🌵 Home sweet home 🌵

972 101 3
                                    

Typo adalah sebuah kesalahan yang begitu nikmat 🌵🌵


happy reading 🌵

Devan baru saja pulang dari cafe, hari ini hari membahagiakan sekaligus melelahkan. Membahagiakan karena skripsi nya disetujui tinggal menunggu sidang dan lulusnya saja, melelahkan karena cafe sangat ramai.

Ketika membuka pintu rumahnya, terlihat Naila tengah duduk dihadapan beberapa orang. Mereka siapa? Jarang sekali ada tamu datang ke rumah kecilnya selama ini.

"Mas~" Naila menghampiri Devan dan memeluknya, kebiasaannya.

Naila jika Devan pulang darimana pun selalu memberikan pelukan hangat, lalu tertawa bersama karena kekonyolan mereka.

"Capek?"

"Pastilah kan kerja, tapi tau nggak skripsi aku di akuisisi" Naila memekik senang dia memeluk Devan semakin erat.

"Selamat, pokonya nanti mau ke pasar malam"

"Okehh" Devan mengecup dahi Naila membuat wanita itu memerah. "Oh ya, mereka siapa?"

"Gara-gara kamu aku lupa kan. Sini-sini aku kenalin sama nenek kamu" Naila menarik Devan untuk ikut mendekati orang-orang yang menatap mereka geli.

"Nenek aku?" Tanyanya

"Devan" panggil lembut yang membuat Devan ingat salah satu orang

Devan menatap wanita baya yang duduk diapit di sofa kecilnya. Wajahnya begitu cantik dan familiar didalam hidupnya, air matanya tak terasa menetes.

Dia pernah bertemu dengan wanita itu beberapa kali, bahkan Devan bertahan selama ini hanya untuk bertemu kembali dengan wanita itu. Ira neneknya.

Ira bangkit dari duduknya dan langsung mendapatkan pelukan erat dari Devan. Wanita itu ikut terisak, cucunya. Selama ini dia kira cucunya hidup bahagia, hidup dengan gelimang harta karena warisan ibunya. Tapi apa?

Devan hidup menderita karena ulah ayahnya sendiri, bertahan hidup ditengah-tengah masalah yang menghampiri. Ira tak bisa menahan tangisannya, dia tak bisa berbuat banyak.

"Nenek..."

Cukup lama keduanya menuangkan rasa rindunya, semua sudah duduk ditempat masing-masing saat ini. Naila menatap haru suaminya, laki-laki itu kembali terlihat menyedihkan.

"Kita kesini bukan hanya untuk melepaskan rindu saja, kita juga ingin membicarakan tentang sesuatu." Ujar Ilham

"Ingin berbicara apa?" Tanya Devan dengan dingin, sifat aslinya. Dingin dan angkuh sama seperti Ilham sang kakek.

"Sebagian besar harta ibu masih berada di kakek, sedangkan kakek sudah tak mampu untuk meneruskan lagi. Jadi mau tak mau kau harus melanjutkannya"

"Aku nggak bisa kakek"

"Jangan sela kakek. Semuanya berupa saham di perusahaan sebesar 60%, otomatis perusahaan ini kamu pegang, beberapa rumah, kebun, dan juga rumah makan. Itu semua akan jadi milikmu karena kamu adalah pewaris utama dari aset yang ibumu miliki"

"Ibu sekaya itu? Mana bisa?"

"Ibu mu anak kami, kamu tak lupa kan jika kami adalah keluarga terkaya di Indonesia."

"Jika ibu kaya kenapa kita hidup susah sejak dulu?"

"Karena ibumu keras kepala, kami melarangnya menikah dengan ayah mu tapi dia tetap memaksanya. Kita mengusirnya dari rumah dan dia menikah saat baru lulus SMA. Setelah itu mereka hidup dalam kesusahan membuat kita iba lalu memberikan harta warisan milik ibu mu." Devan menatap intens Ilham, dia berusaha mencerna semua ucapannya

Home sweet homeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang