24;

103 54 15
                                    

•••

"Udah makan malam?"

"Udah, tadi bareng Mama."

Ratu mengernyitkan dahinya merasa heran dengan sosok pemuda di depannya.

"Tadi buru-buru kenapa? Aku harap kamu cerita. Aku benci khawatir kayak gini, aku gak suka overthingking hal yang belum mungkin terjadi."

Dengan susah payah Ratu mengungkapkan isi hatinya, karena ia berusaha menahan tangis yang bisa pecah kapan saja.

"Papa disini Ra."

Jawaban Abim membuat Ratu tertegun, lalu menatap nanar ke arah pemuda di sampingnya.

Apa yang akan terjadi jika Papanya disini?

"Apa Papa tau kamu pindah agama?"

Abim menggeleng pelan. Ratu terkejut lalu dia menunduk menatap tanah yang ia pijaki. Merasa bersalah telah menempatkan mereka berdua dalam hubungan yang seharusnya tidak terjadi sejak awal.

Seharusnya dia tidak pernah bertemu dengan Abim, tidak mengenal pria itu mungkin lebih baik. Tetapi ia tidak menyesal telah mengenal pemuda itu, hanya saja merasa kesal dengan takdir.

"Aku pergi ya?" lirih Abim, dia sama sekali tidak ingin mengucapkan kata 'pergi' tetapi keadaan begitu mendesaknya untuk pergi menjauh dari gadisnya.

Ratu bergeming. Dia setia menunduk tidak berani untuk menatap mata Abim. Dia sudah menangis dalam diam, tangis yang ia tahan sedari tadi akhirnya keluar.

Rasa sakit itu menjalar di hatinya. Ratu tidak ingin pemuda itu pergi lagi, lalu apa yang akan ia lakukan? Membiarkan semuanya ikut alur waktu dan hari? Atau menahan pemuda itu untuk terus bersamanya? Pilihan akhir terlihat sangat egois.

"Jangan pergi lagi..." lirih Ratu memilih pilihan terakhir, ia mencoba untuk egois. Tangis dia pecah, ia sudah memeluk Abim dengan erat seolah tidak ingin membiarkan pria itu pergi lagi.

Ratu mau egois, ia mau melawan semesta. Dia mau terus bersama Abim bahkan sampai kehidupan selanjutnya. Gadis itu sudah jatuh terlalu dalam, dia tidak peduli jika dirinya dikatai gila, bodoh atau semacamnya.

"I can't, Papa maksa, kalo gak-" Abim memutus ucapannya seperti sulit untuk melanjutkan,"Aden bakal luka karena aku."

~~~

Hiruk pikuk yang memenuhi bandara dan begitu ramai orang berlalu lalang. Ada yang senang menyambut salah satu keluarganya kembali, ada yang sedih melepas keluarga atau seseorang terdekat mereka untuk pergi.

Seperti Ratu yang sedari tadi menunduk melihat sepasang sepatunya. Dengan memainkan jemarinya merasa gelisah.

Gadis itu sangat sedih karena harus mengantarkan Abim yang sudah menjadi mantannya lagi.

Ratu sudah bulat dengan keputusannya untuk membiarkan pemuda itu pergi beberapa tahun lamanya. Dia sudah siap menerima konsekuensi hatinya yang akan mati rasa.

Dengan gerakan tiba-tiba, Abim memakaikan kalung berbentuk bulan dan bintang kepada gadis itu yang sedari tadi menunduk. Dia tau bahwa Ratu sudah menangis terlihat dari bahunya yang bergetar.

"Don't cry Ra, aku pergi sebentar."

"Gimana kamu bisa tau kalo pergi sebentar? 1 minggu bagi aku aja itu lama. Aku terlalu berat untuk jauh dari kamu."

Abim mendekap tubuh mungil di depannya, dan mengelus surai rambut gadis itu lembut.

"Di jaga ya kalungnya sampe aku kembali."

When I Love You (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang