🌵 Home Sweet Home 🌵

613 53 8
                                    

Typo adalah sebuah kesalahan yang begitu nikmat 🌵🌵

Happy reading 🌵

Di bulan ketujuh kehamilan Naila, wanita itu cenderung menjadi lebih malas dari biasanya. Malas melakukan apapun hanya ingin berbaring dan menonton kasur, tingkat emosinya pun semakin bertambah.

Dia akan marah-marah tak jelas jika ada yang tak pas dengan dirinya, bahkan akan memarahi Devan yang baru pulang bekerja jika pria itu melakukann kesalahan sekecil apapun. Contohnya seperti hari ini.

Naila bangun lebih telat seperti biasanya saat kandungannya menginjak 7 bulan, otomatis Devan sudah pastilah pergi bekerja lebih dahulu sebelum dia bangun. Dan itulah masalahnya, Naila merasa jika Devan mulai tak memperhatikannya.

Pagi tadi Devan lupa memberikan kecupan selamat pagi dan mengatakan bahwa mencintai Naila seperti biasanya, pria itu berangkat lebih duluan dan melupakan segalanya. Karena memang akhir-akhir ini tugas Devan jauh lebih banyak dari biasanya.

"Nyebelin banget sih dia" gerutunya sejak dia bangun dari tidurnya tadi siang.

Itu berlanjut hingga sore dan malam saat Devan pulang, tumben-tumbrnan juga Devan pulang sedikit larut. Pukul setengah sembilan malam.

Naila sudah siapa untuk memaki pria itu tapi urung saat melihat raut tak bersahabat Devan, dia tak bodoh untum mengartikan bahwa sang suami tengah lelah setelah pulang bekerja. Naila milih untuk melayani Devan saja daripada cari ribut malam-malam.

"Tumben malem banget sih mas?" Tanya Naila setelah sekian lama berdiam.

Devan tak menjawab dan lebih fokus pada melepaskan sepatunya.

"Kamu udah makan?" Tetap diam. "Atau kamu mau mandi dulu?"

Jengah dengan keterdiaman Devan membuat Naila meradang juga, dia itu bertanya baik-baik malah didiamkan itu mau gimana.

"Gigi mu sakit atau lagi sariawan gitu? Diam aja, atau lagi belajar jadi orang yang gak bisa bicara?" Kata-kata pedas itu meluncur begitu saja

"Ck bisa gak sih jangan kasar kayak gitu, aku suami mu. Pulang kerja bukan di sambut baik-baik malah diajak berantem, pantes gitu?" Devan bertanya dengan wajah penuh amarahnya.

Naila mendengus sebal. "Kurang baik-baik apa aku nyambut kamu mas? Dari tadi siapa yang diam aja?"

"Aku itu lagi capek, harusnya kamu ngerti dong." Devan berjalan kearah sofa ruang tamu dan duduk di sana sambil menormalkan emosinya.

"Masih jadi karyawan aja udah kayak gini sama aku, apalagi kalau kamu udah jadi bos." Naila ikut pergi dari ruangan itu menuju kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Jujur Devan itu lelah sekali, bahkan dia tak bisa mengontrol emosinya sendiri hanya karena kelelahan seperti ini. Karena Devan tak terbiasa ikut bersama orang dan kerja penuh dengan tekanan, rasanya dia tak cocok dengan pekerjaan ini.

Bermenit-menit dia berdiam diri di sana, hingga dia tersadar akan kesalahannya. Teringat kata-kata Naila yang sungguh menyinggungnya.

"Masih jadi karyawan aja udah kayak gini sama aku, apalagi kalau kamu udah jadi bos."

Kalimat itu benar-benar memukulnya dengan telak. Dia tak suka lingkungan baru ini, bukan dirinya sekali. Dia tak suka ketika terlalu lama meninggalkan Naila di rumah sendirian, tak suka dikekang orang lain, dan bekerja di tempat yang benar-benar membuatnya harus tunduk ataupun hormat dengan siapapun. Walaupun nyatanya kantor itu milik kakeknya.

Home sweet homeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang