✯ Kalau kamu baca ini, berarti punya mata ✯
★ ★ ☯ ★ ★
"Apakah ini istana elemental Elektro?"
"Yap."
"Apakah orang itu Halilintar?"
"Diragukan."
Blaze dan Taufan memanggut setuju. Secara fisik memang itulah sosok Halilintar sang putra mahkota, tapi ... mengetahui sikapnya, muncul ragu. Beberapa saudara lain setelah melihat Taufan dan Blaze makan tanpa beban jadi ikutan makan juga. Sepertinya tak ada racun di sini, kan bisa saja Halilintar yang memasak sebenarnya musuh yang menculik Halilintar mereka dan entah menggunakan eksperimen sains agar wajah mereka sama.
"Rasanya seperti nostalgia, ya?" Thorn tersenyum imut, ia melahap sayuran yang menjadi makanan favoritnya. Selain karena rasa, Thorn tahu bahwa kekuatannya berfungsi untuk memberi nutrisi dan menjaga keberlangsungan hidup. Thorn bangga dengan elementalnya.
Mereka kembali makan nasi, setelah biasanya bergantung pada gandum demi nama baik kerajaan. Ayam yang biasa mereka makan biasanya sudah halus, berbeda dengan ayam kampung yang lebih keras. Jika ditanyakan mana yang enak ... yah memang makanan istana enak sih, tapi tak bisa mengalahkan rasa familiar dan kerinduan dengan makanan ini terlepas teksturnya lebih kasar.
Ice nambah, akhirnya bisa makan tanpa menahan kram perut. Tidak ada satupun sajian yang menggunakan gandum. Cemilan pun bukan roti, makanya Ice makan sepuasnya.
"Ada apa ini sebenarnya?" tuntut Solar, masih belum percaya sepenuhnya atas perubahan ini.
'Astaga Hali ... kau terlalu dingin sampai sikap hangatmu terlihat menyimpang.' Padahal tokoh Halilintar di novel pernah bermimpi bisa mengulang sensasi sama saat mereka bersama Tok Aba. Halilintar merindukan itu, begitu pun keenam adiknya. Giliran aku merealisasikan hal ini, malah mendapat tatapan curiga.
└| Makan malam ini adalah hal bodoh, kau tak perlu memaksakan kebaikanmu sejauh ini. Apa artinya kehangatan ini jika suatu saat Retak'ka berhasil mengambil kekuatan mereka? |┐
'Apa artinya mengalahkan Retak'ka jika kau tidak merasakan hangatnya keluarga?' balasku yang sukses membuatnya diam. Oke, sepertinya kata 'dingin dan cuek' tidak pantas mendeskripsikan Halilintar. 'Kau lebih pantas disebut si pemalu.'
└| Tutup mulutmu! |┐
'Memang sudah ditutup, ble! Kan aku bicara dalam hati.' Asik juga memainkan Halilintar ini.
"Hey kakak pertama, aku menunggu."
Sontak aku beralih pada Solar. Aku menghela napas panjang. "Aku hanya rindu kebersamaan kita, itu saja." Sudah diulang beberapa kali, tapi respon mereka tak pernah berubah.
"Kak? Apa kau akan mati?" Blaze dramatis.
"Semua orang memang akan mati," tambah Ice.
Thorn mendekatkan kursi ke Solar. "Thorn takut."
Gempa bangkit. "Aku akan memanggil tabib—"
"HAHAHAHA!" Taufan menertawakan.
Sialan biru ini. Aku menjitak kepala Taufan, dari tadi bukannya membantu malah tertawa. Kalau bisa sih aku ingin menjitak mereka semua, tapi orang yang duduk paling dekat ya Taufan, makanya dia yang kena. "Haruskah kalian merespon separah itu? Apa aku terkesan kejam dan dingin di mata kalian sampai kebaikanku membuat kalian panik?"
"Iya."
'Wuih, engga ragu gitu ya jujurnya.' Aku tertawa miris, dalam hati tentunya karena kalau suara tawaku keluar bisa-bisa mereka jantungan. "Anggap saja ini permintaan maafku karena aku jarang ikut kalian berlibur. Aku telah melewatkan masa-masa bahagia yang ingin aku balas sekarang, sebelum nanti aku diangkat menjadi raja." Tahun depan umurku 17 tahun, tapi ya meski disebut tahun depan kan sekarang bukan Desember.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESET ➜ HALILINTAR [COMPLETED ✔]
Fanfiction⚡ COMPLETED: 25 Chapter ✔️ Boboiboy Halilintar, kakak tertua dari tujuh saudara yang mati di tangan adiknya sendiri. Apakah itu adil? Padahal yang Halilintar lakukan adalah melindungi adik-adiknya dari Raja Kerajaan Elemental-Retak'ka, yang ingin me...