1. Betamu untuk Bertemu

331 51 10
                                    

'Tidak tahu apa rencana semesta, tapi wanita dengan sikap dingin selalu menjadi yang paling menarik.'

~Jarvis

***

Hidupkan Hidupmu

~Thierogiara

***

Hanna melipat kedua tangannya, dia memutuskan berdiri di tempat tak jauh dari lokasi Gerai minuman yang brand-nya sudah ternama di seluruh penjuru dunia. Menunggu temannya yaitu Ayana, rencananya keduanya akan melakukan kerja kelompok hari ini, belajar bersama. Hanna sendiri tidak memiliki cukup uang untuk jajan di gerai minuman tersebut, konon katanya kopinya sangat enak dan memang berbeda dari kopi pada umumnya, tapi Hanna memutuskan untuk termakan omongan orang lain, karena untuk apa? Untuk apa jajan kopi sampai lima puluh ribu? Dia harus banyak berpikir ulang. Hidupnya tidak sama dengan orang orang lain, apalagi Ayana yang menang sejatinya anak orang kaya. Dia bisa berkuliah saja rasanya sudah cukup.

Ayana muncul dengan paperbag berlogo gerai minuman tersebut. "Aku beli banyak, biar melek pas ngerjain tugas nanti." Gadis itu mendekat ke Hanna.

Hanna hanya mengangguj, ya terserah Ayana saja, tujuannya adalah untuk belajar bersama Ayana, untuk urusan yang lain terserah Ayana saja. Pokoknya hari ini mereka bisa belajar dan tugas-tugas mereka bisa tuntas dengan baik.

"Kamu nggak pengen beli sesuatu?" Ayana bertanya.

Hanna menggelengkan kepalanya, uangnya tidak sebanyak itu hingga bisa berjalan di mall.

"Mumpung di mall."

Padahal justru itu Hanna tidak mau, Hanna masih menggelengkan kepalanya.

"Kamu mah, hematnya kelewatan."

Hanna menipiskan bibirnya, bukan dia yang hematnya kelewatan hanya saja mungkin Ayana yang tidak pernah berada di situasi sulit seperti Hanna. Banyak hal dalam hidup Hanna yang memaksanya untuk mengalah, maka dari itu Hanna putuskan untuk hidup seadanya.

"Kamu juga beasiswa ya?" Ayana bertanya, mereka tidak dekat sebelumnya. Mereka baru dekat saat sudah dijadikan menjadi satu kelompok untuk sebuah tugas dan akhirnya Ayana tahu kalau Hanna pintar, itu membuat mereka menjadi dekat dan sekarang berteman sebaik ini.

Hanna mengangguk.

"Pendiem banget sih, capek banget bicara sama kamu."

"Aku lagi nggak pengen makan apa-apa, Na. Mending kita cepetan soalnya kayaknya aku nggak bisa lama-lama di luar rumah." Hanna akhirnya menjelaskan, dia memang harus banyak menahan diri, harus bisa mengatur waktu sebaik mungkin, karena memang hidupnya agak berbeda dari orang kebanyakan.

***

Mereka naik taksi dan akhirnya sampai di sebuah rumah. "Di rumah aku ada banyak orang, jadi kita kerja kelompoknya di sini aja, di rumah oma opa aku yang udah meninggal, tapi tenang rumah ini nggak kosong kok ada abangku di sini." Ayana menjelaskan, selama kerja kelompok bersama memang kebanyakan Ayana yang memikirkan di mana mereka akan melakukan kerja kelompok. Sementara Hanna tentu tidak akan pernah membawa Ayana ke rumahnya, atau bahkan temannya yang lain.

Bukan karena Hanna gengsi dengan kondisi rumahnya, tapi memang tempat yang dia anggap rumah juga tidak bisa menjadi tempat berlindung untuk dirinya sendiri.

Hanna hanya mengangguk, Ayana tidak nengizinkannya membayar taksi, Ayana sendiri yang membayar setelah itu Hanna mengikuti Ayana dari belakang. Gadis itu membuka pagar rumah yang mereka datangi itu setelahnya melangkah di halaman hingga masuk ke dalam rumah.

Hanna hanga diam, rumah ini besar, tapi tampak sepi. "Di sini enak suasananya, karena yang tinggal di sini cuma satu orang."

Hanna kembali mengangguk, pantas saja kelihatannya sangat sepi. Ayana lantas menekan handle pintu, kemudian pintu terbuka dengan seorang pria yang terpaku di dalam sana, masih dengan rambut acak-acakan dan celana boxer yang menempel di tubuhnya. Epiknya lagi dia sedang menggaruk perutnya sendiri, ini lucu sih. Tapi Hanna hanya diam, dia ingin tertawa tapi meredam semua itu.

"Jam segini baru bangun!" Ayana menegur, karena sosok itu adalah abang kandungnya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jarvis. Kalau bentukannya masih sangat bantal seperti itu bisa ditebak kalau Jarvis pasti baru bangun tidur malam, buka  bangun tidur siang.

"Namanya juga mahasiswa tehnik." Jarvis lantas mengabaikan adiknya itu, dia perlu minum karena tenggorokannya kering sekali.

"Nggak usah diambil pusing deh, kita langsung ke halaman belakang aja." Ayana mengatakan itu pada Hanna.

Hanna hanya mengangguk, karena memang urusan abang Ayana, sama sekali bukan urusannya. Ayana kemudian melangkah masuk, gadis itu meletakkan tas dan paperbag menimannya ke atas meja di ruang tamu.

"Kamu tunggu di sini aja, aku mau ambil laptop sama cargeran dulu."

Hanna menganggukkan kepalanya, dia sendiri kemudian meletakkan tasnya dan mengeluarkan beberapa buku catatan, sebenarnya tugas mereka kali ini bukan tugas kelompok, tapi tugas perorangan. Sementara sebelumnya mereka pernah satu kelompok dan Ayana merasa nyaman dengan Hanna, itu akhirnya membuat Ayana memanfaatkan Hanna untuk membantunya menjadi pintar juga. Dia tidak akan berpangku tangan pada Ayana, hanya saja mungkin dengan mengerjakan tugas bersama Ayana nilainya bisa jadi ikut bagus.

Abang Ayana itu kembali, dia lantas berhenti melihat Hanna, Hanna juga menatapnya, keduanya saling menatap hingga Hanna bertanya pada dirinya sendiri, apa yang salah dengan dirinya? Hingga Jarvis menatapnya sampai begitu?

Jarvis kemudian berjalan mendekat ke Hanna, sebenarnya niatnya hanya untuk melihat wajah Hanna lebih dekat. Memastikan wajah wanita itu, ternyata cantik juga, wajahnya kalem, rambutnya kelihatan lurus dan lembut, anak-anak rambutnya agak berserakan memenuhi wajah.

Jarvis semakin mendekat membuat Hanna sangat heran. Dengan tangan kiri memegang gelas beriri air putih dingin, dia mengulurkan tangannya ke Hanna. Hanna melihat uluran tangan Jarvis yang masih berada di udara tersebut. Dia kemudian mendongak menatap Jarvis, karena kini posisinya Hanna duduk di sofa sementara Jarvis berdiri.

"Perkenalkan nama gue Jarvis, abangnya Ayana."

Ah iya, mungkin hanya ingin berkenalan. Hanna kemudian mehgangguk dan membalas uluran tangan tersebut.

"Hanna." Hanna menjawab singkat, karena dia juga tidak merasa perlu begitu dekat dengan Jarvis, mereka hanya menumpang kerja kelompok di rumah pria itu.

"Gue mahasiswa tehnik sipil, semester tujuh."

Lagi-lagi Hanna hanya mengangguk.

Jarvis akhirnya sadar kalau Hanna tidak begitu ingin mengobrol dengannya. Jarvis kemudian mengangguk. "Nggak masalah kalau setiap hari kalian mau kerja kelompok di sini karena memang di sini nggak ada orang."

Hanna kemudian kembali mengangguk, dia masih tidak menatap wajah Jarvis karena jujur saja agak sungkan, mereka tidak saling mengenal sebelumnya, jadi ya sudah sebatas ini saja. Jarvis juga mengangguk, karena sepertinya Hanna tidak begitu tertarik dengannya, dia memutuskan meninggalkan ruang tamu. Ayana muncul dan berpapasan dengan Jarvis, tapi Jarvis memilih untuk tidak menyapa adiknya itu, sudah biasa juga mereka bertemu.

"Ngapain abangku tadi?" Ayana bertanya, karena sebelumnya mereka berpapasan jadi Ayana bisa menebak kalau Jarvis pasti dari ruang tamu.

Ayana tertawa mendengar itu. "Kamu jangan sampai kemakan modusnya buaya, ya, Han."

***

Spik spik awalan dulu ygy.

Mungkin emang kelihatan nggak seru, tapi kayaknya malah bakal seru banget wkwkwk.

Cewek dingin dan cowok yang juga nggak terlalu banyak omong. Akan bagaimana kehidupan mereka nantinya?

Banyak masalah yang harus dihadapi, mampukah dua orang ini?

Jangan lupa vote & comment!

Jangan lupa bahagia, luvyu guys!

Hidupkan HidupmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang