6. Roller Coaster

354 37 2
                                    

Antara ada dan tiada. Antara kenal dan tak kenal. Semuanya terasa abstrak. Samar tak berupa. Ada kala membikin senyum sementara, ada pula celah ganjil untuk dirasa.

Winter sedang disayang semesta. Kebiasaan bangun siang kini hilang ditelan bulan. Sudah dua hari belakang ia bangun jam tujuh pagi. Wajahnya segar, dan pikirannya jernih. Bahkan tak tanggung-tanggung setelah mencuci muka dan gosok gigi, ia akan pergi ke taman depan untuk menyirami tanaman.

Bunga mawar favorit selalu ia cium semerbak wanginya. Energi positif selalu menghampiri akhir-akhir ini. Entah karena apa, satu yang jelas, ia sudah jarang bertemu Karina.

Iya, Karina. Winter selalu bertanya-tanya apa urusan gadis itu padanya. Datang tiba-tiba, kemudian masuk ke dalam hidupnya, seolah-olah Winter tak mampu menolak kehadirannya. Tapi, satu pertanyaan yang tak bisa ia jawab pula, yaitu kenapa?

Kenapa seakan-akan Karina sungguh berpengaruh pada setiap detik di harinya? Karina adalah teman kakaknya yang pada suatu malam dikenalkan padanya. Bercerita kesedihan karena cinta, setelah itu menghantui dirinya. Karina selalu datang pada Winter. Dalam setiap situasi tiba-tiba ia ada. Mengajak Winter berbicara seperti teman lama yang nyatanya Winter tak tahu apa-apa persoalan Karina.

Tapi, hadirnya Karina pada hidup Winter, entah secara langsung maupun hanya pada pikiran, sungguh-sungguh mengusik ketenangannya. Winter begitu terprovokasi dengan kecantikan Karina yang bercahaya dalam setiap langkah. Terhipnotis oleh setiap suara yang keluar dari mulut mungil dengan bibir semerah darah. Winter akui sejujur-jujurnya, bahwa ia menyukai itu. Menyukai apa yang ada pada Karina. Senyum, cara tertawa, sentuhan, tatapan yang kejam, Winter suka. Dan hampir jatuh cinta.

Namun, lagi-lagi semua itu akan sirna jika sampai detik ini ia tak tahu siapa, dan maksud tujuan Karina mengenalnya. Winter tak ingin mencari tahu, dan tak ingin perasaan itu tumbuh lebih besar lagi. Maka ia berpikir lebih baik tak pernah lagi bertemu dengan Karina.

"Winter!!" Seulgi berteriak sambil berlari dari arah pagar.

"My Sistah!" lanjutnya setelah berdiri di depan adiknya.

"Lo keterima" Seulgi masuk ke dalam kamar meninggalkan Winter yang masih menenteng selang air.

Winter agak kebingungan dengan berita mendadak itu. Selang ia jatuhkan, air berhenti mengalir, kemudian masuk menyusul sang kakak.

"Keterima apa? kok lo bisa lebih tau dari pada gue deh.."

"Lagian, lo nunggu pengumuman tapi gapernah buka web.. lo keterima dua duanya.. Agribisnis, sama Seni Tari.."

Saking tak percayanya mulut Winter terbuka lebar dan kedua telapak tangannya menutup rapat-rapat. Matanya hampir copot mendengar penuturan kakaknya. Suatu hal yang terdengar mustahil.

"Sumpah? ini dewi fortun kukis lagi kesambet apa..baek bener" Winter merebut ponsel milik Seulgi yang menunjukkan bukti. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Tentunya tangis bahagia karena perjuangannya tak sia-sia.

"Lo mau milih yang mana?"

Seulgi menunggu jawaban, sementara adiknya bergeming, kembali tak tahu arah. Jelas, memilih adalah hal yang sulit. Apalagi ini akan menentukan masa depan.

Winter benar-benar berpikir. Ia tak ingin melakukan kesalahan. Selain menentukan masa depan, kebahagiaan dirinya juga ditentukan di mana ia akan menjalani hidupnya selama empat tahun.

"Oke.. gue ambil yang tari"

"Hah? serius?"

Winter mengangguk yakin. Ia tak akan mau mengulangi kesalahan. Susah payah ia belajar, tapi tak diterima. Giliran ia mendaftar di jurusan dan kampus lain, langsung diterima. Tentu saja Winter menghargai kampus yang menerimanya sekali tes!

WRONG Graduation (WinRina/JiMinjeong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang