VIDEO

125 9 5
                                    

Di depan sebuah rumah dinas, mobil berhenti.

Kuswanoto hanya berdiri memandang sekeliling. Sungguh, baru kali ini dia tahu kalau rumah Kepala Dinas sama besarnya dengan rumah Pak RT.

"Kok masih berdiri di situ? Ayo, masuk."

Sungkan sebenarnya bagi Kuswanoto, akan tetapi memang dia harus segera mandi. Tadi kata Pak Karsono sewaktu dalam perjalanan setelah ini dia akan diantarkan pulang.

"Beginilah keadaan rumah ini. Jarang sekali aku tempati. Ya, paling hanya untuk sekadar beristirahat siang dari kantor saja, atau kalau memang lagi ada tugas biasanya aku baru memakainya untuk menginap."

"Kiyambak teng griyono niki, Pak." (sendirian di rumah ini, Pak).

"La, iya. Kalau Sampean mau, Sampean, bisa bekerja denganku. Membersihkan rumah ini. Ya, paling tidak kalau aku istirahat siang di sini jadi tidak sepi."

Kuswanoto hanya berdiri mematung dengan tertunduk.

"Itu kamar mandinya. Ada kaus yang bisa Sampean pilih mana yang pas. Sudah, sana."

Itu memang yang Kuswanoto perlukan saat ini, mandi. Bau perengus bercampur amis ini memang harus digantikan oleh wangi sabun mandi.

Pak Karsono lalu meraih teko listrik, mencolokkan kabel ke stop kontak. Dia tuang dua kopi bungkus kemasan tanpa susu.

"Pak, niku dos pripun?" (Pak, itu bagaimana?). Kuswanoto muncul dari balik pintu.

"Apanya?"

"Mboten saget." (Tidak bisa).

Pak Karsono tahu apa yang dimaksud, lalu dia pun masuk untuk memberitahu Kuswanoto perihal tak ada bak mandi, dan juga memang tak tersedia gayung.

"Disabuni itu. He he he." Seraya melangkah keluar dengan menggeleng kepala.

****

"Pembicaraan yang tadi itu hanya bercanda. Jangan diambil hati." Pak Karsono membuka obrolan saat Kuswanoto hanya duduk diam di hadapannya.

"Aku akan sangat senang bila bisa membantumu, Kang."

"Ini. Dua juta."

Kuswanoto melirik uang yang ada di sampingnya, di atas meja.

"Kulo ngutang nopo pripun?" (Saya berutang atau bagaimana?).

"Tidak. Tebus kembali motor itu, dan untuk masalah pekerjaan Sampean, nanti saya bisa bicara dengan Pak Kades."

"Saestu, Pak?" (Sungguh, Pak?).

"Iya. Kami ini berdua teman memancing, kalau hanya masalah jaga malam, bisa kami bicarakan nanti," ucapnya dengan beranjak.

Tung! (Notifikasi).✔

Kuswanoto mengeluarkan HP, lantas melihat isi percakapan yang tertera, itu pesan dari Pak RT.

"Kang?"

"Eh. Pripun, Pak?" (Eh. Bagaimana, Pak?).

Pak Karsono melingkarkan tangan dengan memeluk Kuswanoto dari belakang.

"Ampun, Pak." (Jangan, Pak).

Kuswanoto tampak mengelak saat Pak Karsono mencoba mendekatkan bibir.

"Sudah. Kamu turuti semua apa kataku ya, Kang."

Tak berdaya Kuswanoto atas jumlah uang yang tergeletak di atas meja, terlebih saat Pak Karsono mengajaknya untuk ke kamar.

****

Sejenak kepada Warsinah.

Warsinah tampak mondar-mandir di depan pintu. Sesekali dia melongok keluar.

"Ke mana Njenengan, Pak. Kok sudah malam belum pulang." Jelas Warsinah tampak gelisah.

"Assalamualaikum." Suara dari luar.

"Alaikumsalam," balasnya.

"Pak RT? Mari masuk, Pak."

Pak RT datang dengan wajah lebam.

"Sampean, kenapa bisa bengkak begitu? Eh ... maksudku pipinya itu."

"Jatuh menabrak kucing, Yuk."

"Saya hanya mampir sebentar saja, Yuk War. Bagaimana?"

"Itu yang menjadi hati saya ini tak enak, Pak Rete. Apa tidak sebaiknya ini disudahi saja?"

"Tidak apa-apa, Yuk War. Justru ini akan sangat spesial baginya." Pak RT mencoba tersenyum meski satu matanya nyaris merapat oleh bengkak.

Tung! (Notifikasi). ✔️

Buru-buru Pak RT meraih HP di saku baju.

"Astagfirullah!" pekiknya.

"Ada apa Pak Rete?"

"Ini, Yuk."

"Ini apa. Jangan membuat saya makin khawatir."

Pak RT lalu menunjukkan satu video yang baru saja dia terima dari Kuswanoto.

"Astagfirullah, Pak!" Warsinah dibuat melongo dengan isi video.

"Itu dari Kang Noto," ucap Pak RT.

Warsinah segera meninggalkan Pak RT dengan menahan tangis. Sementara Pak RT hanya diam dengan sekali lagi melihat ke layar.

****

"Bagaimana ini, Ustaz?" Pak RT sudah ada di rumah Ustaz Sopyan setelah tak tahu harus bagaimana menyikapi isi video.

"Saya rasa sebaiknya ini kita akhiri saja, Pak RT. Saya rasa ini sudah berlebihan."

"Tinggal menunggu besok, Ustaz. Saya pikir ini akan menjadi kejutan baginya." Pak RT lantas menerima kembali HP yang diberikan oleh Ustaz Sopyan.

"Bila terlalu mendatangkan mudarat, saya rasa ini hanya akan berdampak buruk." Ustaz Sopyan menghembuskan napas panjang.

"Baik, Ustaz. Kalau begitu saya pamit, dan nanti akan saya kasih tahu kelanjutannya."

Ustaz Sopyan mengangguk.

****

Setelah sekian waktu.

Mobil melaju perlahan kini saat mulai masuk ke mulut jalan tanah merah yang diapit belukar.

"Kok diam saja, Kang."

Kuswanoto hanya menatap lurus jalanan yang terang oleh sorot lampu mobil.

"Aku harap setelah ini kita sering bertemu, dan aku akan sangat merasa senang bisa membantu Sampean, Kang."

Kuswanoto masih diam, dan tak menimpali itu.

Deret rumah dengan lampu-lampu tergantung di teras sudah mereka lalui kini, hingga mobil berhenti saat Kuswanoto meminta untuk turun.

"Apa tidak sampai rumah?"

"Mboten usah, Pak." (Tidak usah, Pak).

"La kenapa? Sekalian aku ingin main ke rumah Sampean, Kang."

"Kapan-kapan mawon, nggeh." (Kapan-kapan saja, ya).

"Ya, sudah." Pak Karsono langsung menyerahkan bungkusan plastik.

"Ini. Ambil."

Ragu Kuswanoto menerimanya, tetapi semua sirna saat melihat Pak Karsono tersenyum.

"Sampaikan salamku kepada istrimu, Kang."

Kuswanoto menerimanya, lalu segera membuka pintu mobil.

"Kang!" Dari jendela, Pak Karsono memberikan gerak tangan untuk Kuswanoto menghubunginya lewat telepon.

Kaca jendela menutup seiring mobil melaju perlahan meninggalkan Kuswanoto yang masih berdiri di sisi jalan.

Tin!

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang