4. Sorry

403 49 0
                                    

Setiap kali matanya hendak terpejam, bayangan tentang wajah Karina yang muram selalu muncul. Niatnya beristirahat karena kelelahan malah diganti dengan overthinking.

Winter akui, Karina memang handal dalam membuat bahan overthinking untuknya, "ini mata bisa tidur gak! gue dah capek"

Namun, perlahan-lahan matanya terlelap. Dan Winter akhirnya tidur juga. Kondisi tubuh juga tidak bisa berbohong jika ia memang butuh istirahat.

Terlalu lama ia menganggur. Jadi badannya hanya digunakan untuk tidur, makan, menatap laptop, dan tidur lagi selama beberapa bulan belakangan. Jelas saja dengan berlari sejauh 2 km, ia hampir pingsan.

--
--
--
--
--

Perlahan namun pasti cahaya matahari mengusik tidurnya. Mata mengerjap, tubuh dimiringkan, selimut ditarik, dan ingin kembali larut pada alam mimpi.

Pintu tidak terkunci. Tirai jendela masih terbuka, sementara penghuninya terlelap terlalu lama.

"Astaga.."

Winter terbangun. Kepalanya berputar-putar karena kaget. Ia tersadar bahwa ini sudah pagi, sedangkan sejak semalam ia tidak mengunci pintu. Seulgi tidak pulang, dan pesan itu sudah disampaikan padanya.

Ia beranjak dari tidurnya, lalu melihat-lihat sekitar dengan jalannya yang sempoyongan. "untung aja ga ada yang ilang"

Lega, Winter mengusap dada. Berjalan kembali ke arah ranjang. Duduk dan teringat, lalu merenung lagi.

Entah siapa yang salah, tapi Winter merasa bersalah. Ia selalu merutuki dirinya sendiri yang tak sanggup bicara. Apa sebenarnya yang diingkan Karina padanya? Kenapa seolah-olah perempuan itu mencoba untuk memasuki kehidupan Winter?

Pikiran tentang tes, ujian, dan universitas lenyap dari kepala Winter. Yang tersisa hanya seorang gadis cantik dengan paras sempurna dan ekspresi yang sulit ditebak.

Winter tak tenang. Berkata pada diri sendiri, bahwa ia harus melakukan sesuatu. Misalnya saat ini ia bergegas mandi, ganti pakaian, dan pergi meninggalkan kamar untuk mendatangi tempat di mana ia dan Karina bertengkar kemarin.

Ia berkeliling mencari-cari. Berharap tak ada seorang pun yang sudah membeli. Dan sempurna. Sesuai harapannya, case itu masih di sana terbungkus plastik seperti semula.

Winter mengambilnya. Ia perhatikan betul-betul apa keunggulan benda itu dibanding yang lain. Nyatanya tak ada. Hanya sebuah case biasa di matanya. Tapi, tetap saja ia beli.

Hanya itu.

Kemalasan Winter dikalahkan dengan rasa bersalah. Ia rela keluar kamar menembus panas hanya untuk membeli sebuah case handphone.

Ia duduk di sofa setelah sampai. Meletakan benda kecil itu di meja. Dan menatapnya untuk waktu yang lama.

Jika sudah dibeli, lantas untuk apa lagi? Apa yang harus ia lakukan dengan benda itu? Ia tersenyum, terheran dengan perbuatannya sendiri

"Njir, gue ngapain si"

Winter menggeleng tak percaya jika seseorang akan begitu mempengaruhi hidupnya. Dan seakan mendapat ilham, kakinya yang pegal dipaksa berdiri, menggeledah isi tas.

Ia kembali duduk. Kertas disobek, bolpoin di tangan kanan, diputar diantara jemari. Bingung apa yang akan dituliskan. Haruskah ia meminta maaf? Atau barangkali meminta Karina bersikap lebih baik?

Pertama, ia harus membuat dirinya tenang. Lalu, ia tulis sebuah kalimat singkat :

I hurt you,

now i'm sad..

Kertas dilipat sampai kecil. Kemudian dimasukan ke dalam wadah case yang telah dibeli. Selesai

WRONG Graduation (WinRina/JiMinjeong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang