005. Permen Kapas

57 7 0
                                    

Saat itu malam tiba. Sebuah keluarga yang harmonis, tengah mengelilingi pasar malam dengan iringan tawa. Selain tawa, mereka pula begitu antusias ketika mengunjungi pasar malam. Sebab akan ada banyak wahana yang akan dinaiki oleh para anggota keluarga dengan jumlah 5 orang itu. 

Seperti bianglala, komedi putar, kora-kora, rumah hantu, dan lain sebagainya. Mereka semua ingin menikmati waktu family time dengan bahagia.

Hal utama yang mereka wajib kunjungi saat di pasar malam adalah wahana bianglala. Bram, sebagai kepala keluarga mengambil alih tugas untuk memesan tiket wahana tersebut. Sedangkan Ester, wanita paruhbaya itu ditugaskan sang suami untuk menjaga ketiga anaknya agar tetap berada di sampingnya.

Bagaimanapun, Ester begitu menyayangi ketiga anaknya dan ingin menjaga keluarganya agar tetap utuh hingga maut menjemput.

Tak lama kemudian Bram datang dengan membawakan 5 tiket bianglala. Setelah itu, dia mengajak para anggota keluarganya untuk segera menikmati wahana terbaik di pasar malam.

Di saat mereka melewati pedagang permen kapas, si bungsu merengek karena ingin membelinya. Awalnya Ester melarangnya, toh permen kapas itu tidak baik bagi kesehatan. Terlebih ketika dua hari yang lalu Nina mengalami sakit di bagian gigi belakang, dan hal itu terjadi karena terlalu banyak mengonsumsi makanan manis.

"Ayah ..., aku mau beli permen kapas!" rengek Nina.

Bram menghentikan langkahnya, sebab salah satu putri yang dia sayangi terus saja merengek kepadanya. "Nina ..., kan kamu baru aja sembuh dari sakit gigi. Kamu mau sakit lagi?" tanya Bram.

Nina menggeleng, "tapi aku mau permen kapas, Yah!"

Ester mengeratkan genggaman tangannya terhadap Nina, pertanda bahwa dirinya sudah kesal. Namun Nina tak kunjung menghentikan rengekkannya.

"Ya sudah, tapi jangan ngerengek lagi, okey?" tawar Bram.

Nina pun kembali bersemangat, senyumannya pun mengembang, dan tak lupa dengan matanya yang membinar. Kedua Kakaknya yang dari tadi diam saja, kini mereka ikut tertawa dengan riang. Toh, memang anak-anak sangat menyukai makanan manis.

"Mas ...," panggil Ester, menandakan dia tidak menyukai dengan keputusan sang suami.

"Tidak apa, Ester." Bram mengusap puncak kepala milik Ester, "tidak akan ada yang tau kan, kapan lagi kita bisa memakan permen kapas bersama-sama?"

Benar adanya, ucapan Bram benar-benar akan terjadi di masa yang akan datang. Khayalan 7 tahun yang lalu kembali melintas pada benak pikiran Zhifera ketika tengah melamun sendirian di tengah keramaian pasar malam. Dia benar-benar kesal, setiap kali khayalan yang menyakitkan itu selalu saja muncul.

Mengapa kejadian-kejadian itu terus saja menghantui dirinya?

Zhifera menahan air mata yang ingin keluar. Dia menarik nafasnya panjang-panjang, dan memegang dadanya yang mulai sesak. Hal ini selalu saja terjadi ketika Zhifera mengalami mimpi buruk.

Tak lama kemudian dia melihat sebuah keluarga di depan pedagang permen kapas. Hal itu semakin membuatnya dejavu.

"Mamah, Papa, aku pengen permen kapas!" teriak anak kecil yang usianya sama seperti Nina saat itu.

Anak kecil itu terus saja merengek tak karuan, sebab kedua orang tuanya tak kunjung menuruti permintaannya. Zhifera memandang anak itu dengan miris, bagaimana orang tuanya itu tidak menuruti permintaan anak tersebut? Lagi pula apakah mereka tau apa yang akan terjadi 5 sampai 7 tahun ke depan?

Zhifera pun bangkit dari tempat duduk yang dia singgahi, dan mulai mendekati pedagang permen kapas.

"Pak, satu permen kapas!" pinta Zhifera kepada sang pedagang.

Pedagang itu pun memberikan sebungkus permen kapas, lalu Zhifera memberikan uang sebagai alat tukar dalam perdagangan.

Keluarga yang tadi Zhifera lihat, kini sudah tidak terlihat lagi keberadaannya. Dia menelusuri setiap inci pasar malam dengan kedua matanya. Namun nihil, mereka tak kunjung ditemukan.

Zhifera hanya dapat mematung di tempat, sembari memegang permen kapas yang telah ia beli. Tak lama kemudian terdapat sosok lelaki yang menghampiri Zhifera.

"Zhife?" Dia memetik jarinya untuk menyadarkan Zhifera dari khayalannya.

Dia adalah lelaki berpakaian seperti badut sirkus, dan dia pun bersama ketiga adiknya Zhifera. Karena melihat sang Kakak yang tidak baik-baik saja, mereka bertiga mulai membangunkan khayalan Zhifera. Terutama Byan, yang sangat mencemaskan keadaan Zhifera.

"Kakak ...!" Panggilan Byan barusan berhasil membuat Zhifera tersadar.

Tanpa disengaja, air mata Zhifera jatuh membasahi pipinya. Hal tersebut membuat Byan ikut merasa sedih. "Kakak kenapa?" tanya Byan.

Zhifera yang melihat wajah Byan, kini dia mengusap pipi Byan yang sangat menggemaskan itu.

"Kakak gak papa kok. Oh iya, tadi gimana mainnya? Seru?" tanya Zhifera penuh antusias.

"Gak seru. Gak ada Kakak soalnya," tolak Nina.

"Nina, kalau gak ada Kakak kamu, kan ada Abang." jelas lelaki berpakaian badut sirkus itu.

Dia adalah Ardi, teman satu kelas Zhifera yang sudah sangat dekat dengan adik-adiknya. Ardi merupakan anak yang harus berjuang dalam perekonomian keluarganya. Atau yang biasa disebut sebagai tulang punggung keluarga.

Dia berkerja sebagai badut sirkus di pasar malam ini. Walaupun masih berstatus pelajar, tetapi Ardi sudah memasuki usia 17 tahun, dan sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk. Maka dari itu, dia harus berkerja menjadi badut di pasar malam, agar dapat membiayai kehidupannya di kota besar ini.

Ya, walaupun upahnya tidak sebanyak direktur-direktur di kota.

"Makasih ya, Di. Udah jagain adik-adik gue," ujar Zhifera.

Ardi hanya dapat tersenyum di balik make up tebalnya sebagai badut.

"Ayo, De. Kita pulang." Zhifera menggenggam tangan adik-adiknya itu, "pasti Ayah dan Ibu sudah sampai di rumah."

Mereka pun bergegas meninggalkan pasar malam, termasuk meninggalkan Ardi yang harus terus berkerja sebagai penghibur manusia di pasar malam.

***

☔To be continued☔

Not Home [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang