3. Kepedulian yang Tidak Disadari

235 49 7
                                    

'Karena hanya perlu berakal untuk menjadi manusia yang memanusiakan manusia.'

Hidupkan Hidupmu

~Thierogiara

***

"Lo harus jadi pembantu di rumah ini, tapi gue nggak akan mampu buat bayar lo. Kita juga harus hidup seadanya karena gue sama kayak anak kos lainnya, tapi lumayan sering makan enak sih. Ayam geprek menu utama yang hampir setiap hari ada." Jarvis menjelaskan, dia sendiri juga tidak tahu kenapa, tapi memang jika Hanna bersikeras agar mereka tinggal bersama maka sudah tentu dia harus menjelaskan aturan tinggal di rumah tersebut.

Hanna menganggukkan kepalanya. "Aku nggak butuh digaji, nggak butuh uang. Cukup lindungi aku di sini, aku mohon." Entah permohonan yang keberapa kali, Jarvis bahkan masih merasa depresi mendengar itu semua. Kenapa? Kenapa harus dia yang bertanggung jawab pada seorang gadis? Sementara hidup Jarvis juga belum benar saat bahkan dia hanya harus bertanggung jawab dengan dirinya sendiri.

"Lo yakin sama gue? Apa yang membuat lo yakin? Gue aja nggak tau lho, hidup kayak apa yang bakal gue jalani nantinya."

Hanna menelan ludahnya sendiri, bukan sebatas itu, dia butuh tempat di mana para bajingan itu tidak akan pernah menemukannya.

"Karena di sini kamu sendirian."

Jarvis membuang pandangnya ke sembarang arah, justru untuk ukuran seorang pria seharusnya Hanna takut karena di rumah ini, kekuasaan Jarvis sangat mendominasi, tentu saja Jarvis bisa melakukan apa pun yang bisa dia lakukan pada Hanna.

"Karena kita berdua di sini, bukan nggak mungkin aku bisa melakukan apa saja sama kamu."

Hanna menatap Jarvis. "Kamu pikir ada yang berharga lagi dalam hidup aku?" Hanna bertanya, tidak ada, dia hanya mau menghindar dari orang-orang yang bertindak sesukanya padanya, karena soal melindungi diri, sudah tidak ada lagi yang berharga dalam dirinya.

Jarvis malah jadi takut sendiri melihat tatapan Hanna yang tertuju padanya, menurut Jarvis setiap tubuh yang bernyawa itu pasti berharga, tapi bahkan Hanna sudah merasa kalau dirinya tidak berharga.

"Aku ini cuma sampah, aku meminta kamu untuk membiarkan aku di sini bukan karena ada yang berharga dalam diriku, tapi karena memang aku nggak mau ketemu sama bajingan-bajingan itu." Hanna menjelaskan, dia sebenarnya tidak mau berbagi luka dengan siapa pun, tapi tentu saja Jarvis harus tahu bahwa Hanna melalui banyak hal berat dalam hidupnya, untuk kali ini Hanna sangat membutuhkan belas kasih dari Jarvis.

Jarvis terdiam, ada berapa banyak sebenarnya luka-luka yang Hanna Terima?

"Kalau kamu mau aku membayar dengan tubuhku hanya karena aku harus tinggal di rumah ini, maka ambil apa yang kamu butuhkan. Sebenarnya aku sudah sangat ingin mati, tapi masih takut dengan apa yang akan aku temukan di dunia selain dunia ini."

Jarvis semakin terdiam, sesakit itu?

"Ya udah, gue cuma mau nyampein apa aturan di rumah ini. Sisanya lo bebas mau ngapain aja di sini." Jarvis memilih beranjak dari sana, karena jujur dia juga akan sangat menghindari interaksi dengan Hanna, agak bahaya karena menurutnya Hanna cukup cantik.

***

Karena sudah terbiasa merasa bahwa dirinya tinggal sendirian, jadi apa-apa memang berusaha untuk selalu Jarvis lakukan sendiri. Walaupun sudah ada Hanna di rumah, rasanya dia masih belum bisa menganggap bahwa wanita itu adalah pembantunya, Jarvis sudah terbiasa menjadi anak kos dan memang tidak haus akan pelayanan dari orang lain. Justru untuk beberapa hal dia lebih memilih untuk melakukannya sendiri. Ya sudah kalau Hanna tinggal di rumahnya, mungkin mereka hanya bisa tinggal sendirian.

Jarvis baru saja membeli nasi Padang untuk makan malam hari ini. Tepat di sebelah ruko warung nasi Padang terdapat apotek. Setelah memesan dua bungkus karena di rumahnya ada Hanna sekarang ini, Jarvis menimbang-nimbang dulu, perlukah dia membelikan obat untuk Hanna? Soalnya luka-luka di tubuh gadis itu lumayan parah, agak tudak teha juga Jarvis membiarkannya. Kalau bukan dia siapa lagi yang harus peduli dengan Hanna?

Akhirnya Jarvis masuk ke dalam apotek tersebut kemudian membelikan obat pereda nyeri, karena melihat luka-luka nya saja Jarvis sudah nyeri, apalagi untuk Hanna yang merasakannya, jadi mungkin sedikit kepedulian Jarvis dibutuhkan di sini. Dia juga membeli alcohol untuk membersihkan luka. Entahlah, padahal dengan Ayana saja Jarvis sebenarnya tidak pernah se peduli ini.

Jarvis membawa bungkusannya naik motor menuju rumah. Padahal Hanna lah yang seharusnya menjadi sosok yang memasakkannya karena memang wanita itu datang untuk bekerja dengannya, tapi malah dia yang ikut memikirkan makan malam untuknya hari ini.

"Han!"

Hanna yang sedang berada di dalam kamar menghentikan kegiatannya, dia menunggu hingga Jarvis memanggilnya untuk yang kedua kalinya.

"Hanna, gue bawain makanan ini, ayo makan!"

Hanna akhirnya beranjak dari sana, Jarvis kelihatan sudah sibuk di meja makan, mulai sibuk mengambil piring untuk alas bungkus nasi padangnya.

"Kok aku dibeliin?" Hanna bertanya, sudahlah dia menumpang, Hanna benar-benar tidak mau menjadi orang yang tidak tahu diri.

"Ya, masa aku makan sendirian sementara kamu juga pasti belum makan, di rumah ini nggak ada bahan makanan, kita harus belanja nanti."

Hanna menghela napasnya, sungkan sekali rasanya kalau harus merepotkan seseorang begini, dia menumpang dan tumpangan yang Jarvis berikan saja sudah sangat membuatnya merasa bersyukur.

Hanna akhirnya hanya diam, karena kebetulan Jarvis menyiapkan piring untuknya, maka dengan inisiatifnya sendiri Hanna menyiapkan minuman untuk mereka berdua. Sudah sangat apik kerjasama tim di antara mereka, sepertinya keduanya memang sudah pantas untuk tinggal bersama.

Hanna menyugar rambutnya karena memang dia keluar dari dalam kamar tanpa mengikar rambut. Ada banyak tanda menjijikkan di lehernya, jadi satu-satunya cara untuk menutupinya adalah dengan menggerai rambut, sementara Jarvis sangat risih melihat hal itu, rambut Hanna sangat panjang dan itu kelihatan menyusahkannya.

Jarvis bangkit dari posisi duduknya, dia menyambar karet gelang sisa ikatan nasi padang, dia kemudian berdiri di belakang Hanna.

"Boleh gue ikat rambut lo?" tanya Jarvis.

Hanna mengangguk. Jarvis langsung saja menyatukan seluruh rambut Hanna. Dia kemudian mengikat rambut wanita itu dengan karet gelang nasi Padang.

"Soalnya kelihatannya ganggu banget, makan nasi Padang itu enaknya tanpa halangan, bebas aja." Jarvis kembali ke tempat duduknya.

Hanna menatap pria di hadapannya, Jarvis mungkin kelihatan ketus dan cuek, tapi ternyata sangat peduli.

"Aku takut kamu nggak nyaman lihat apa yang ada di leher aku." Hanna masih menundukkan kepalanya, sungkan dengan Jarvis.

Jarvis yang sebelumnya tidak memperhatikan malah jadi melihat itu, setelah sadar apa itu dia kemudian menunduk kembali, berusaha fokus dengan makanan yang ada di hadapannya.

"Gue nyaman dan nggak ada yang salah sama diri lo." Jarvis melanjutkan makannya.

Cukup banyak hal yang sebenarnya membuatnya merasa penasaran, tapi akhirnya seluruh rasa penasaran itu dia putuskan untuk telan sendirian.

Jarvis juga menyodorkan kantung berisi obat yang tadi dia beli. "Jangan lupa diminum itu ada obat penghilang nyeri, sama luka-luka kalau bisa dikompres, yang kulitnya kebuka siram pakai alcohol biar kumannya pada mati dan cepat sembuh."

***

Haiii!

Selamat pagi.

Semoga hari kalian semua lancar dan bahagia.

Jangan lupa dukungannya untuk Jarvis si gengsian tapi peduli wkwkwkwk!



Hidupkan HidupmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang