18. Yang Terbaik untuk Hidupku

204 30 4
                                    

'Tenang saja, aku akan tetap percaya diri bahwa kita ditakdirkan untuk bersama.'

Hidupkan Hidupmu

~Thierogiara

***

Hanna langsung mengempaskan tangan Jarvis begitu Ayana dan mamanya pergi dari sana.

"Kamu gila, ya?" tanya Hanna, dia mana mungkin menikah dengan Jarvis dengan kondisinya yang seperti sekarang ini, hidup Hanna yang sulit sudah cukup Hanna saja, jangan sampai orang lain juga mengalaminya, Hanna sudah banyak sekali merepotkan Jarvis, sampai pada sebuah pernikahan? Omong kosong!

"Aku cuma mau menyelamatkan kamu dan satu-satunya cara ya ini! Kita bebas tinggal bareng!"

Hanna menggeleng-gelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak percaya dengan keputusan yang Jarvis ambil, tidak semua hal dalam hidup Jarvis dia harus memikirkan soal Hanna, Hanna tentu tidak mau hidup dengan rasa bersalah di mana dia harus menjadi beban Jarvis selamanya, tidak mau.

Hanna langsung saja masuk ke dalam kamarnya, hal yang harus dia lakukan adalah pergi dari kehidupan Jarvis, agar Jarvis juga tidak menanggung rasa bersalah dan merasa kalau dirinya harus bertanggung jawab atas diri Hanna, padahal sama sekali tidak begitu konsepnya, menurut Hanna ya dia menumpang, tapi tidak mau menjadi beban untuk Jarvis, lebih baik dia pergi, toh para bedebah itu sudah ditangkap, dia hanya harus mendatangi sidangnya dan memberikan semua bukti yang ada, dia juga sudah divisum sebelumnya dan sudah jelas bahwa Hanna menerima pelecehan sexual, dia berhak mendapat perawatan dari psikiater dan psikolog, cukup mental Hanna saja yang rusak hingga berantakan, Jarvis jangan, Jarvis harus bisa tetap hidup tenang.

Jarvis langsung saja menahan tangan Hanna saat wanita itu tampak memberontak karena Jarvis serius soal keputusannya, dia sama sekali tidak gegabah.

Banyak kali pemberontakan yang Hanna lakukan agar dia bisa lepas dari Jarvis, tapi ujung-ujungnya dia menangis sendiri. Seperti sekarang ini, Hanna kemudian menangis dan sudah tidak bisa bergerak lagi di dalam pelukan Jarvis. Dia mau pergi sejauh-jauhnya, tapi tetap saja pelukan ini menjadi apa yang paling nyaman, menjadi sesuatu yang dia butuhkan. Hanna butuh Jarvis walaupun banyak dari pemberian Jarvis yang sebenarnya berusaha dia tolak.

"Aku akan tetap menikah sama kami, sekuat apa pun kamu menolak."

***

Jarvis benar-benar menemui kedua orang tuanya, dia akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dia katakan, dia akan membuktikan keseriusannya sebagai seorang pria, usianya mungkin masih muda, masih dua puluh dua tahun tapi Jarvis bikan laki-laki plin-plan, dia juga tidak takut dengan apa pun, semuanya pasti bisa dilalui asal percaya diri. Hanna sangat membutuhkannya maka Jarvis harus bertindak sebagai seseorang yang sangat Hanna butuhkan.

Jarvis duduk tenang di tempatnya, dia sama sekali tidak takut dengan apa pun, dialah yang tahu bagaimana Hanna menjalani hidupnya, dialah yang paham bagaimana Hanna berusaha untuk bangkit dari keterpurukan, jadi Jarvis merasa bahwa dia sudah sangat yakin dengan keputusannya sendiri dan dia masih mau bertanggung jawab atas Hanna, karena sekarang apa yang paling Jarvis inginkan adalah melihat Hanna baik-baik saja.

"Jadi?" Papa Jarvis akhirnya membuka pembicaraan.

"Aku mau nikah."

Papanya menganggukkan kepalanya. "Kalau sudah merasa sanggup silakan, menikah artinya kamu sudah berani bertanggung jawab atas orang lain, artinya seluruh biaya pendidikan kamu akan papa hentikan. Kamu sudah bisa bertanggung jawab atas orang lain, artinya bisa bertanggung jawab atas diri sendiri juga."

Jarvis menarik napasnya kemudian mengembuskannya, jujur tidak terduga sekali papanya malah mau mencabut dana yang selama ini mengalir untuk Jarvis.

Tapi, karena sekali lagi Jarvis adalah seorang laki-laki. "Oke, izinkan Jarvis menikah kalau begitu."

Mamanya langsung membelalakkan matanya, semudah itu? Tentu saja tidak bisa begitu!

"Kita nggak tau siapa perempuan itu, kenapa dia begitu murahan sampai dia akhirnya tinggal sama kamu! Kita nggak pernah tau, Pa!" Mamanya masih terus berusaha memengaruhi sang papa, Jarvis adalah anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki mereka, apa kemudian mereka akan sembarangan memilih menantu untuk Jarvis?

Rusdi menatap sang istri. "Kamu sendiri yang bilang kalau anak kamu ini sudah kumpul kebo dan pacarnya sudah hamil, jadi apa yang bisa kita lakukan?" tanyanya.

"Kita bisa kasih kompensasi buat perempuan itu dan Jarvis berhak memiliki calon istri lain, yang setara dengan kita!"

"Aku akan tetap menikah dengan Hanna!" Jarvis berkata tegas, seolah memang keputusannya sudah bulat.

Ayuna menatap anak lelakinya itu, tidak habis pikir dengan apa yang Jarvis lakukan.

"Aku udah sangat yakin sama Hanna, jadi biarkan kami punya kehidupan kami sendiri." Jarvis memasang wajah paling datar seolah memang dia tidak bisa dibantah.

Rusdi menganggukkan kepalanya. Malah menurutnya ketika anaknya itu memilih menikah dengan seorang gadis pilihannya, tidak ada beban untuknya jika suatu saat ternyata Jarvis tidak bahagia, hidup adalah pilihan dan Jarvis harus bertanggung jawab dengan pilihannya itu sampai seumur hidupnya karena memang menikah adalah perjalanan panjang seumur hidup.

Ayuna menggelengkan kepalanya, karena dia yang melahirkan Jarvis, dia tidak bisa terima begitu saja.

"Udahlah Ma, dia akan bertanggung jawab atas hidupnya dan semua hal yang sudah dia pilih di dalam hidupnya."

***

"Lo gila Bang!"

"Nggak!"

"Pasti anak yang ada di dalam kandungan Hanna itu bukan anak lo!" Ayana mengatakan semuanya tidak percaya, dia tidak percaya kalau Jarvis bisa melakukan semuanya sampai sejauh itu.

"Terserah kalau kamu atau mama nggak mau percaya, yang pasti aku akan bertanggung jawab atas Hanna."

Ayana menatap abangnya itu, dia mengenal Hanna, tapi cewek itu menjadi yang paling aneh di kelas, menjadi yang paling diam tidak jelas, apa Jarvis mau menikahi seseorang seperti itu?

"Jangan ganggu keputusanku, aku tau yang terbaik untuk hidupku."

***

Hidupkan HidupmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang