15 - BERBAIKAN

66 0 0
                                    

Happy reading ♡



Queenza memasuki kamar Gerald yang ternyata tidak terkunci. Ia dapat melihat Gerald yang masih tidur dengan posisi telungkup. Lelaki itu tak mengenakan atasan sehingga menampilkan punggungnya yang tak terbalut apapun.

Queenza melangkah mendekati Gerald. Ia duduk dipinggiran ranjang. Tangannya ia gunakan untuk menyentuh bahu sang Abang. Queenza menggucang pelan bahu lelaki itu. "Abang..."

Queenza terus memanggil hingga Gerald menggeliat dan membuka mata. Hal yang pertama kali dilihat adalah Queenza. Hati Gerald bagai bunga yang mekar karena mendapatkan air. Baru saja ingin memeluk gadis itu, Gerald langsung teringat bahwa ia sedang dalam mode ngambek karena kejadian kemarin. Gerald mengacuhkan Queenza dan kembali memejamkan matanya.

Queenza yang melihat itu sedikit kecewa. "Abang... ayo bangun, antar Queen ke sekolah." Bujuk Queenza kembali mengguncangkan lengan Gerald.

"Ngapain minta antar sama Abang? Sana berangkat sama Dava." Ujar Gerald dengan nada sinis.

"Nggak mau."

Gerald tampak terdiam beberapa saat. Ia menoleh menatap Queenza dengan mata sayunya. "Kenapa?"

Jantung Queenza berdebar kuat mendapatkan tatapan seperti itu. Ia mengalihkan pandangannya. "Q-Queen nggak mau buat Abang khawatir."

Gerald diam tak menjawab. Ia kembali mengalihkan pandangannya tak mau menatap gadis itu.

Queenza melotot saat lagi-lagi Gerald mengacuhkannya. Ia tepikirkan sebuah ide. Queenza melihat ke arah nakas yang ada disebelah kasur Gerald. Di sana terdapat figura foto yang memperlihatkan dua orang berjenis kelamin berbeda. Wajah keduanya sangat mirip dengan senyuman menghiasi wajah mereka.

Queenza bersimpuh, ia menatap wajah seorang anak perempuan di foto itu. "Kak Lala... tolong dong, dibujuk Abangnya."

Gerald kembali membuka matanya mendengar penuturan Queenza.

"Dia dari kemarin marah, loh, sama Queen. Sampe-sampe hari ini dia nggak mau antar Queen ke sekolah." Adu Queenza pada foto tersebut.

Gerald menoleh menatap Queenza yang tengah berbicara dengan foto yang menampakkan dirinya seusia empat tahun bersama gadis seusianya.

"Padahal Queen, kan, nggak maksud buat Abang marah. Queen pikir Abang nggak bisa jemput kemarin..." Queenza terus bercerita. "Makanya, Queen pikir Dava disuruh sama Abang buat antar Queen pulang."

Gerald tertegun mendengarnya.

"Ayo dong, Kak Lala, bujuk Abang biar nggak marah lagi sama Queen, ya? Bilang sama Abang Queen minta maaf karna udah buat Abang kesel..." setelah mengatakan itu, Queenza hendak bangun dan ingin keluar dari kamar itu. Tapi cekalan di tangannya membuat Queenza tertarik ke dalam pelukan sang pelaku.

"Maaf..." Gerald menggumamkan kata maaf pada ceruk leher Queenza. Ia menenggelamkan wajahnya di sana.

Queenza tersenyum dan membalas pelukan Gerald. Ia mengusap lembut rambut Abangnya. "Queen juga minta maaf, Abang."

Setelah beberapa menit, Gerald melepaskan pelukan itu. Ia menatap wajah cantik adiknya. Sudah dari kemarin ia menahan diri untuk tidak memeluk Queenza. Tapi kali ini, ia tidak akan menahannya lagi.

"Queen harus berterima kasih sama Kak Lala." Ujar Queenza dengan senyuman manisnya sehingga mata gadis itu membentuk bulan sabit.

Gerald mencium pipi tembam Queenza. Membuktikan bahwa saat ini Queenza sangat menggemaskan dimatanya.

✿✿✿

"Yah... Abang, pintu gerbangnya udah ditutup..." Queenza memasang raut sedihnya saat melihat gerbang sekolah sudah ditutup oleh satpam yang berjaga.

Tadi sebelum berangkat sekolah, Queenza harus lebih dulu membujuk Papanya--agar ingin mengembalikan boneka sapi berwarna merah milik Queenza yang sempat disita. Juga kabarnya, siang nanti Arion akan pergi dinas keluar kota sehingga mengharuskannya menginap beberapa hari di sana. Jika Queenza tidak minta maaf dan membujuk Papanya pagi ini juga, bisa-bisa Baloonya juga akan dibawa bersama Arion.

Queenza mana bisa tidur tanpa bonekanya. Biasanya, jika tidak ada boneka, ia akan tidur bersama Merry--Mamanya. Akan tetapi Merry juga akan ikut bersama Arion untuk dinas keluar kota. Bisa saja ia minta ditemani Gerald untuk tidur, tapi Abangnya itu katanya juga akan pergi menginap di rumah temannya untuk menyelesaikan tugas kampus mereka.

"Jadi gimana? Mau pulang lagi?" tanya Gerald.

Queenza menggeleng. "Minggu depan udah mulai ujian, Abang. Jadi minggu ini ada pelajaran tambahan, sekaligus ngebahas kisi-kisi ujian nanti." Jelas Queenza pada Gerald.

"Nanti kamu pulang dijemput sama Pak Heri, ya." Pesan Gerald dan langsung diangguki Queenza.

Queenza turun dari mobil yang dinaikinya. Sebelum membuka pintu, Queenza menyempatkan untuk menyalim punggung tangan Gerald. Tak lupa berpamitan pada Abangnya itu.

Mobil yang Gerald kendarai melesat meninggalkan sekitaran SMA Antartika. Queenza memilih untuk mendekatkan diri ke arah gerbang. Berharap bertemu dengan satpam yang biasanya berjaga.

Alih-alih bertemu satpam, Queenza dipertemukan dengan sosok lelaki berbadan tegap si pemilik wajah tampan. Tatapan dan alis yang menukik tajam. Lelaki itu berdiri dengan penuh wibawa di dekat pintu gerbang.

Ia adalah Reano Aciel Dirgantara, atau orang-orang memanggilnya Aciel. Si Ketua OSIS SMA Antartika. Aciel yang memang memiliki sifat ramah dan hangat kepada siapapun, tersenyum saat melihat Queenza di luar gerbang.

Lelaki itu tampak mendekati Queenza. Dari balik pagar ia berceletuk. "Kenapa terlambat, hm?"

Queenza menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tersenyum canggung karena bertemu dengan Kakak kelasnya itu. "T-tadi ada masalah kecil di rumah, Kak..."

Aciel menghela nafas. Ia membuka pintu gerbang dan menyuruh Queenza masuk. "Karena telat lima belas menit, lo dihukum berjemur di lapangan sampai jam istirahat!" Ujar Aciel tegas.

Mendengar itu sontak membuat Queenza mengeluh dan memasang wajah memelas. "Lama banget?"

"Emang udah gitu aturannya, Queenza." Jawab Aciel dengan senyuman kecil.

"Kan, aku cuma telat lima belas menit. Masa mau dihukum sampe jam istirahat, sih?" Queenza berujar masih dengan wajah ditekuk.

Aciel yang melihatnya tampak tak tega. Ia juga tak ingin menghukum Queenza selama itu. Aciel memiliki rasa pada gadis di depannya ini. Mana tega ia menghukum gadis yang disukainya! Tapi, mau bagaimanapun juga, ia harus tetap professional dalam menjalani perannya sebagai Ketua OSIS.

Aciel tersenyum hangat dan sedikit menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Queenza. "Maaf, ya, Queenza. Tapi gue nggak bisa ubah aturan yang udah dibuat. Lagipula jam istirahat nggak lama, kok!"

Queenza mengangguk pasrah. Apa boleh buat? Ia datang terlambat pun karena kesalahan nya sendiri. Queenza hanya bisa menjalani hukuman--berdiri di lapangan sampai jam istirahat.

✿✿✿

To be continued
Boleh dong, votenya.
Tap bintang di ujung kiri bawah (◠‿・)—☆

Makasih yang udah mampir ♡

Queen's Life GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang