama lo, dan nggak lama lagi, Raka bakal jadi milik gue lagi."

"Asal lo tau, ya. Lo itu cuma, mantan, nya, Raka. MANTAN!"

"Ya gue tau, gue cuma mantannya. Tapi, apa boleh buat, Rakanya kan, ingetnya sama gue. Haha." tawa Zephyr.

"Gue yakin kalo Raka bakal inget semuanya ngga lama lagi."

"Ter-se-rah. Yang pasti dalam waktu dekat ini gue bakal dapetin Raka. Gue dan Raka bakal balikan terus sama-sama selamanya."

"Mimpi lo!"

"Heh, lo kira..." Michel tidak lagi menghiraukan ocehan Zephyr, ia mendengar pembicaraan di ruang rawat Raka begitu jelas, tanpa perlu Zephyr beri tau Michel sudah mengetahui semuanya.

"..pokoknya Raka punya gue. Lo denger ga sih?" ucap Zephyr di akhir kalimatnya.

"Silakan, ambil aja."

"Labil lo! Tapi makasih."Zephyr melengang pergi ke kafetaria, sedang Michel merasa sesak di dadanya.

Di rumah sakit, Felic, Askar, Aster, Reza, dan Ara berpamitan pulang. Raka kembali sendiri di ruang rawatnya membaca surat yang diberikan Felic sebelum pulang, katanya surat itu dari Michel.

Teruntuk Raka Ulka Pratama.
Semoga disaat lo bangun, lo baca ini. Tapi, gue nggak bisa pastiin lo bisa temuin gue habis ini.
Jadi gue mau ucapin banyak terima kasih buat empat bulannya. Karena lo empat bulan ini terasa kayak hampir setahun, berjuta kebahagiaan dari lo bikin gue bahagia banget miliki lo walau mungkin nggak selamanya gue bisa miliki lo, seengganya pernah udah cukup buat gue.
Makasih buat darah lo. Karena lo, gue masih bisa rasain hidup.
Maaf karena udah banyak ngerepotin lo dari pada bahagiain lo. Mulai dari pingsan, tranfusi darah sampai ke obat-obat dan banyak hal lainnya. Maaf banget.
Gue tau, gue pengecut. Gue nggak bisa kata terima kasih dan maaf ini secara langsung di depan lo.
Gue harap semua baik-baik aja, baik lo dan ingatan lo.
Last, gue mau bilang kalau gue sayang lo. Gue nyesel karena gue nggak pernah bilang hal itu. Sekali lagi maaf dan terima kasih.

-michella, last letter.

"Chel..,"

"Gue kangen." lirih Raka.

Raka diperbolehkan pulang setelah sepuluh hari menjalani perawatan, di perjalanan pulang Raka terus memikirkan Michel. Gadis itu berputar bagai gasing sejak beberapa hari lalu dalan pikirannya. Kareza—papa angkat sekaligus pamannya—heran melihat Raka yang melamun. Mungkin efek baru sembuh, pikir Kareza. Raka ingin pergi ke asrama Ben, setidaknya ke sekolah, namun sekolah sedang libur hari ini. Raka menghela nafas berkali-kali, ia benar-benar merindukan Michel, ia ingin bertemu Michel, meminta maaf, dan bersama lagi. Raka memejam kedua matanya usai membereskan barang-barangnya, perasaannya hancur, yang ia perlukan sekarang pelukan dari seorang Michel. Michel, Michel, hanya nama itu yang ada dalam pikiran Raka hingga Raka tertidur.

Raka melihat Michel ada di hadapannya, gadisnya tersenyum lembut, menenangkan hati Raka, ia mengajak Raka mengitari taman yang penuh bunga. Jika ini memang mimpi, Raka meminta untuk tidak dibangunkan lagi, ia lebih bahagia di sini, bermain bersama Michel, melihat gadisnya tersenyum bahagia tanpa luka. Ketika Raka hendak menggapai tangan Michel, Michel menghilang bersamaan dengan sebuah cahaya putih yang sangat terang hingga mrnyilaukan mata Raka.

"Michella!" teriak Raka, ia ternyata bermimpi, Raka mengusap kasar wajahnya. Karra memasuki kamar Raka tanpa izin, ia mendekati adiknya.

"Lo ngigau dek?"

"Nggak."

"Gue kira ngigau, ganti baju sana, cuci muka."

"Buat?"

"Ke kantor polisi ikut mama papa, sana!"

Keluarga Michel dan Raka datang bersamaan di kantor kepolisian setelah dihubungi oleh pihak kepolisian mengenai kasus tabrak lari Raka yang ternyata berkaitan dengan kasus kecelakaan orang tua Raka, dan pembunuhan mama Michel. Raka akhirnya dapat melihat Michel, beberapa saat Raka terobsesi oleh mata Michel. Gadis itu berhasil mencuri perhatian Raka, Michel menyadari ada yang menatapnya memasang tatapan tajam, tatapannya pada Raka seperti tatapannya pada orang asing, atau lebih tepatnya musuh.

"Ka, Raka!" Karra menempuh pundak Raka, menyadarkan sang adik dari sesuatu. Karra tau persis pikiran Raka saat ini, tapi Michel bersikap sebaliknya.

"E-eh, iya!"

"Ayo masuk, bengong aja!"

"Maaf, kak."

"Gue tau apa yang lo pikirin, nanti kita bicara, empat mata, lo sama gue." Karra berjalan lebih dulu, mendahului Raka, Raka menepuk jidatnya seraya menggunakan kata mampus untuk dirinya sendiri.

"Selamat siang bapak ibu. Silakan duduk." sapa petugas kepolisian.

"Selamat siang, terima kasih." jawab Ulza.

"Menurut hasil penyelidikan kami, kasus tabrak lari yang dialami oleh saudara Raka mempunyai kaitan dengan kasus kecelakaan saudara Kaza dan saudari Reva, serta kasus pembunuhan satu tahun lalu yang terjadi pada saudari Silvi. Menurut penyelidikan, pelaku yang melakukan semua ini merupakan satu orang yang sama. Mungkin salah satu orang yang memiliki dendam pada keluarga Pratama."

"Siapa?" tanya Raka, Karra, dan Michel bersamaan. Andalan hukum di negara ini membenarkan pembunuhan mungkin mereka sudah membunuh sendiri si pelaku dengan tangan mereka sendiri.

"Kami belum bisa memastikan, , kami perlu keterangan lebih lanjut dari saudara Raka, saudari Michel dan saudari Karra. Dimohon kerja namanya, secepatnya kami akan menemukan pelaku."

"Baik."

Satu jam berlalu, Raka, Karra, Michel, dan orang tua mereka keluar dari kantor polisi usai menyelesaikan urusan mereka. Raka dan Michel, mereka enggan menyapa lebih dulu, keduanya sama-sama bungkam, mungkin hanya Raka yang menatap Michel, malah Michel tidak menatap Raka, ia sudah terlanjur kecewa pada Raka.

"Chel." panggil Karra.

"Iya."

"Raka liatin lo mulu nih! Nggak bisa bawa pulang."

"Apaan sih?! Woi!" sahut Raka tak terima, Michel menanggapi Karra tersenyum.

"Raka, nggak boleh gitu. Minta maaf sama kakak kamu." tegur Ulza.

"Maaf kak."

"Ayo pulang." ajak Ulza, Michel sudah menaiki mobil. Raka menatap Michel, bersyukur masih bisa bertemu dengan gadisnya hari ini. Hatinya berharap agar ia bisa bersama Michel lagi.

Thanks for all readers
Gue up jam set 12, kalian baca jam berapa?
Happy reading!


Michella [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang