"Lapasin!" Zhifera segera menjauhkan tubuhnya yang menempel pada tubuh Pak Arnold dengan cara mendorongnya sekuat tenaga.
Pak Arnold sudah tau akan terjadi seperti ini, dia hanya dapat memahami sembari memasang wajah datar seperti sediakala.
"Bapak boleh acting, tapi Bapak jangan kurang ajar ya!" ancam Zhifera dengan jari telunjuk yang menunjuk ke arah Pak Arnold.
Pak Arnold merasa dirinya yang bersalah, padahal nyatanya dia hanya ingin menolong gadis yang tengah terjebak pada suasana buruk tadi. Dia seolah-olah telah melecehkan gadis itu. Namun dia tidak mudah untuk menerima segala perilaku buruk Zhifera padanya.
"Bukan, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya ingin---" Perkataan Pak Arnold segera diselak oleh Zhifera.
"Bapak ingin melecehkan saya, kan? Bapak memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil keuntungan hasrat Bapak?" Zhifera bertepuk tangan, "saya kira karena pekerjaan Bapak yang mulia itu, Bapak tidak akan pernah melakukan ini kepada saya."
"Tapi Zhifera ...." Pak Arnold mencoba untuk menjelaskan semuanya kepada Zhifera.
Zhifera menatap tidak percaya pada Pak Arnold, dia menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Saya tidak sudi mendengarkan penjelasan Bapak itu,"
Berlinang air mata milik Zhifera membasahi pipinya. Dia balik kanan, dan ingin pergi dari tempat ini. Dinginnya udara di rooftop membuat suasana semakin mendukung. Angin malam seakan menyerpa ke seluruh tubuh Zhifera dan Pak Arnold.
Walaupun ini tempat favorit para pengunjung, dikarenakan hari mulai larut ditambah angin yang bergemuruh, para pengunjung tidak berani untuk ke rooftop. Sehingga hanya mereka berdua yang berada disini.
Melihat gadis berpakaian gaun merah mawar itu ingin segera pergi, Pak Arnold memanggil namanya kembali.
"Zhifera, jika kau tidak mau mendengarkan penjelasan saya. Setidaknya kau pakai kemeja ini untuk menutupi gaunmu yang sobek." Zhifera menghentikan langkahnya, dan merasa kebingungan.
Robek? Di sebelah mana gaun yang robek?
Dia mengecek ke seluruh tubuhnya, agar memastikan apakah perkataan guru Byan itu benar adanya. Ternyata benar. Gaun merah mawar yang rupawan itu robek di bagian paha sebelah kirinya.
Pipi Zhifera memanas, bagaimana dia baru menyadari hal ini? Dan ... mengapa yang sadar terlebih dahulu ialah Pak Arnold?
Kini Zhifera memutarbalikkan tubuhnya, dia melihat Pak Arnold yang tengah berjalan menghampirinya sambil membawa kemeja hitam yang dari tadi ia kenakan.
Ya, kini Pak Arnold hanya memakai kaus putih dan menampilkan otot lengan gagahnya. Tidak, mengapa dia rela memberikan kemejanya itu di suhu yang terbilang cukup dingin ini?
"Pakai ini untuk menutupinya. Kamu yang pakai sendiri, saya tidak akan menyentuhmu lagi." ujar Pak Arnold sembari menaruh kemejanya di tangan Zhifera.
Zhifera merasa sangat malu dan tidak enak kepada Pak Arnold yang telah menuduhnya melakukan kejahatan. "Tapi ... Bapak?" tanya Zhifera sebelum mengenakan kemeja tersebut untuk menutupi sedikit robekan gaunnya.
"Kamu tidak usah hiraukan saya. Kamu pakai sekarang," pinta Pak Arnold, lalu dia membalikkan tubuhnya agar tidak berpapasan dengan Zhifera.
Hati Zhifera meleleh melihat perilaku Pak Arnold yang seolah-olah menghormati dirinya sebagai wanita. Tak ingin mengulur waktu terlalu lama di rooftop yang dingin ini, dia pun segera melilitkan kemeja hitam milik guru Byan itu di pinggangnya.
Hal ini membuat paha Zhifera yang sedikit terpampang barusan, tertutup tanpa secelah pun yang dapat orang-orang lihat.
"Sudah selesai?" tanya Pak Arnold.
"Sudah." Pak Arnold pun kembali berpapasan dengan Zhifera. "Terima kasih, dan maaf," sambung Zhifera.
Pak Arnold kembali tersenyum ke arah Zhifera, begitupun dengan Zhifera. Mereka kini menatap malam yang indah, dan sesekali menghirup dalam-dalam udara dingin ini.
"Bapak gak dingin?" tanya Zhifera yang masih merasa bersalah.
"Kenapa? Kamu dingin? Mau pakai kaus saya ini?" gurau Pak Arnold.
Zhifera dengan cepat menggelengkan kepalanya. Kini hanya ada kesunyian antara dia dan Pak Arnold, hingga saatnya Pak Arnold melontarkan sebuah pertanyaan.
"Kamu gak mau kembali ke dalam? Di sini sangat dingin,"
"Enggak. Lebih baik kedinginan di sini daripada harus mendengarkan celotehan panas di dalam. Apa Bapak gak merasakan hal yang sama?"
Pak Arnold mengangguk lalu tersenyum.
"Bapak kok mau aja masuk ke dalam rencana Ibu?" tanya Zhifera.
Pak Arnold menatap Zhifera lama sekali, dan dia berjalan kecil menuju pagar besi hitam yang ada di sana.
Pak Arnold menghembuskan napasnya dan berucap, "Saya tidak ikut campur dalam rencana Ibumu, saya melakukan ini karena hati saya. Kalau kamu mengira saya kongkalikong bersama Ibumu, perkirakanmu salah, Zhifera."
"Terus kenapa Bapak jadi sering ada di sekitar saya? Kan Bapak selama ini hanya seorang wali kelas Byan," oceh Zhifera.
"Benar ya, ternyata kamu itu bawel." Pak Arnold kembali melangkah mendekati Zhifera.
Zhifera tidak suka jika lawan bicaranya berusaha untuk mengalihkan perbincangan. Dia pun menatap Pak Arnold dengan kesal.
"Saya tau Bapak itu lebih tua, tua ... banget. Tapi Bapak gak boleh seenaknya mengalihkan pembicaraan ya!" perintahnya.
"Iya, iya, yang paling muda. Memangnya kamu kelahiran tahun berapa sih?" tanya Pak Arnold.
"Bapak gak usah kepo sama identitas saya. Sekarang Bapak tinggal membalas pertanyaannya saya," pinta Zhifera dengan nada yang amat ketus.
"Kalau kamu mendengarkan perkataan saya dengan baik sejak tadi, pasti kamu tau jawabannya. Sudahlah. Kamu sekarang mau kembali kesana atau ...?" Pertanyaannya langsung dijawab oleh Zhifera.
"Pulang. Saya mau pulang."
"Naik angkutan umum di jam segini?" tanya Pak Arnold. "Kamu bareng sama saya aja, nanti biar saya jelaskan kepada Ibumu agar kamu tidak mendapatkan masalah karena hal ini."
Zhifera melotot tidak percaya. Tawaran Pak Arnold mirip sekali dengan sebuah paksaan. Bagaimana bisa?
Pak Arnold berjalan terlebih dulu, sedangkan Zhifera membuntutinya. Tak ada pilihan lain selain ini, jika dia tidak ingin kembali ke forum itu. Dan jangan lupa, apakah Zhifera akan baik-baik saja ketika naik angkutan umum dalam penampilan seperti ini?
***
☔To be continued☔
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Home [TAMAT]
Fiksi Umum⚠️BUDAYAKAN FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA⚠️ *** Berjuta lika-liku kehidupan telah dirasakan oleh seorang gadis yang masih sangat kecil. Dia harus merasakan betapa hancurnya sang keluarga secara perlahan-lahan. Seperti luka yang bertubi-tubi ia dap...