Sudah terhitung 2 bulan Daisy terkurung di rumah ah ralat neraka milik Jayden. Jayden bahkan tidak pernah mengizinkannya keluar dari rumahnya selama 2 bulan itu, yang hanya bisa gadis itu lakukan setiap harinya adalah, makan, mandi, tidur, dan menangis. Perasannya sangat hancur mengingat keadaannya sekarang. Dia rindu keluarganya, dia rindu teman-temannya, dan dia juga rindu dengan kebebasan.
Tapi satu hal yang membuatnya bersyukur, borgol yang ada di kaki dan tangannya sudah tidak ada lagi, tentu saja itu karena gadis itu menangis sembari memohon-mohon kepada Jayden. Jayden yang tak tega melihat gadis yang di cintainya seperti itu pun dengan terpaksa menurutinya, dengan syarat Daisy tidak akan melakukan hal yang macam-macam, dan Daisy pun pura-pura menyetujui ucapan laki-laki itu.
Masih asik merenung, Daisy pun teringat akan sesuatu. Bi Ningsih, ya, Daisy melupakan satu hal, yaitu tentang menyuruh bi Ningsih yang mengirimkan pesan kepada keluarganya,. Tapi sebentar, jika memang bi Ningsih sudah memberitahu keluarganya mengenai dirinya, tapi kenapa keluarganya belum ada datang kesini untuk menjemputnya. Apa bi Ningsih tidak memberitahu keluarganya? atau mungkin bi Ningsih melupakan perintahnya? Ya mungkin saja, bi Ningsih pasti melupakannya, maka dari itu, ia harus menunggu bi Ningsih kesini untuk menanyakan tentang itu semua. Kebetulan pagi ini bi Ningsih seperti biasanya pasti akan memberikannya sarapan. Sebenarnya bisa saja dia makan di ruang makan saja bersama Jayden, dan tidak merepotkan bi Ningsih, tapi dia tidak sudi jika harus makan satu meja dengan laki-laki itu.
Ceklek
Pintu terbuka menandakan bahwa ada orang yang akan masuk ke kamarnya. Dan syukurlah ternyata orang itu ialah bi Ningsih, entah ini sebuah keberuntungan atau tidak, orang yang tadi sedang ia nantikan kini sudah datang di hadapannya.
"Silahkan di makan, Daisy!" Ujar bi Ningsih setelah selesai menaruh makan, dan minum untuk Daisy di atas nakas samping ranjang gadis itu.
"Terima kasih, bi." Kata Daisy dengan senyumannya.
"Kalau begitu saya permisi, Daisy. Soalnya masih ada banyak pekerjaan untuk saya." Pamit bi Ningsih undur diri.
Tapi sebelum bi Ningsih ingin melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Daisy. Gadis itu lebih dulu mencekal tangan bi Ningsih.
"Ada apa, Daisy?" Tanya bi Ningsih bingung.
"Apa bibi sudah memberitahu keluarga Daisy? Tentang Daisy yang baik-baik saja." Bukannya menjawab, Daisy justru melontarkan pertanyaan kepada bi Ningsih.
Awalnya bi Ningsih menegang mendengar pertanyaan itu, tapi setelah itu bi Ningsih mencoba untuk menormalkan kembali dirinya menjadi biasa-biasa saja. "Sudah, Daisy. Saya sudah melakukan perintahmu." Jawab bi Ningsih.
"Tapi kenapa keluarga Daisy belum menjemput Daisy juga, maksud Daisy--jadi bibi sudah memberitahu keluarga Daisy kan kalau Daisy baik-baik saja? Kalau begitu terima kasih, bi." Katanya gugup karena tadi dia sempat keceplosan.
"Sama-sama, Daisy. Sudah kan? Tidak ada yang ingin di bicarakan lagi? Kalau tidak saya ingin kembali bekerja lagi, saya takut tuan muda memarahi saya nantinya." Ujar bi Ningsih lembut.
Daisy mengangguk. "Iya, bi."
Setelah itu bi Ningsih pun melenggang pergi.
"Akhirnya sebentar lagi gue bakalan keluar dari tempat ini." Katanya dengan girang, bahkan gadis itu meloncat-loncat di atas kasurnya karena sangking bahagianya.
***
Malam pun tiba. Jayden pun sudah kembali ke kamarnya dan juga kamar milik Daisy. Ya, mereka memang tidur sekamar, just sleep. Karena Jayden sudah berjanji kepada Daisy untuk tidak akan merusak gadis itu sekarang. Maka dari itu Daisy mengizinkan Jayden tidur satu kamar, bahkan satu ranjang dengannya.
"Jayden?" Panggil Daisy kepada Jayden yang sedang merebahkan diri sembari memeluknya dari belakang.
"Hm, ada apa, sayang?" Katanya dengan suara serak.
"Kamu belum tidur?" Ya, gadis itu sudah mengubah panggilan mereka dengan aku-kamu. Itu semua atas perintah dari Jayden, awalnya Daisy menolak, tapi Jayden mengancamnya jika dia tidak mau, maka Jayden akan memborgolnya kembali.
Bukan tanpa alasan, Daisy menuruti semua perintah Jayden, gadis itu melakukan itu semua, karena ingin berpura-pura nurut kepada Jayden, selain itu, dia tidak ingin di borgol kembali olah laki-laki gila itu.
"Belum, ada apa?" Tanyanya sembari mencium leher gadis itu dengan rakus.
Daisy yang mendapatkan perlakuan seperti itu pun merasa risih, tapi dia bisa apa? Ingin menolak, Jayden pasti akan mengancamnya kembali
"Aku ingin bertanya." Katanya dengan gugup.
"Silahkan!" Ujar Jayden.
"Kapan aku bisa pulang, Jayden?"
Tidak ada jawaban dari laki-laki itu, Daisy pun merasa kesal di buatnya.
"Jayden?" Panggil Daisy ulang.
"Tidurlah!" Katanya dengan tegas.
"Jawab dulu pertanyaan ku, Jayden. Kapan aku bisa pulang? Aku rindu keluargaku, aku juga rindu teman-temanku." Tutur Daisy.
"Cukup! Aku tidak ingin mendengar pertanyaan itu lagi! Sekarang tidurlah! Jika tidak aku akan membiusmu sekarang." Katanya dengan marah.
Tak mau hal yang sama terulang lagi, Daisy pun dengan terpaksa mengalah. "Baik." Balas Daisy pasrah. Tanpa sadar air matanya kini sudah mengalir deras di pelupuk matanya.
Guyss, sorry karena baru bisa update sekarang.
Aku lagi gak mood banget buat nulis, dan juga kebetulan aku lagi ada masalah sedikit di rl.
Sekali lagi i'm sorry guys 💗
Jangan lupa votmennya ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi Jayden (SUDAH TERBIT)
Подростковая литература"kau hanya milikku Daisy." Ini tentang Jayden yang sangat mencintai Daisy, dan ingin sekali Daisy menjadi kekasihnya, Jayden yang selalu mengejar-ngejar Daisy, dan Jayden yang selalu marah apabila Daisy berdekatan dengan laki-laki lain. Jika Jayden...