51 - LOST IN STUPIDITY

15 0 0
                                    

Happy reading ♡



Setelah dirasa berhasil menenangkan Queenza, Dava pamit pergi untuk menemui Opa Ehan. Ia berjalan gontai menuju ruangan Opa nya. Namun saat hendak melewati satu pilar sebelum menghubungkan jalannya ke ruangan Opa, lelakin itu dikejutkan dengan suara berat yang pemiliknya berdiri bersandar di sebelah pilar itu.

"Thanks, Va." Itulah kata Gerald saat Dava hendak melewatinya. Gerald menatap lurus kedepan sambil bersedekap dada. Terlihat jelas di matanya jika pikiran lelaki itu sedang menerawang entah kemana.

Dava menghampirinya. "Untuk apa?" tanyanya saat merasa tak ada hal yang Dava lakukan sehingga pantas mendapatkan ucapan terimakasih.

Menghela nafas sejenak sambil menunduk sebelum keduanya bertemu pandang. "Udah bantu tenangin Queen disaat gue nggak bisa lakuin itu."

Sebelah alis Dava terangkat. "Lo dengar?"

Benar. Gerald mendengarkan segala yang dikatakan Queenza. Mengenai dirinya, dan mengenai perasaan gadis itu. Bodoh yang dirasakan Gerald. Ia merasa menjadi orang yang paling bodoh saat baru mendengar tentang perasaan Queenza selama ini. Gerald bertambah merasa paling bodoh karena selama ini tutup mata mengenai apa yang dirasakan Queenza.

Padahal ia yang paling dekat dengan gadis itu. Padahal Gerald lah yang selalu berusaha ada saat Queenza membutuhkannya. Gerald lah yang berlagak mengetahui segalanya tentang Queenza-nya namun nyatanya pengetahuan yang ia miliki tentang Queenza tak seberapa. Bahkan bisa dikatakan tak ada sedikit pun yang Gerald ketahui selain tentang hal-hal favorit Queenza dan hal yang dibenci gadis itu.

Tapi Gerald tak mengetahui bagaimana cara pandang Queenza saat menerima perlakuan manis darinya dan dari keluarganya. Gerald tak tahu apa yang membuat Queenza berpikir demikian dan apa yang telah dialaminya di masa lampau. Tak pernah sekalipun Gerald menanyakan hal itu pada Queenza.

Ia berlagak sok paling memahami Queenza, tapi nyatanya? Hal sekecil ini pun tak bisa disadarinya. Andai saja tadi ia memutuskan untuk melewati saja percakapan antara Queenza dan Davano, mungkin sampai sekarang Gerald akan tetap menjadi orang bodoh yang tak tahu menahu tentang gadis yang selama ini ia jaga.

"Ya. Semuanya." Gerald melirik Queenza yang masih duduk di sofa ruang tengah sambil menonton televisi. Ia berujar, "gue nggak tau kalau selama ini Queen punya pemikiran seperti itu."

Dava mendengarkan.

"Ternyata sikap gue berhasil buat dia yang nggak beraalah malah mikir begitu." Gerald menghela nafas lagi. "Jujur, Va, awalnya Mama dan Papa niat adopsi Queen memang karena dia mirip banget dengan Lala. Dan awalnya pun, gue sendiri anggap dia sebagai Lala. Gue perlakuin dia sebaik mungkin, jagain dia seketat yang gue bisa, karena dalam pikiran gue, Queen itu Lala."

Diambilnya jeda sejenak saat kilas balik beberapa tahun lalu memenuhi kepalanya. Saat Gerald begitu tak bisa menerima kehadiran gadis asing yang ia kira hendak merebut posisi Lala-nya. "Tapi, lama-kelamaan gue sadar. Lala udah nggak ada. Dan yang ada di hadapan gue sekarang adalah Queenza. Gue sadar itu. Tapi, ada juga sebagian diri gue yang lain nggak bisa terima. Sampai sekarang gue nggak tau perasaan gue gimana. Gue tau dia Queenza, tapi gue masih sering lihat Lala dalam diri Queen."

Barusan Adeknya, sekarang giliran Abangnya. Dava membatin. Dilihat dari luar saja Abang beradik itu tampak akrab dan saling memahami satu sama lain. Tapi nyatanya ada perang batin diantara keduanya. Dava ikut menghela nafas saat Gerald mulai menceritakan mengenai perasaannya terhadap sang Adik. Semoga saja Abangnya Queenza ini tak menangis ditengah pembicaraan. Tidak lucu jika itu sempat terjadi dan Dava lah yang harus menenangkannya. Dava mana paham cara menenangkan pria yang menangis? Tidak mungkin, kan, ia peluk dan usap-usap lembut punggung seperti yang dilakukannya pada Queenza tadi?

Amit-amit. Dava menggeleng kepala menyadari pikirannya entah lari kemana-mana. Ia berdehem. "Sekarang lo tau gimana perasaan Eja dan apa yang dia pikirin saat terima perlakuan kalian. Pendapat gue, sih, ya... coba aja lo ngomongin hal ini dengan bokap nyokap, gue yakin mereka juga pasti paham dengan perasaan Eja. Setelah itu, pelan-pelan kasih dia pengertian kalau apa yang diprasangka sama Eja adalah salah. Buat dia sadar kalau pemikirannya itu cuma sekedar overthingking dan nggak ada kebenaran dengan itu."

Dava diam sejenak. Menimang apakah ia bisa melanjutkan perkataannya. Beberapa saat ragu sebelum meyakinkan diri dan memutuskan mengeluarkan apa yang ada dipikirannya. "Dan lo juga... kalau bisa, mulai tunjukin perasaan lo yang sebenarnya ke Eja."

* * *

Dava merebahkan diri di kasur. Hari sudah mencapai tengah malam. Tapi ia tak bisa tidur. Dava memikirkan tentang perkataannya tadi siang pada Gerald. Keraguan besar menggerogoti dirinya. Sesaat setelah ia mengatakan hal itu, Gerald menjadi diam dan tatapannya menjadi kosong. Bahkan saat Dava mengambil langkah meninggalkan pemuda itu pun tetap diam saja. Ini membuatnya menjadi tak yakin apa yang telah dikatakannya adalah benar.

Diusap kasar wajahnya. Tapi jika ia tak salah menangkap apa yang diamati selama ini, Dava memang yakin kalau Gerald memang punya perasaan khusus terhadap Queenza. Saat melihat bagaimana perlakuannya pada gadis itu, dan bagaimana kekhawatiran berlebihan membuat Gerald begitu membatasi pergaulan Queenza dengan lelaki lain.

Memang benar Gerald memiliki trauma terhadap lelaki yang pernah ia titipkan amanah untuk menjaga Adiknya namun diabaikan. Tapi, jika Gerald mengekang keras hubungan  Queenza dan Davano? Bukankah itu sengat berlebihan? Wajar jika Gerald menentang Queenza berhubungan dengan lelaki lain, lelaki asing yang entah dari mana asalnya. Lelaki yang tak ada sangkut paut dengan keluarganya. Tapi Davano? Ia kan juga keluarga Queenza. Kenapa Gerald sampai sekeras itu tak merestui hubungan mereka? Memangnya wajah Dava mirip seperti penjahat yang akan menculik gadis kecil, kah?

Hembusan nafas terdengar kasar. Dasar aneh, maki Dava dalam hati. Adek sendiri kok disukain. Itulah yang Dava simpulkan. Gerald mencintai Queenza. Bukan sebagai Adik, tapi sebagai wanita. Jika pun perkiraan Dava tidak tepat, itu salah Gerald karena menunjukkan over posesive terhadap Queenza secara terang-terangan. Memangnya siapa yang tidak berpikiran seperti itu? Bahkan orang yang tidak mengenali mereka pun tak akan berpikir dua kali untuk menyimpulkan kalau mereka adalah sepasang kekasih jika melihat interaksi keduanya.

Memangnya ada kali, ya, Abang ngerangkul bukan di tangan tapi malah di pinggang Adeknya, batin Dava merasa sewot sendiri. Entah kemana sifat datar dan cueknya terhadap segala situasi. Yang ada malam ini adalah Dava yang mendadak overthingking mengenai Gerald dan Queenza. Entah apa urusannya, tapi yang jelas Dava merasa harus memikirkan hal itu.



To be continued

Queen's Life GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang