021. Misi

24 2 0
                                    


Hari sudah sore, banyak manusia-manusia yang produktif baru saja usai melaksanakan tugasnya. Sehingga jalan raya tampak sangat ramai dipenuhi oleh ribuan pengendara motor, mobil, bahkan pada sarana transportasi umum.

Seperti saat ini, Pak Arnold tengah duduk sendirian di bawah pohon rindang depan sekolah Zhifera. Ia sengaja menunggu di sana karena ingin menawarkan penawaran penting terhadap Kakak dari anak didiknya itu. Siapa tau dengan penawaran ini, misinya untuk meraih hati seorang Zhifera bisa berhasil.

Namun sudah 1 jam Pak Arnold menunggu kehadiran gadis itu yang akan keluar dari pagar sekolah, sayang sekali batang hidungnya belum juga ditemukan oleh Pak Arnold. Padahal sudah tidak terhingga berapa banyak siswa yang berhamburan keluar.

Dia sudah sangat bosan melihat jalan raya yang selalu saja dilintasi para pengendara tersebut selama satu jam. Huhs, jika bukan karena Zhifera dia tak akan melakukan hal konyol ini.

Saking konyolnya, mungkin banyak orang yang menganggap Pak Arnold seseorang yang tersesat.

"Pak, ngapain di sini?"

Tuh, kan. Sudah pasti ada laki-laki yang menegur kehadirannya saat ini.

"Ah ..., saya lagi nunggu adik---" Ucapan Pak Arnold terhenti setelah melihat siapa sosok laki-laki yang menegurnya saat ini.

"Loh, Ardi?" Tampak jelas pada raut wajah Pak Arnold yang sangat panik.

Ardi tersenyum, dan sedikit terkekeh karena melihat wajah Pak Arnold yang terlihat layaknya seorang maling yang tertangkap basah oleh salah satu warga.

"Kamu ngapain, Di?" Karena merasa tidak nyaman, maka Pak Arnold yang bertanya mengapa Ardi menertawakan dirinya.

"Bukan seharusnya saya yang nanya ya, Pak?" tanya Ardi, dan Pak Arnold hanya dapat menggaruk tengkuknya.

"Bapak ngapain di sini? Di bawah pohon segala lagi. Bapak sehat, kan? Dan ..., soal adik. Apa Bapak punya adik di sini?" Pertanyaan demi pertanyaan yang Ardi lontarkan hanya membuat Pak Arnold kebingungan.

Gelagat bingung Pak Arnold memang mudah dikenali oleh orang-orang yang menyaksikannya. Karena tak ingin membuat seorang guru muda di hadapannya ini merasa tidak nyaman, maka Ardi mengusaikannya.

Dia tau siapa yang dicari Pak Arnold saat ini. Beliau ini memang tidak pandai berbohong dan beralasan, maka dari itu Ardi dapat mudah membaca apa tujuan Pak Arnold mendatangi sekolahnya di jam pulang ini.

"Bapak cari seseorang ya?" tanya Ardi sedikit bergurau.

"Saya tidak pandai berbohong. Jadi, saya akui saya lagi nyari seseorang. Dia Zhifera. Kamu sekelas sama dia, kan?" tanya Pak Arnold to the point.

"Oh, Zhifera ...." Ardi tersenyum, dan meneguk salvianya sembari menghembuskan napas yang panjang.

"Dia udah pulang, Pak. Lebih awal dari bel pulang sekolah. Katanya sih, dia harus ke tempat kerjaan Ayahnya." jawab Ardi semampunya yang ia tau.

Dia tidak akan menanyakan untuk apa Pak Arnold mencari sahabatnya itu, sebab pertanyaan tersebut bukanlah tata krama yang baik. Apalagi menyangkut pauti privasi masing-masing pihak.

Ardi boleh kesal, tapi dia tidak boleh meninggalkan tata krama tersebut. Entah Pak Arnold pun memiliki rasa kepada Zhifera seperti dirinya, atau Pak Arnold hanya ada kepentingan mendesak sehingga harus menemui Zhifera hingga sekolah.

"Oh ..., seperti itu ya. Terima kasih Ardi," Pak Arnold pun segera memakai helm berwarna hitam miliknya, lalu menyalakan mesin motor hitam uang dari tadi ia duduki.

"Sama-sama, Pak. Saya pamit," Baru saja Ardi ingin melangkah menuju halte, Pak Arnold pun mencegahnya.

Ardi diam, dan bertanya, "Ada apa ya, Pak?"

"Kamu tau soal kenapa Zhifera selalu mengabaikan laki-laki di sekitarnya?" Pertanyaannya Pak Arnold ini membuat Ardi menautkan alisnya.

"Maksudnya, Pak?" tanya Ardi.

Pak Arnold mematikan mesin motornya kembali, dan membuka kaca helm berwarna hitam pekat yang awalnya tertutup. "Saya tau kamu paham apa maksud saya. Kamu tau kan, kalau sifat Zhifera itu cuek banget sama laki-laki yang mencoba mendekatinya?" tanya Pak Arnold.

"Iya, saya tau." jawab Ardi, "tapi tidak kalau sama saya, Pak." selanjutnya ia jawab di dalam hati.

"Kamu bisa jelasin kenapa sifatnya begitu? Apakah seleranya lebih tinggi dari kemampuan saya?" tanya Pak Arnold.

Benar dugaan Ardi, bahwa guru muda satu ini menyukai Zhifera. Sahabatnya Ardi.

"Zhifera bukan sosok wanita yang mencari laki-laki sempurna. Dia itu cuma butuh laki-laki yang menurutnya sangat baik kepada dia. Kalau Bapak udah bisa menjadi sosok tersebut, saya yakin Bapak tau jawaban pertama yang Bapak lontarkan." Ardi menarik napasnya dalam-dalam. "Saya bisa permisi, Pak? Ada jadwal lain yang harus saya kerjakan," tawar Ardi.

Pak Arnold hanya dapat tersenyum tipis, dan mengangguk kepada Ardi. Namun tatapannya masih lurus dan tidak berpaling. Sepertinya Pak Arnold tengah menyerap perkataan Ardi yang seperti orang dewasa itu.

***

☔To be continued☔


Not Home [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang