Tak seperti anggapan mereka, nyatanya Pak RT yang lebih dulu datang tadi keluar, dan menggiring warganya untuk langsung menuju satu tempat paling belakang dari bangunan besar dengan lampu-lampu menerangi.
Satu tempat seperti rumah peristirahatan yang mereka dapati setelah mereka berkumpul di halamannya.
"Kang Noto di sini?"
"Iya. Dia ditempatkan di sini. Kata pihak rumah sakit, belum parah Kang Noto dengan gangguan kejiwaan."
"Alhamdulillah." Serentak semuanya menyebut syukur.
Warsinah yang berdiri paling depan masih terlihat sibuk dengan air matanya.
"Kita berikan kesempatan bagi Yuk War terlebih dahulu untuk menjenguk suaminya."
"Setuju!" kompak mengiyakan.
"Yuk War, silakan," ucap Pak RT. Satu petugas jaga langsung membawa Warsinah untuk menemui Kuswanoto.
"Silakan, Bu. Mari ikut saya." Petugas lalu membuka pintu. Tak lama kemudian dia keluar dengan kembali menutupnya.
****
Warsinah hanya bisa berdiri dengan derai air mata saat melihat suaminya duduk di tepi tempat tidur dengan tangan masih diborgol.
"Pak, hu hu hu."
Setelah dia meletakkan bungkusan yang dibawa, langsung mengambur dengan memeluk Kuswanoto.
"Maafkan aku, Pak. Hu hu hu."
Kuswanoto tak sedikit pun membuka suara.
"Aku yang salah, aku yang telah setuju akan rencana Pak Rete. Hu hu hu."
Warsinah segera kembali ke meja dengan membuka plastik. Terlihat satu kue cokelat dengan bagian atas tertanam dua angka.
"Selamat ulang tahun, Pak. Hu hu hu."
Masih, Kuswanoto tak bereaksi apa-apa.
"Hari ini Njenengan, ulang tahun." Bergetar tangan Warsinah mengulurkan kue yang telah dia buat dengan dibantu oleh Bu RT.
"Maafkan aku yang selama ini tak pernah mengatakan itu. Ini kali pertama aku mengucapkannya. Semoga Njenengan, selalu dilindungi Allah di mana pun berada dalam mencari, dan terus ikhtiar untuk tanggung jawaban Njenengan, kepadaku, Pak. Hu hu hu."
"Bicara, Pak. Bicara. Hu hu hu."
Kuswanoto tertunduk. Punggungnya bergetar menahan tangis yang pecah.
Kali ini dia mendongak. Ditatapnya Warsinah, seorang istri yang kerap dia bohongi, bahkan belum pernah dia mengucapkan ulang tahun walau sekali saja dan itu hanya terjadi saat hari ulang tahun pernikahan kala dengan memberikan kado kutang.
Dengan terus menangis Warsinah meletakkan kue ulang tahun di samping, seketika dia kembali memeluk Kuswanoto.
"Mak, sepuronen awakku yo." (Mak, maafkan aku, ya).
"Hu hu hu. Tidak, Pak. Tidak. Aku yang seharusnya meminta maaf kepada Njenengan."
Tubuh Warsinah luruh dengan mencium kaki suaminya. "Aku yang telah membuat Njenengan, jadi seperti ini. Hu hu hu."
"Aku telah melanggar janjiku pada Allah untuk terus mengabdi dan melayanimu, Pak. Nyatanya kali ini aku telah membuat Njenengan, kecewa. Maafkan aku, Pak. Hu hu hu."
Kuswanoto menyentuh pundak Warsinah.
Tak kuasa Warsinah menahan kesedihannya. Segera dia mendekap erat Kuswanoto.
"Selalu terselip doa untuk Njenengan setelah sujudku. Aku hanya ingin membuat kejutan di hari kelahiran Njenengan, Pak."
"Njenengan, masih ingat hari ini? Ini hari lahir Njenengan, Pak. Hu hu hu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)
HumorPagi yang mengesalkan bagi Kuswanoto saat Pondi pemilik warung tiba-tiba datang menagih, dan menyita motor. Berusaha keras untuk menebus dengan mendatangi kedua sahabatnya, justru semakin membuat dia merasa seperti orang yang paling papa di dunia. *...