✯ Aku dare kamu jangan begadang ✯
★ ★ ☯ ★ ★
"Kak Halilintar?"
Aku menoleh, mendapati seorang lelaki membawa nampan untuk makan siangku. Ah, sudah jadwal makan rupanya. "Gempa? Kau tak perlu melakukan ini, aku pun bisa melakukannya sendiri." Bukan tidak menghargai, tapi kadang aku merasa tidak berdaya tiap kali diperlakukan seperti ini. Apalagi yang bawa makanan adalah adikku sendiri, bukan pelayan.
"Tak apa, aku ingin melakukannya." Gempa tersenyum sekilas, hendak menyuapi sebelum aku inisiatif sendiri untuk makan. Dibawakan makan saja sudah malu, apalagi disuapi. "Eh, kak? Tadi, aku mendengar pesan dari kristal milik Tok Kasa."
Tiba-tiba topiknya ke sana, aku mendengarkan.
"Tok Kasa seolah berkata, Retak'ka tidak boleh mati seperti di cerita pertama. Dan, kenapa aku seolah mendapat ingatan apa yang terjadi di masa depan setelahnya?" Gempa menyatukan kedua tangan, tubuhnya sedikit menunduk. "Apa aku pernah menyakiti kakak? Apa kakak pernah beranggapan aku mencoba mencuri istana dari kakak?"
DEG!
I-itu cerita yang terjadi di ending pertama! Aku tak tahu harus panik atau bingung yang didahulukan. "Darimana Tok Kasa tahu semua itu?"
"Maksudnya, jadi semua itu benar?"
Ah, aku kebablasan bicara. "Tidak seperti yang kau pikirkan, Gempa. Ceritanya panjang, tapi percayalah saat aku bilang untuk saat ini itu tidak ada bedanya dengan ilusi. Kenyataannya kau tak melakukan itu, bukan?" Dan di cerita pertama pun, Gempa melakukannya karena aku tak pantas mendapat kendali atas kerajaan Elemental berkat statusku sebagai pengkhianat. Gempa melakukan hal yang benar, baik di cerita pertama dan di cerita kedua ini.
Namun, terkadang Gempa overthinking. "Aku tidak tahu kenapa aku merasa seperti ini, seolah ada dua ingatan dalam diriku—ukh!" Tangan Gempa menahan dahi, ia menunduk hingga kepalanya kena ke pahaku. Aku membiarkannya di sana, walau sedikit bingung kenapa Gempa bersikap seperti itu.
'Apa Tok Kasa memberikan ingatan file naskah itu pada Gempa sebagaimana Solar melakukannya padaku? Tapi, Solar kan tidak sengaja, apa Tok Kasa tidak sengaja juga karena mereka sama-sama pemilik elemental Geo?' Aku terlalu larut dalam pikiran sampai tak menyadari isakan kecil Gempa, diam-diam ia menahan tangis. Saking banyaknya tangis yang Gempa tahan, kini Gempa kehilangan kendali dan malah beralih sujud di depanku.
"Maafkan aku, kakak pertama."
DEG!
"Gempa?" panggilku, mensejajarkan diri dengan posisi Gempa yang tersujud di bawah. Aku mengangkat tubuhnya bangun, tapi ia menolak. Tanganku bersentuhan dengan batu Gempa dan aku yakin, aura yang menyelimuti batu ini berbeda. "Gempa? Kaukah Gempa yang pertama itu?"
Cukup lama tak ada respon.
"Iya, ini aku yang pertama."
DEG!
Tubuhku terasa lemas, jelas-jelas karena terkejut tapi aku tak tahu apa ini pertanda baik atau bukan.
"Aku orang yang mengambil alih istana kakak, aku orang yang diam saja melihat kakak ditindas. Aku pelakunya, aku melakukannya. A-aku tidak menyangka aku melakukan semua itu padahal yang kau coba lakukan adalah melindungi kami. Maafkan aku, kak Halilintar." Suara ini bukan dari Gempa yang pertama menyelamatkannya, tapi dari Gempa di cerita pertama. Bagaimana ingatan itu bisa kembali ke Gempa yang ada di cerita ini?
Bukan, bukan kalimat itu yang menjadi titik fokusku. Mau di cerita pertama atau cerita ini, rasa sayangku tak berubah. Rasa sayang mereka pun tak berubah. Dulu mereka melakukannya dengan terpaksa, dulu mereka pun tak mau melakukannya karena dalam lubuk hati mereka masih ada rasa sayang pada sesama saudara. Mereka tak berubah, tetap saja terus menyayangiku. Begitu pun aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESET ➜ HALILINTAR [COMPLETED ✔]
Fanfiction⚡ COMPLETED: 25 Chapter ✔️ Boboiboy Halilintar, kakak tertua dari tujuh saudara yang mati di tangan adiknya sendiri. Apakah itu adil? Padahal yang Halilintar lakukan adalah melindungi adik-adiknya dari Raja Kerajaan Elemental-Retak'ka, yang ingin me...