8. Let On

401 38 1
                                    

Pintu gerbang terbuka lebar. Spontan, bunyi klakson mobil digunakan untuk menyapa pria paruh baya yang telah berbaik hati mengizinkan mereka masuk. Winter tak berhenti menggumam 'wah' sejak melihat betapa mewahnya rumah keluarga Ryujin dari dalam mobil Ningning.

"Kek gedung dpr"

"Lebih gede gak sih?" sahut Winter seraya turun dari mobil.

Winter berdiri tertegun dengan mata berbinar-binar mengagumi rumah itu. Satu langkah ia mendekat, maka dirinya semakin diselimuti rasa ketakjuban. Taman bunga di atas kolam yang sejuk. Jembatan kecil sebagai penghubung ke arah pintu utama. Rumah itu benar-benar persis di dalam sinetron.

Melihat Winter yang nampaknya masih betah berdiam diri, Ningning mengambil alih posisi untuk mendekat ke pintu. Bel ditekan, dan tak lama seorang wanita muda dengan pakaian santai membukakan pintu.

"Temennya Ryujin ya? Silahkan masuk aja.." satu tangan terbentang, menginstruksi agar mereka berdua masuk.

Keduanya pun menurut dan langsung menuju ke lantai dua. Mereka akui rumah itu begitu besar dan nyaman dengan nuansa cokelat kayu. Saat mereka melewati tangga, Winter kembali terbelalak oleh besar dan lebarnya tangga itu. Susurannya menggunakan kayu jati asli. Lantainya dilapisi marmer mengkilap bersih.

Winter sibuk menaiki tangga sambil berputar-putar. Matanya mengedar ke setiap sudut rumah. Menangkap segala bentuk furnitur yang mengutamakan kualitas dan estetika. Ia yakin akan betah di rumah itu meski tidak melakukan apapun. Beribu pujian ia ucapkan di dalam hati saking kagumnya, hingga tak sadar bahwa ia sudah sampai di depan pintu kamar Ryujin, dengan pemiliknya berdiri di ambang pintu.

"Udah kak tournya?"

Winter tersenyum kaku menyadari kegiatannya diamati sedari tadi.

"Ayo masuk" ajak Ryujin lagi.

Di luar kedisiplinan, ternyata Winter dan Ningning datang paling akhir. Yuna dan Yeji sudah berada di sana sejak tadi. Hal ini meningkatkan semangat Winter. Paling tidak, ia punya kawan yang anti 'molor'.

"Gue punya beberapa lagu yang bisa di pake si, tapi tetep terserah kalian nanti" Ryujin berputar-putar di kursi rexus nya.

Di atas karpet empuk setebal lima senti itu, Winter dan Ningning ikut berpikir seraya mencicipi semua camilan yang tersedia. Sementara Yuna dan Yeji di atas ranjang duduk bersila dengan laptop di depan mereka.

"Kayanya kurang greget gak sih kalo pake lagu jadi?" celetuk Yuna dari ujung kasur.

Ada waktu di mana mereka saling melempar pandang. Kalimat Yuna ada benarnya juga. Mereka mencari-cari orang paling cocok yang mampu mengiringi tarian mereka.

"Ada Bangchan, ada Mark.. Mereka anak Etno" sebuah saran dari Yeji dipertimbangkan.

"Gue kenal mereka, tapi kayanya Chan lagi sibuk ujian akhir, Mark gimana?"

"Ya gapapa si" sahut Ningning yang langsung ditatap Winter.

Winter sedari tadi berdiam diri karena tidak tahu dan kenal dengan siapapun yang sedang mereka bahas. Ia semakin minder mengetahui dirinya bukan dari sekolah seni atau sanggar seni seperti yang lain.

Meskipun demikian, ia tidak mau menyenangkan insecurity nya. Setidaknya kini ia turut andil dalam penentuan tema dan konsep.

Mulai dari tema berantas kemiskinan oleh Ningning, hingga proletar tolak kapitalisme usul Yeji, belum ada yang cocok untuk tarian mereka. Karena itu, akhirnya Ryujin membaca kembali deskripsi acara, dan menemukan sebuah tema yang ternyata sudah ditentukan.

"What's on the newspaper?"

"Itu temanya?" Winter penasaran, dan Ryujin menjawab dengan sekali anggukan.

WRONG Graduation (WinRina/JiMinjeong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang