22. Back to Black

124 14 0
                                    


Hari yang berbunga-bunga itu kembali. Gadis yang dikenal lebih suka diam kini lebih sering tersenyum dan berbicara. Alasan dibalik perubahannya sudah jelas, yaitu kembalinya pada hubungan yang tak jelas. Jujur saja semua itu benar jika harus dikatakan Winter dan Karina memiliki hubungan yang tak jelas. Namun kali ini berbeda, Karina mau menghargai Winter sebagaimana Winter menghargainya. Winter pun suka dengan hubungan mereka yang sekarang. Jika boleh diibaratkan sebagai sepasang kekasih, mereka adalah pasangan yang telah sembuh dari hubungan toxic-nya.

Karina tak segan-segan menemani Winter latihan untuk pertunjukan di Jerman. Sementara Winter tak akan lupa untuk memastikan Karina baik-baik saja di tempat kerja. Karina juga akan dengan senang hati menjemput Winter setelah selesai kegiatan. Tentunya dengan izin Winter terlebih dahulu. Karina sudah tak pernah memaksa lagi. Tak pernah mengatur Winter lagi meskipun sejujurnya ia ingin. Sungguh Karina tak kuat jika harus melihat Winter bersentuhan dengan orang lain, apalagi orang itu membuat senyum Winter berseri-seri. Hatinya dongkol, memikirkan harusnya itu adalah tugasnya, tapi ia hanya menunjukan senyum. Ia sudah berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Kendati demikian, bukan berarti Winter tak mengetahui hal tersebut. Ia tahu bagaimana sikap Karina. Tapi ia suka Karina yang bisa mengontrol sikap seperti sekarang. Itu sebabnya ia kembali nyaman pada Karina.

Winter membuka lembaran baru setelah berlembar-lembar ceritanya hanya diisi oleh hidupnya dan kesalahan-kesalahan yang sama. Di semester baru ini ia mencoba mengabaikan apapun yang terjadi jika itu mengganggu pikirannya. Perubahan itu dapat ia rasakan manfaatnya, tak terkecuali sang kakak, Seulgi yang kini sedang berjalan di samping Winter harus menegur sang adik yang tampaknya sedari tadi tersenyum ceria.

"Lu kenapa dah Win, tumben amat menjadi secerah ini" ujar Seulgi saat mereka memasuki sebuah toko serba ada.

Winter menautkan alis, ia pun tak sadar jika melakukannya. "Masa sih? engga perasaan"

Seulgi yang awalnya penasaran menjadi tak terlalu peduli setelah mendengar jawaban Winter. Ia fokus pada belanjannya. Malam ini mereka akan menginap di tempat Winter. Sudah lama rasanya mereka hanya berkabar lewat pesan. Setidaknya orang tua mereka harus tahu jika kedua anaknya hidup bahagia meski jauh dari jangkauan.

Selesai membeli bahan-bahan dan peralatan. Seulgi dan Winter hendak segera pergi dari toko itu. Sialnya, Winter harus berpapasan dengan seseorang yang tak ingin ia ajak bicara. Lebih nahasnya lagi, orang itu menyapa dan ia harus melempar senyum serta menjawab sapa sebagai formalitas.

"Eh Win?.. sama siapa?" tanya pemuda itu.

Kepo lu!

Winter menggerutu di dalam hatinya. "Kakak gue" jawabnya singkat, berharap pertemuan itu segera usai. Namun Jake masih saja terus bicara mengenai kakaknya yang cantik, tidak terlalu mirip, dan lainnya yang membuat Winter kehilangan selera bicara.

"Eh terus pacar lu mana?... siapa? si Karina?"

Seperti ada yang mengganjal, tenggorokan Winter tercekat. Tubuhnya mematung, matanya menatap wajah tampan Jake yang rasanya sekarang sejelek iblis. Ia melirik ke arah Seulgi yang sama bingungnya. Mungkin ada satu menit Winter diam tak menjawab. Tubuhnya kaku, dan ia tak punya balas yang lebih kejam. Jake pun menyunggingkan senyum dengan banyak arti, kemudian menepuk bahu Winter sebelum pergi.

Winter kesusahan menelan ludahnya. "Ayok" ajaknya tanpa menoleh ke arah kakaknya sedikitpun. Takut, gelisah, dan marah bercampur  dan secara bersamaan menyerang dirinya. ia bersumpah jika ada waktu akan ia gunakan untuk meninju wajah Jake.

Sesampainya di dalam kamarnya. Mereka berdua tak berbicara. Winter bergegas mandi untuk menghindari bertatap muka dengan Seulgi. Entah berapa lama ia mandi hanya dengan memukul-mukul dadanya agar berhenti berdetak terlalu kencang karena membuatnya tak nyaman. Ia tak punya keberanian untuk keluar dari kamar mandi. Ia takut Seulgi akan menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa ia jawab. Namun kulit jari tangannya sudah keriput. Terpaksa ia harus keluar dan benar saja, ketika ia sedang sibuk mencari-cari pakaian yang akan dipakai, Seulgi membuka suara.

WRONG Graduation (WinRina/JiMinjeong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang